Chapter 8

3.5K 329 36
                                    

"Dan aku tidak tahu harus mulai dari mana." Ujar nya kembali menunduk.

Rasa sesal saat ini benar-benar sedang menggorogoti hati nya yang berkecamuk tak karuan, melihat senyum Hinata selama di panti asuhan membuat dada nya sesak, Naruto tahu itu bukanlah sebuah senyuman yang biasa nya wanita itu tunjukkan padanya saat ia pulang kerja. Terasa sangat hampa dan tak ada arti nya, apa ia sudah kelewatan?

"Sudahlah Naruto, kau harus tenang. Jangan pikirkan apa yang akan Hinata lakukan padamu, tinggalkan gadis itu dan tunjukkan bahwa kau benar-benar menyesali semua perbuatan mu." Ujar Kiba memberi semangat.

Yamato pun mengangguk setuju, dan ia juga harus meninggalkan Sakura? Di saat gadis itu sedang mengandung anak nya, dengan tega Naruto meninggalkan gadis yang kini masih berstatus sebagai pacarnya. Mungkin ia akan lebih rendah dari pada saat ini.

Naruto menggelengkan kepalanya, "aku tidak bisa meninggalkan Sakura, gadis itu tanggung jawab ku." Katanya tegas.

Yamato dan Kiba yang mendengar itu menghela nafas mereka gusar, benar-benar kepala seperti batu, keras dan selalu mengganjal tanah. Sedangkan hari yang semakin larut, Naruto memutuskan untuk kembali ke panti, Yamato dan Kiba pun memutuskan untuk tidur. Karena hari esok, akan menjadi suatu yang sangat melelahkan bagi ketiganya.

-00-

"Bagaimana? Sudah siap?"

Yamato yang sedang memeriksa mesin mobil itu sekilas menoleh ke arah Naruto, ia mengangguk. Mereka bertiga pagi ini akan pergi ke sebuah tempat. 1 jam adalah waktu yang dibutuhkan mereka untuk sampai ke tempat tersebut, tapi sepertinya Naruto tidak sabaran. Berharap menemukan sebuah jejak yang bisa mengantarkannya kembali pada keluarganya.

"Hoammhh.. aku mengantuk sekali.. ini baru pukul 4 pagi, dan kita akan bepergian??"

Kiba yang baru saja keluar dari kamar mandi berjalan untuk menghampiri kedua orang itu. Dari pada bosan, ia memilih untuk kembali tidur di dalam mobil, menunggu Yamato memperbaiki mesin agar tidak mati sangatlah membuat nya bosan.

.

.

"Egghh." Boruto menguap lebar sambil berjalan mendekati meja makan, disana sudah ada Hinata dan adik cantik nya bernama Himawari. Boruto mengambil secangkir susu yang tadi sudah di buat oleh Hinata, tanpa kumur-kumur ataupun menggosok giginya, Boruto dengan lahap meminum susu itu hingga habis.

"Ihh Boru-nii jorok." Desis Himawari yang jijik saat melihat itu. Hinata yang sedang memasak sekilas menoleh, ia tersenyum dan melanjutkan pekerjaan nya.

"He he sekali-kali kan boleh Hima." Katanya salah tingkah. Himawari bergidik jijik, ia kembali meminum susu nya tanpa mau menatap Boruto.

"Oya mommy, karena ini hari minggu bagaimana kalau mommy ajak kami bertemu Violen??" Pinta Boruto sambil melihat kalender.

Hinata tidak menjawab, wanita itu diam beberapa saat. Ia berbalik untuk menaruh spaghetti itu di atas meja. "Mommy!!" Panggil Boruto yang kesal karena merasa tidak di respon.

"Mommy kenapa?" Tanya Boruto heran, bolehkah ia jujur? Kalau mommy nya ini seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Blue safir nya menyipit curiga.

"Mommy sedang ada tamu di sana. Tamu itu sangat penting, mungkin Violen masih ingin bersama tamu itu." Jawab Hinata berusaha tenang.

Himawari mengangguk setuju mendukung sang mommy, sedangkan Boruto, ia bukanlah anak TK yang mudah di bodohi begitu saja. Toh buktinya ia tahu kalau mommy nya itu sedang membohongi mereka. "Ya sudah, kalau begitu bagaimana kalau kita nonton kaset saja ne Hima?" Tawar Boruto menatap adik kesayangannya itu.

-Pursuing a Dream- |EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang