15. Jakarta

3.4K 209 20
                                    

Pagi telah tiba, matahari mulai menampakkan cahayanya ke muka bumi. Bunyi klakson mobil membuat suasana di tengah kota menjadi ramai. Deburan asap dari kendaraan seolah menciptakan warna abu pada jalan kota.

Hamparan gedung tinggi yang menjulang di pinggir kota membuat mata siapapun merasa takjub dengan desainnya, salah satunya adalah Keysa. Bukan berarti Keysa belum pernah melihat gedung-gedung itu tapi suasana di kotalah yang berhasil membuat pemandangan itu seolah menyimpan kesan tersendiri.

Keysa terduduk di dalam bus bersama Amanda yang sedari tadi memejamkan mata karena kantuk. Pandangan Keysa tak sedetik pun beralih dari jalan. Mengabsen setiap bangunan yang sempat dilewati oleh bus sampai akhirnya bus yang ia tumpangi berhenti di depan halte. Jakarta.

Satu persatu penumpang mulai meninggalkan tempat duduknya termasuk Keysa dan Amanda yang sudah berdiri di depan halte dengan menggendong tas yang cukup besar. Sesuai perintah Pramudya, dua wanita ini pun memilih naik taxi untuk menlanjutkan perjalanam mereka ke rumah sakit.

Keysa memegang tali ranselnya dengan kuat. Raut wajah gadis itu terlihat berusaha tenang, beberapa kali pula Keysa mengehembuskan nafas dengan sangat berat.

"Jangan takut. Lagian kita tidak akan bermalam di kota ini." kata Amanda menenangkan putrinya.

"Ibu yakin?"

Amanda hanya mengangkat bahu singkat.

"Keysa justru merasa kalau kita bakal terjebak di kota ini, lagi."

Amanda menoleh, memandang Keysa dengan wajah heran.

"Sudah sampai." kata sopir taxi yang sudah menghentikan mobil di depan pintu masuk rumah sakit.

Amanda lebih dulu keluar dari dalam taxi lalu disusul Keysa yang sibuk mengurus tas bawaannya. Dua wanita itu pun mulai melangkahkan kaki di atas koridor rumah sakit. Para perawat maupun dokter yang melewati dua wanita itu sontak merasa terkejut lalu menyapa mereka dengan sangat ramah.

Sampai akhirnya langkah Amanda dan Keysa berhenti di depan ruangan yang bertuliskan Dr Arkan. dengan ragu Keysa mengangkat tangan hendak memegang gagang pintu sebelum akhirnya pintu tersebut dibuka dari dalam ruangan. Sosok pria muncul dengan almamater putih yang melekat di tubuhnya.

"Kak Arkan?" heran Keysa dengan mata membulat.

Detik berikutnya keheningan pun tercipta di lorong itu. Waktu terasa melambat, suasana di lorong juga kian lama seperti tak berpenghuni.

"Iya," jawab Arkan dengan ekspresi datar.

Keysa mengahamburkan tubuhnya memeluk Arkan yang masih berdiri di hadapannya. Pelukan itu membuat air mata meluncur membasahi pipi Keysa. Bayangkan saja bagaimana rindunya dia ketika berpisah bertahun-tahun lalu bertemu dalam keadaan tak disangka sepeti ini.

Amanda ikut terharu menyaksikan pertemuan dua anaknya itu. Rasa terharu juga ikut bercampur di dalam pikirannya. Amanda merasa malu menyaksikan semuanya, dirinya merasa seperti orang tua yang tidak berguna. Orang tua yang menjadi penyebab retaknya hubungan anak-anaknya.

"Kakak kemana aja sih?" tanya Keysa dengan melepas pelukannya.

"Maaf,"

"Kakak jahat! Kakak udah lupain keluarga kakak! Kakak bahkan nggak ada niat buat pulang! Kakak benar-benar lupa sama aku, Ibu, ayah, juga kakek."

Arkan memejamkan mata lalu menghambur memeluk Keysa yang sedang melampiaskan kemarahannya, "Maaf kan kakak, kakak nggak bermaksud buat jauhin kalian."

Arkan melepas pelukannya lalu memandang Amanda yang berdiri di samping Keysa. "Kalian mau kemana?"

"Aku disuruh kakek buat ngecek rumah sakit ini,"

Inesperado | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang