17. Aneh

3K 205 17
                                    

Naufal berdiri di rooftop kampus dengan tenang. Hembusan angin tertiup membuat hati merasa nyaman. Hal ini sangat cocok dilakukan orang-orang yang sedang memikirkan banyak hal contohnya Naufal. Menenangkan diri dalam kesendirian.

Pandangan pria itu lurus menatap awan biru yang bergerak dengan tenang. Suara langkah kedatangan penghuni lain tetap tak membuat Naufal mengalihkan tatapannya.

"Ketemu?" tanya Lim yang sudah berdiri di belakang Naufal.

Diamnya Naufal sudah dapat menjawab pertanyaan itu. Lim dan Azka pun hanya bisa membuang nafas pasrah.

Azka membanting bokongnya di atas kursi kayu, "Lelah gue. Farel aja belum dapat kita temui, dan sekarang Vacha?"

Lim menyikut lengan Azka.

"Sakit bego!"

"Lebay lu!"

"Lagian kita mau bahas apalagi sih?"

Naufal berbalik, "Gue mau kalian berhenti mikirin masalah Vacha,"

"Hah?!"

"Perkataan gue kurang jelas?"

"Alhamdulillah, gue bebas." syukur Azka dengan mengelus dadanya.

"Lo serius?" perjelas Lim masih tidak percaya.

"Ya, masalah Vacha biar gue yang cari tahu. Lo berdua mending fokus nyariin Farel,"

"Ck, kebebasan gue-pun tertunda," decak Azka pasrah.

❄❄❄

Di depan batu nisan putih dua orang gadis terduduk dalam diam. Mengelus batu nisan yang ada di hadapannya dengan sangat lembut. Suasana di siang hari sama sekali tidak menghilangkan tiupan angin di tempat ini. Angin bertiup dengan kencang membuat rambut gadis itu berayun mengikuti arah angin.

"Sore Keyla." sapa salah satu gadis yang tidak lain adalah Leta. Gadis itu mengusap lembut batu nisan yang bertuliskan nama Keyla Putri Wijaya.

"Lo apa kabarnya di sana? Gue yakin lo pasti bahagia."

Lisa yang duduk di samping Leta mengelus pundak gadis itu dengan tenang, "Udah deh, makin tua tapi masih cengeng."

"Dulu, setiap gue ulang tahun pasti lo yang paling sibuk ngurusin semua kejutan gue. Walau pada akhirnya gue muncul tiba-tiba dan akhirnya rencana lo gagal." kata Leta yang berusaha tersenyum di tengah kesedihan.

"Gue rindu Keyla, Lisa, Leta, juga Lala yang bandel. Gue rindu mereka yang suka buat keributan. Gue rindu empat gadis itu."

"Let," potong Lisa dengan suara bergetar, "gue minta maaf karena udah jarang ngunjungin rumah lo."

Leta menoleh, "Gue ngerti semua nggak bakal terulang, sekarang kita udah nggak sekota."

Dua gadis itu saling melempar tatapan sendu. Memang betul semenjak kepergian Keyla, Leta dan Lisa sudah jarang bersama sementara Lala_lebih memilih menyerahkan dirinya ke kantor polisi. Persahabatan mereka benar-benar seperti berhenti detik itu juga.

Kumpulan gundukan tanah bersama angin-lah yang menjadi saksi hancurnya persahabatan itu. Suara kalkson mobil yang dulu mereka ciptakan terganti dengan suara tangisan. Kebersamaan berakhir dengan perpisahan.

Leta meletakkan sebuket bunga di depan batu nisan Keyla lalu Lisa menaburi kembang di atas gundukan tanah itu kemudian menyiramnya dengan air. Sialnya dua gadis itu sama sekali tidak bisa mengontrol emosi dalam dirinya. Air mata mengalir membasahi pipi mereka.

Bayangan tawa pecah mereka seolah berputar bagaikan DVD rusak. Memutar satu kejadian yang sama secara berulang. Tak bisa dipungkiri ajal memang tak bisa ditebak. Keyla pergi setelah ujian. Seperti gadis itu hanya menghabiskan masa SMA nya lalu kembali ke Sang pencipta.

Inesperado | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang