4. Langkah pertama

4.2K 250 19
                                    

[]
Setiap langkah memiliki tujuan

Tujuan yang kadang tak dapat diduga
[]

Hari ini terukir sebagai hari yang melelahkan. Mengurus mahasiswa baru sama seperti mengurus anak TK yang belum tahu apa-apa. Mengenalkan ini-itu dengan detail seperti mereka tidak dapat mencari tahu mengenai hal itu seorang diri.

Naufal mulai memasuki kerajaannya, berbaring di atas kasur empuknya sembari menatap balkon kamar seolah itu adalah pemandangan yang sangat indah. Namun ada yang aneh dengan hari ini, entahlah mungkin saja itu hanya keanehan sesaat.

Tatapan Naufal tiba-tiba mengarah ke meja di samping ranjangnya, menatap sebuah bingkai foto ukuran 10X yang menampakkan dirinya dan Keyla yang sedang tertawa di kebun Teh. Lagi dan lagi hidupnya selalu dihiasi dengan memori masalalu.

"Gimana di sana? Banyak cowok gantengnnya, nggak?" Naufal bertanya dengan bingkai foto yang saat ini ia genggam.

Kemudian ia duduk lalu menyandarkan bokongnya di punggung kasur, "Kalau memang banyak, kamu harus ingat satu hal, kalau kamu nggak boleh suka sama mereka."

Tok! Tok!
Dua ketukan pintu dari luar berhasil menyadarkan Naufal dari imajinasinya. Naufal kembali meletakkan bingkai itu lalu berjalan ke arah pintu untuk membukanya.

"Nenek?" heran Naufal saat melihat neneknya yang sudah sangat berumur malah berdiri di depan pintu dengan nampan yang berisikan susu di genggamannya.

"Boleh masuk?"

"Kenapa kemari?" Naufal mengambil nampan itu lalu membimbing nenek untuk duduk di atas kasurnya.

Ketika mulai duduk di atas kasur, Nenek malah mengambil bingkai yang ada di atas meja.
"Wah, kamu masih ingat Keyla?"

"Enggak mungkinlah Naufal lupa sama Keyla."

"Berusahalah untuk merelakannya. Mungkin dia sudah bahagia dia atas sana dan mungkin juga tidak, Nak."

"Maksud nenek?"

"Keyla sayang sama kamu, kamu juga sayang sama dia. Betul kan?"

Naufal menganggukkan kepala.

"Nah, maka dari itu cobalah untuk ikhlas. Kamu juga berhak untuk bahagia biar nak Keyla juga bisa bahagia."

"Langsung aja nek." Naufal mulai risih melihat neneknya yang selalu mengatakan hal itu berulang kali.

"Nenek mau lihat kamu menikah sebelum nenek pergi."

Sebelah alis Naufal terangkat, "Kenapa harus Naufal nek? Kan ada Farhan."

"Kakak mu terlalu sibuk dengan hotelnya. Nenek tidak mau menunggu kamu juga sibuk seperti Farhan hingga akhirnya nenek pergi tanpa melihat cucu nenek menikah terlebih dahulu." bola mata hitam milik nenek mulai dipenuhi cairan bening.

Naufal berjalan ke sofa lalu duduk dengan pasrah. Butuh waktu sepuluh menit untuknya agar terdiam, memikirkan permintaan neneknya yang sama seperti sebuah perintah.

Naufal menghembuskan nafas dengan berat, "Baik, Naufal akan menikah."

Mata nenek mulai berbinar,
"Kamu serius?!"

Naufal hanya diam sembari memijat pelipisnya.

"Kamu sudah punya pacar kan?" jedanya, "Nenek anggap itu benar. Kalau begitu nenek mau ketemu sama pacar kamu, sekarang."

Naufal refleks mendongak menatap nenek dengan mulut bungkam hingga akhirnya nenek keluar meninggalkan Naufal di kamar itu dalam diam.

Sungguh sangat mengejutkan, bisa-bisanya nenek seumuran begitu memiliki daya peka yang sangat kuat sampai-sampai dia menebak sesuatu yang belum terjadi. Pacar katanya? Jangankan pacar, teman perempuan saja Naufal sudah tidak punya.

Inesperado | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang