Part 20 - Rift (Luxtuary)

157 20 11
                                    


Wellyz POV

Pagi ini aku terbangun dengan lingkaran hitam yang menghiasi bagian bawah mataku, huh...rasanya aku baru bisa tertidur sebentar kemarin. Memikirkan tentang masa lalu benar-benar membuatku terkena insomnia.

"Wellyz, cepatlah, kita harus segera berkumpul ke aula" ucap Veronica yang kini sudah berdiri di ambang pintu. Aku melirik sekilas ke arah Zelfia yang berdiri canggung di sampingku. Kurasa dia masih merasa tidak enak dengan Veronica. Aku kemudian mempercepat memakai jubahku lalu menghampiri Veronica, diikuti oleh Zelfia di belakangku.

"Untuk apa ini?" aku meneliti sebuah lensa kontak yang tadi dibagikan kepada kami semua, tak habis pikir.

Setelah kami berkumpul, kami langsung dibagikan sebuah kontak lensa berwarna bening yang masih belum kuketahui apa fungsinya.

"Silahkan pasang kontak lensa tersebut di mata kiri kalian" suara Sir Ivory terdengar melalui pengeras suara, yang secara otomatis membuat kami semua mengikuti arahannya.

Aku kemudian memakai kontak lensa tersebut dan mengerjapkan mataku beberapa kali untuk menyesuaikannya.

"Woah..." gumamku saat melihat efek dari kontak lensa tersebut. Saat ini, dunia ini terasa seperti sebuah game, terdapat identitas masing-masing siswa di setiap bagian atas kepalanya, benar-benar seperti karakter game.

Aku kemudian mengedarkan pandanganku ke sekitar untuk melihat identitas dari siswa lainnya.

Veronica
Water Bender
Elf Air

Tulisan tersebut tertera saat aku melihat ke arah Veronica. Oh, jadi ini fungsi lensa kontak tersebut.

Zelfia
Controlling Plants

Aku sedikit menyerngit begitu melihat identitas Zelfia, apa Zelfia tidak mempunyai Elf?

Segera kutepis pertanyaan-pertanyaan yang mulai bermunculan di otakku, tidak ingin terlali ambil pusing.

"Baiklah, sepertinya kalian sudah tahu apa kegunaan alat tersebut. Kontak lensa tersebut dapat membantu kalian untuk mengetahui identitas, kekuatan, dan juga Elf dari siswa lainnya. Sehingga dapat memudahkan kalian saat perang nantinya"

"Wellyz" aku menghentikan langkahku yang hendak berjalan kembali ke kelas setelah berkumpul di aula.

Enggan memutar tubuhku, aku hanya diam menunggu lanjutan kalimat dari orang itu.

"Maaf"

"Untuk apa?" akhirnya aku memutar tubuhku dan melihat Lux yang berdiri menatapku dengan pandangan yang sendu.

"Aku tidak tahu bahwa yang menyelamatkanku dulu adalah kakakmu" aku menghela nafasku, menetralisirkan emosi yang mulai melingkupiku.

Sungguh, aku tidak ingin menyalahkan Lux untuk kejadian itu, tetapi, semuanya terlalu sulit, aku tidak bisa membohongi sudut hatiku yang berdenyut sakit saat mengingat kalau Deyra pergi karena menyelamatkan Lux.

"Tapi sekarang kau sudah tahu kan" tanpa kusadari, nada suaraku berubah menjadi dingin. Lux masih setia menatapku dengan pandangan bersalahnya itu, membuatku semakin muak dengannya.

"Maafkan aku Wellyz" ucapnya tulus, namun semua ketulusan itu seakan tak terlihat olehku, aku sudah dibutakan oleh rasa kecewa yang begitu besar.

"Maaf katamu? Jika sekali pun aku memaafkanmu, apakah Deyra akan kembali?" tanyaku dengan nada datar yang menusuk. Sial, aku merasa kalau sudut mataku mulai menghangat, kurasa saat ini cairan bening itu sudah mulai menggenang di mataku.

Dream World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang