Kegelisahan melanda Arya. Dirinya tidak tenang menyadari mantan istrinya berada satu ruangan bersamanya. Berbagai pikiran buruk berseliweran di kepalanya sibuk menduga-duga rencana jahat yang telah disusun oleh Widya untuk menghancurkan rumah tangganya. Kalau itu sampai terjadi, Arya bersumpah akan menghancurkan mantan istrinya tersebut. Itu sumpah Arya dalam hati.
Tak ingin terjadi hal buruk, Arya harus berpikir cepat untuk mengusir Widya dari rumahnya tanpa harus disadari oleh Helen. Helen adalah wanita yang baik. Arya tidak ingin istrinya tersebut dimanfaatkan oleh Widya atas nama hutang budi akibat diselamatkan oleh wanita masa lalunya tersebut. Siapa tahu saja itu adalah sekenario yang disusun oleh Widya. Sehingga Helen merasa berhutang budi kepadanya. Karena dalamnya hati manusia siapa yang tahu.
Sayangnya Arya tidak mendapat waktu yang tepat untuk mengusir Widya. Keberadaan Helen yang selalu di sisinya membuat Arya tidak dapat bertindak. Arya menjaga jangan sampai Helen mengetahui siapa Widya sebenarnya. Baik dulu maupun sekarang Arya tidak mau Helen mengetahui sosok Widya yang sebenarnya.
Hari demi hari berlalu, hingga tiba pada suatu hari sepertinya keberuntungan berada di pihak Arya. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Arya berkesempatan untuk bertemu dengan Widya tanpa sepengetahuan Helen.
Pagi itu Widya melakukan kegiatannya seperti biasa. Membersihkan seluruh ruangan yang ada dirumah itu hingga bersih. Dirinya larut dalam kegiatannya hingga tidak menyadari kehadiran Arya yang tiba-tiba menyeret dirinya hingga ke sebuah lorong kosong yang jarang dilalui orang.
"Tinggalkan tempat ini!" Bisik Arya dengan penuh ancaman setelah melepaskan tangan Widya dengan kasar. "Saya tidak tahu apa maksud kamu datang ke sini, tapi yang saya yakini pasti kamu membawa niat jahat." Tuduh Arya marah.
Widya yang merasa sakit akibat tindakan kasar mantan suaminya tersebut mencoba berusaha terlihat baik-baik saja. "Saya tidak bisa tuan." Jawab Widya dengan tenang.
"Kenapa tidak bisa?" Ucap Arya membentak. Kekesalannya memuncak akibat perlawanan wanita yang paling dibencinya saat ini.
Widya membalas tatapan Arya dengan berani. "Saya terikat kontrak di tempat ini, tuan. Apabila saya melanggarnya selama tiga bulan ini maka saya akan terkena denda. Dan saya tidak punya uang untuk membayar dendanya"
Arya mendengus kesal. Pria itu merasa mantan istrinya itu terlalu mengada-ada mencari alasan. "Sebutkan berapa jumlah dendanya biar saya yang ganti. Saya rela kehilangan sejumlah uang daripada melihat kehadiran kamu di rumah ini."
"Itu terlihat lebih mencurigakan lagi tuan. Orang seperti saya tidak mungkin bisa mengeluarkan uang yang sebanyak itu."
Jawaban sederhana Widya terdengar seperti ejekan di telinga Arya. Wanita yang dulunya begitu takut akan dirinya itu kini berubah seolah menantangnya tanpa takut.
"Sudah berani kamu melawan saya,ha?!" Desis Arya murka. Setengah mati dirinya berusaha mengendalikan dirinya agar tidak berteriak di depan mantan istrinya itu. "Kamu cukup keluar dari rumah ini. Selebihnya itu urusan saya!" Bentak Arya tak sabar.
"Saya sudah katakan, saya tidak bisa tuan." Widya kembali mengulangi jawabannya.
"Kenapa tidak bisa?!" Geram Arya marah. Dirinya baru tahu ternyata berbicara dengan mantan istrinya itu sangat menguras emosi. Dulu, mereka tidak pernah berbicara keputusan mutlak ada di tangannya. Dan Widya wajib mengikutinya.
"Saya mencoba bertanggung jawab, tuan." Jawab Widya tak gentar, namun terdengar bagai sindiran di telinga Arya. "Saya dengan sadar masuk ke rumah ini untuk bekerja, jadi biarkan saya menyelesaikan pilihan saya sampai waktu yang ditentukan, tuan."
"Saya tidak mengerti akan maksud dari ucapanmu. Sekarang katakan kepada saya apa maksud tujuanmu datang ke rumah ini."
Widya memutar bola matanya malas menandakan kekesalannya terhadap Arya."Saya sudah mengatakannya dari tadi tuan. Saya mencari pekerjaan dan kebetulan rumah ini sedang membutuhkan pekerja. Hanya itu dan tidak ada maksud lain seperti yang anda takutkan."
Mendengar jawaban Widya, Arya mendengus kasar sambil tertawa sinis. "Saya tidak mempercayai ucapanmu! Katakan apa maumu?"
Widya terlihat bosan dengan sikap keras kepala Arya. Mantan suaminya itu benar-benar keterlaluan. Jawaban jujurnya malah disalah artikan. Lagipula kalau boleh jujur, dirinya pun tidak sudi harus kembali berada dalam satu rumah dengan mantan suaminya tersebut. Namun, sepertinya alam sedang bermain-main dengan nasibnya saat ini. Ditambah lagi dengan sikap Arya yang mencurigai dirinya membuatnya semakin muak. Saat ini Widya hanya berusaha bertanggung jawab. Tuntutan denda yang akan dibayarnya bila keluar dari rumah ini akan membuatnya dalam masalah. Jadi lebih baik dia bertahan selama tiga bulan ini. Walaupun itu termasuk waktu yang tidak singkat, Widya yakin dirinya sanggup melaluinya.
"Katakan apa maumu?!" Ulang Arya kembali. Dan itu berhasil memecahkan lamunan Widya.
Kali ini Widya menatap Arya dengan nanar. "Apapun alasan saya tuan pasti tidak mempercayainya." Ujarnya lelah. "Yang pasti saya tidak berniat melakukan seperti yang anda tuduhkan."
Mendengar jawaban mantan istrinya tersebut membuat Arya tertawa mengejek. "Kamu pikir saya bodoh mau mempercayai bualanmu." Ucapnya kasar. "Sebaiknya simpan omong kosong kamu itu dan cepat tinggalkan tempat ini."
Widya mendesah pelan. "Bagaimana jika saya katakan saya sedang mencari keberadaan putri saya?"
Mata Arya terbelalak kaget tak menyangka Antana menanyakan keberadaan Vania. Seketika itu juga bayangan akan sosok bidadari kecilnya itu berhasil membuka luka lama Arya yang belum sembuh. Dan sepertinya tak akan pernah sembuh.
"Apa maksudmu?" Tanya Arya penuh curiga. Pertanyaan mantan istrinya tersebut semakin menguatkan dugaan rencana buruk yang sedang direncanakan oleh mantan istrinya tersebut.
"Tuan lebih tahu apa maksud saya?." Tanya Widya tanpa mengalihkan pandangannya dari Arya.
Ditantang oleh wanita yang menjadi mantan istrinya tersebut, membuat emosi Arya kembali memuncak. "Jangan mengancam saya! Saya bisa membuat kamu menyesal telah berani menginjakkan kaki ke rumah ini."
Sayangnya Widya sama sekali tidak takut dengan ancaman Arya. Kerasnya kehidupan yang harus dihadapinya membuatnya berubah. "Kalau saya bilang saya sampai mencari keberadaan putri saya di rumah ini karena merindukannya apakah tuan percaya?"
Ucapan Widya membuat lidah Arya kelu tidak tahu harus menjawab apa.
Melihat keterdiaman Arya sedikit membuat Widya tersenyum dalam hati namun sama sekali tidak membuatnya bahagia. Sedikit harapan Widya menunggu Arya mengatakan kematian Vina kepada dirinya. Paling tidak bila Arya tidak menganggap dirinya sebagai mantan istri Arya, tapi yang pasti dia adalah sosok yang melahirkan Vina. Sungguh, Widya tidak akan menyalahkan Arya atas kematian putrinya tersebut. Widya sudah menganggap bahwa semua yang terjadi menimpa putrinya tersebut adalah sesuai kehendak yang maha kuasa. Sayangnya hingga detik demi detik berlalu Arya tetap bungkam mengenai Vina. Putri mereka.
"Kalau begitu biarkan saya menyelesaikan tugas saya selama tiga bulan ini, tuan." Putus Widya mantap.
Arya menolak keras. "Saya tidak mempercayai kamu."
"Tidak usah mempercayai saya, tuan. Cukup biarkan saya tinggal selama tiga bulan di rumah ini maka saya akan berjanji setelah masa itu habis saya akan meninggalkan tempat ini."
Arya menilai ada kejujuran dalam janji yang diucapkan oleh mantan istrinya tersebut. Namun hatinya telah terlanjur tertutup kebencian oleh sosok masa lalunya tersebut. "Bagaimana saya dapat memegang janji kamu?"
"Pernahkah saya mengkhianati tuan selama ini?" Tanya Widya balik.
Dan pertanyaan Widya berhasil menghantam telak Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Rasa
ChickLitCover by @Mom_Indi Mereka kembali dipertemukan lagi. Tetapi bukan kembali menjadi sepasang suami istri. Melainkan sebagai tuan dan pelayan.