24. Pria asing

2.8K 200 13
                                    

Hari-hari berikutnya, Vacha mulai selalu berangkat bersama Naufal. Vacha sama sekali tidak mengatakan jam kuliahmya namun Naufal selalu datang tepat waktu. Sepertinya Naufal sudah tahu mengenai jadwalnya.

Seperti sekarang Vacha berjalan memasuki kawasan kampus bersama Naufal. Langkah mereka lagi-lagi menghipnotis mahasiswa maupun mahasiswi agar terfokus menatap mereka. Vacha tentunya merasa risih dipandang seperti itu, tapi apalah, Naufal tidak akan meninggalkannya sebelum ia memasuki kelas. Keras kepala.

"Gue bisa ke kelas sendiri," kata Vacha yang mulai merasa tak sanggup menerima tatapan-tatapan itu.

"Kenapa harus sendiri kalau saya masih bisa mengantar mu?"

"Tapi gue nggak suka,"

"Kan saya nggak nyuruh kamu buat suka. Cukup jalanin aja,"

"Lo nggak risih apa ditatap orang-orang?"

"Nggak,"

"Tapi gue risih,"

"Yaudah nggak usah dilihat,"

"Nggak bisa lah,"

"Bisa,"

"Gimana?" Vacha berhenti berjalan. Beralih menatap Naufal yang juga menatapnya.

"Nah, seperti ini aja,"

"Seperti apa?"

"Kamu cukup tatap saya, nggak perlu tatap orang-orang itu. Lagian saya lebih ganteng dibanding orang-orang itu,"

Kalimat pujian itu membuat Vacha bungkam sementara Naufal malah menaik-turunkan alisnya. Benar-benar memuji diri. Ingin rasanya Vacha menyumbat mulut Naufal yang selalu saja seperti itu. Jika anak kampus tahu mungkin fens-fensnya udah pada mundur duluan. Menurut Vacha tidak ada gunanya nge-fans sama manusia kepedean.

"Pake lo-gue aja lah, nggak usah saya kamu gitu. Gue berasa ngomong sama bapak-bapak beramput putih."

Vacha mendengus sebal lalu kembali berjalan dengan mengabaikan Naufal yang masih saja mengekor di belakangnya. Langkahnya ia percepat agar Naufal tak bisa meraihnya lagipula Naufal tidak mungkin mengikutinya hingga masuk ke dalam kelas.

Naufal menepuk pundak Vacha, "Kelewatan," katanya dengan wajah polos.

Vacha berhenti melangkah. Ia mengernyit hingga detik berikutnya ia sadar kalau ternyata langkahnya sudah melewati lorong menuju kelas. Jangan ditanya bagaimana malunya Vacha saat ini. Sampai ia malah memaki dirinya sendiri. Ditambah lagi tatapan Naufal yang sok polos padahal ingin tertawa.

Demi mengubur rasa malu itu, Vacha menodorong tubuh Naufal, "Minggir,"

"Nggak mau,"

"Naufal minggir, gue mau masuk kelas,"

"Belum waktunya,"

"Bodo! Pokoknya gue mau masuk sekarang,"

"Masuk mana? Kelas itu lagi diisi,"

"Au ah, lama-lama ngomong sama lo, gue bisa-bisa stres."

"Tapi suka kan?"

"Dih, ngapain juga gue suka sama manusia kepedean!"

"Yakin?"

"Apaan sih?"

Langkah terburu-buru dari arah belakang Naufal membuat tatapan Vacha beralih,

"NAUFAL!" teriak Lim dan Azka dengan suara yang cukup keras disertai dengan langkah mereka yang saling beradu.

Naufal mengernyit bingung ketika melihat dua manusia itu sudah berdiri di hadapannya. Lim dan Azka sama-sama mengatur nafas dengan wajah mereka yang ikut memucat. Dua lelaki yang terkenal kebegoannya itu saling melempar tatap. Lalu secara bersamaan menatap Naufal dan Vacha.

Inesperado | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang