Chapter 10

3.5K 304 24
                                    

"Hinata, bagaimana keadaan Sakura?" Yui mendekati Hinata yang sedang duduk melamun di depan ruang operasi. Wanita itu hanya mengidikkan bahu nya, ia tidak tahu bagaimana keadaan Sakura sekarang. Operasi nya belum selesai, dan dokter belum memberitahukan apa pun.

Waktu terus berlalu, hari kini sudah semakin sore. Boruto yang baru saja pulang dari sekolah lagi-lagi memutarkan bola matanya lesu saat pria kuning jelek itu masih berada disana. "Boru-nii.." Boruto menepis tangan Himawari saat hendak mencegahnya untuk pergi.

Jujur saja, lebih baik ia di pembuangan sampah dari pada harus bergabung dengan pria tidak tahu diri dan kotor seperti Uzumaki itu. Boruto benar-benar muak.

'TOK'
'TOK'

Sebuah ketukan mengalihkan perhatian Boruto, bocah itu dengan malas kembali menarik selimutnya. Sampai suara bariton itu terdengar dari balik pintu kamar. "Boleh daddy masuk?" Pertanyaan itu cukup jelas didengar oleh Boruto.

Boruto hanya diam, ia menutup mata nya. "Daddy minta maaf selama ini sudah meninggalkan kalian.. " di balik pintu itu Naruto menunduk menyesal. Tangan nya masih setia memegang knop pintu itu, entah kenapa ia tidak berani untuk masuk. Naruto hanya bisa tersenyum kecut.

'Cleek'

Pintu itu terbuka, seorang dokter menurunkan maskernya sembari menatap Hinata. Dokter yang di ketahui bernama Kabuto itu menghela nafas, tak lama kemudian ranjang berbentuk kubus keluar dari ruangan operasi itu, seorang suster mendorong ranjang yang berisikan seorang bayi itu sambil tersenyum. Tapi Hinata merasa ada yang mengganjal, iapun kembali menatap Dr. Kabuto.

"Bagaimana ibunya?" Pertanyaan Hinata dibalas diam oleh Kabuto. Sedangkan Yui, wanita itu memegang bahu Hinata.

"Maafkan aku, aku sudah berusaha. Pendarahan pada kepalanya sangat besar, jadi kami hanya bisa menyelamatkan bayi nya sebelum terlambat." Dr. Kabuto mengatakan itu dengan sangat menyesal.

Netra Hinata membola, ia sangat shock mendengar apa yang di katakan oleh Dr. Kabuto, tubuhnya lemas hingga ia jatuh terduduk tepat pada kursi dibelakangnya. Netranya teralih menatap ruang bayi di ujung sana, Hinata tidak bisa lagi menyembunyikan tangisnya.

-00-


"Kalian duluan saja, aku masih ingin bersama Hinawari disini." Kata Naruto mendekati Yamato dan Kiba yang berada di halaman depan sedang berdiri memperhatikan lumpur yang tak kunjung kering. Keduanya menoleh menghadap Naruto.

"Jangan gila, kalau Hinata pulang dan melihat mu berada disini. Bisa mati kau.." ujar Kiba kesal.

Naruto yang mendengar itu menghembuskan nafasnya gusar, apa yang dikatakan Kiba ada benarnya juga. Bisa-bisa kepala dan tubuh nya pisah jika Hinata melihat nya berada disini.

Walaupun seumur hidup nya ia tidak pernah melihat Hinata marah padanya tak terkecuali saat wanita itu ngidam. Setidaknya marah yang dulu pasti beda dengan yang sekarang, mengingat betapa sadis nya ia meninggalkan wanita itu ketika sedang mengandung.

"Baiklah Hima, maafkan daddy karena daddy harus pulang." tangan kekar itu menarik Himawari ke dalam pelukan nya, Himawari yang mendengar itu hanya bisa menunduk, baru saja bertemu dan akan berpisah lagi?

"Hei hei, jangan menangis sayang. " Naruto benar-benar gemas melihat putrinya ini, pelukan nya samakin erat tak kala isakan Himawari terdengar pilu. Sedangkan Boruto, ia hanya bisa memperhatikan mereka dari balik jendela kamar nya.

Dadanya sesak melihat Naruto yang mulai melangkah keluar pagar, tangan pria itu melambai ke arah Himawari. Boruto memang benci ayahnya itu, tapi ini lah impian nya. Ia ingin ayahnya pulang dan memeluk mereka bertiga dihari lelah nya, tapi tidak, sang ayah malah mengecewakannya. Tes..

"Daddy.. maafkan aku.."

_

_

_

"Bagaimana? Sudah cukup saling rindunya?" Himawari tersentak saat melihat Boruto sudah berdiri di ujung pintu sambil bersedekap dada. Bocah itu menatap tak mengerti Boruto yang seperti sedang meledeknya, ada apa dengan nii-chan nya itu? Dari pada terus berada disana, Himawari memutuskan untuk masuk ke kamar Hinata.

Di perjalanan pulang menuju panti asuhan, sebuah deringan ponsel mengagetkan mereka bertiga. Naruto menatap lama nomor yang tidak terdaftar dalam kontaknya itu, dengan ragu ia pun menjawab panggilan itu.

(Naruto-san..)

(Sakura...)

Deg!

-00-

"Oekk.. Oekk.."

Hinata tersenyum menatap bayi yang menangis di dalam sana, saat suster itu ingin memberinya asi botolan.. bayi itu malah menangis.. sepertinya ia tahu, kalau asi itu bukan dari ibunya.

Lagi-lagi cairan bening itu mengalir dari kelopak mata yang sayu, sampai kehadiran seseorang menyadarkan Hinata, pria itu membalik bahu Hinata dengan kasar, membuat Hinata yang diperlakukan seperti itu meringis menahan sakit.

"Naruto-san, lepaskan tangan ku.." tarikan paksa Naruto membuat Hinata terisak. Pria itu membawanya ke halaman belakang rumah sakit di mana tidak ada yang bisa melihat mereka disana. Tatapan nya begitu tajam dengan rahang yang mengeras..

"DIAM!!" Hinata tidak membalas bentakan itu, ia hanya bisa menunduk sambil menggenggam erat rok nya.

Perasaan yang sama seperti apa yang ia rasakan saat ia kehilangan orang yang sangat ia cintai. Brukk! Tubuh Naruto ambruk memeluk nya, Hinata diam tidak berkutik saat merasakan bahu nya mulai lembab. Wanita itu memejamkan matanya, andai pria ini tahu.. bahwasanya Hinata sangat merindukan pelukan ini.

"Aku tahu kau mencintainya, aku mengerti perasaan mu." Suara lirih Hinata membuat Naruto menggeleng dengan cepat.

Merasakan dekapan itu semakin erat membuat Hinata melepaskan nya karena merasa tak nyaman, ia mundur beberapa langkah menjauhi Naruto. Wanita itu menggeleng..

"Jangan sakiti perasaan nya.."

-karena kau, tak tahu betapa sakit nya ketika mengetahui.. bahwa orang yang kau cintai sama sekali tidak mencintaimu..

Naruto-kun..

_

_

_

Pemakaman Sakura baru saja selesai dilaksanakan, semua orang pamit untuk pulang dan hanya menyisahkan kedua insan yang masih diam didepan nisan yang juga sibuk memandang. Entah kenapa langit kini tak ikut bersedih, langit itu tampak cerah dengan burung-burung yang berkicau.

"Aku akan mengurus putra mu selagi kau berada di Tokyo Naruto-sama." Ujar Hinata memecahkan keheningan.

Naruto yang merasa di ajak bicara hanya bisa menghela nafas, ia bangkit dari duduk nya dan berjalan mendahului Hinata menuju mobil. "Masuklah.."

"Tidak, aku naik taksi saja."

"Masuk!"

Hinata tidak bisa menolak saat Naruto sekali lagi membentak dirinya, dengan terpaksa wanita itu pun masuk ke dalam mobil walaupun detak jantung nya kini sedang tak karuan.

"Kita akan urus bayi itu bersama-sama, aku akan membawa mu ke Tokyo."

Deg!

_

_

-Pursuing a Dream-

to be continue

-Pursuing a Dream- |EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang