SAMPAI pagi ini, foto Za semalam masih mengusik Robi. Pria itu termenung di kubikelnya. Duduk bertopang dagu dengan pandangan kosong. Ia masih bertahan dalam posisi itu selama belasan menit sampai suara rekan kerjanya yang mendadak muncul dengan muka horor berhasil menyadarkannya.
"Serius, Bi? Ini elo, kan?" Jurnalis bernama Tyas---ia yang bertugas bersama Robi saat wawancara dengan Asslam semalam---itu memperlihatkan layar ponselnya.Robi sontak bangun dari duduknya. Menyambar ponsel Tyas. Melihat foto yang diunggah oleh akun gosip di Instagram dan sudah mendapat lebih dari lima ribu suka dengan mata membesar. Foto dirinya dan Za di tangga darurat. Foto yang sama dengan yang Jaka kirimkan semalam. Di bawah foto itu tertulis sebaris judul: Terciduk Sedang Berduaan di Tangga Darurat, Za Asslam Diam-diam Berkencan?
"Sialan!" Robi mengembalikan ponsel Tyas dengan geram dan bersiap mengambil langkah.
Tyas melihatnya dengan raut kebingungan. "Eh, lo mau ke mana?" Wanita itu cepat-cepat bertanya sebelum Robi melangkah semakin jauh.
"Ngajar anak setan!" sahut Robi sambil menempelkan ponselnya ke telinga. Menunggu sebentar. Lalu, "Temui gue di atap. Sekarang!"
***
Robi berdiri di rooftop gedung perusahaan tempatnya bekerja. Ia memegang ponsel---memeriksa komentar pada unggahan foto viral dirinya dan Za---dengan sebelah tangan, sementara tangan satunya mencengkeram pagar pembatas dengan erat. Ketika mendengar bunyi pintu dibuka, ia langsung berbalik dan berderap dengan langkah panjang-panjang. Satu tangannya cepat menangkap kerah kemeja Jaka yang terlambat mengelak.
"Gue bisa jelasin, gue bisa jelasin." Jaka mengangkat kedua tangannya dengan sepasang mata membelalak ketakutan. "Gue udah bilang sama lo semalam, tapi lonya gak ada resp---"
"Gue gak ngerespon bukan berarti lo bisa seenaknya ngunggah foto orang!" potong Robi mengencangkan cengkeraman hingga buku-buku jarinya memutih."Bukan gue yang ngunggah," sangkal Jaka dengan suara tercekik. Kulit lehernya mulai pedih tergesek kain.
"Gue tau itu akun gosip punya lo." Robi bisa melihat kilasan kaget di mata Jaka. Temannya itu menghela napas sambil memalingkan wajah. Kedua tangannya juga diturunkan. Saat itu Robi melepas cengkeramannya dengan sedikit keras sampai tubuh Jaka terhuyung mundur.
"Gue kasih lo waktu dua menit buat hapus itu foto," tegas Robi sejurus kemudian.
Jaka menatapnya sambil mengusap-usap lehernya yang memerah. Hampir saja ia mati tercekik. "Dihapus juga percuma. Postingan itu udah dilihat lebih dari lima ribu orang dan di-share berkali-kali."
Jaka melihat Robi bertolak pinggang memunggunginya. Rahang pria itu tampak mengetat dari belakang sini. Jaka jadi frustrasi melihatnya. Ia tidak menduga foto yang ia unggah di akun gosip miliknya---Robi satu-satunya orang yang tahu soal ini dan itu cukup mengejutkan---membuat Robi jadi semarah itu. Sekarang ia jadi bingung harus berbuat apa. Padahal di foto itu wajah Robi tidak terlihat karena ia mengambilnya dari atas tangga tepat menangkap wajah Za.
"Lo gak usah khawatir," ujar Jaka lama kemudian. Berharap kata-katanya ini bisa mengurangi kemarahan Robi. "Muka lo gak kelihatan kok. Orang-orang gak bakal tau kalo---"
"Masalahnya bukan di gue tapi Za!" sentak Robi membalikkan badan---jantung Jaka nyaris copot karena berputar tiba-tiba---sambil menatap marah. "Lo bisa ngerusak karir dia!"
"Ngerusak gimana?" Jaka mengerut dahi merasa tidak terima. "Lo kayak gak tau Indonesia aja. Makin panas gosipnya, makin banyak yang ng-endorse." Ia menarik jaket kemejanya sambil membuang muka. "Yang ada malah gue bantu naikin karir dia."
Robi kembali diam dan Jaka bisa melihat kerutan jengkel di pangkal alis teman sekaligus bawahannya itu. Jaka menyadari ada yang berbeda dari Robi. Ia mengernyit saat menyadari ini.
"Lagian lo aneh. Sejak kapan lo jadi peduli sama masalah artis?"
Serentak Robi menoleh dengan emosi di wajahnya yang berubah. Ia ingin menarik kerah kemeja Jaka tetapi malah tertegun. Dahinya pun turut berkerut. Benar juga. Kenapa dia harus peduli pada karir Za?
***
"Jadi sekali lagi Za tegaskan ... Za enggak ada hubungan apa pun dengan siapa pun."
Bunyi pintu yang diketuk mengakhiri sesi rekaman klarifikasi Za soal fotonya yang viral. Setelah mengunggah video rekaman itu ke Instagram pribadinya---nanti akan ia kirimkan juga pada manager mereka untuk diunggah di Instagram dan YouTube Chanel Asslam, Za lekas membukakan pintu. Bunda berdiri di sana, menatapnya dengan pandangan kamu baik-baik aja?
Za mengangguk menjawab pertanyaan bunda yang tidak diucapkan. Bunda turut mengangguk meski raut mukanya masih menunjukkan kekhawatiran.
"Ayah mau bicara," kata bunda lama kemudian. Keduanya masih berdiri berhadapan di ambang pintu."Soal foto yang viral itu, Bun?" tebak Za langsung. Wajahnya terlihat murung. Berita itu membuatnya lelah seharian. Ia harus menjelaskan kebenarannya kepada beberapa pihak. Pertama bunda---mereka sedang bersama saat Za menerima telepon dari managernya yang mengabarkan soal itu, lalu teman-temannya, lalu CEO agensi mereka. Dan sekarang giliran ayah yang beberapa jam lalu juga sempat bertanya lewat telepon.
"Bunda rasa sih iya."
Selintas Za tampak merenung sebelum akhirnya turun bersama bunda ke lantai satu. Menemui ayah yang sedang ngeteh di ruang keluarga sambil melihat ponsel. Za mengambil duduk di samping ayah dalam satu sofa, sementara bunda menyingkir ke dapur memberi mereka waktu untuk bicara.
"Ayah udah lihat beritanya," kata ayah langsung dengan kalimat pembuka yang sama.
"Za juga udah ngunggah video klarifikasi barusan," jelas Za lalu menarik napas dan membuangnya dengan cepat. Belum berani menoleh kepada ayah yang kini memindai tatapannya pada teh di meja.
"Terus gimana?" Ayah menyesap tehnya sesaat sebelum kembali memusatkan perhatian pada Za.
"Ya itu fitnah. Za gak menjalin hubungan seperti yang diberitakan."
"Lalu kenapa kalian bisa berduaan aja di tangga darurat? Yang lain ke mana?"
Za menghela napas sejenak sebelum menjelaskan, "Jadi awalnya Za diminta ikut dia karena ada yang mau ditunjukin. Ternyata dia mau minta tandatangan Za buat mamanya." Melihat ayah mengerutkan dahi, Za lekas menambahkan, "Dia malu karena jurnal mamanya feminim banget. Warnanya pink, Yah. Cewek banget. Makanya dia ajak Za ke---"
"Tempat sepi," sela ayah ringan.
Za agak terkejut dan hendak membantah, tetapi akhirnya malah mengangguk dengan wajah cemberut. "Za salah, sih. Harusnya Za gak asal ikut aja."
Ayah tak ingin menghakimi. Ia memalingkan wajahnya ke depan sembari menyilangkan kaki. "Kalian saling kenal?" tanyanya kemudian.
Za menggeleng. "Za taunya dia itu fotografer majalah yang waktu itu emang lagi ada agenda wawancara sama Asslam buat majalah edisi spesial mereka."
Ayah manggut-manggut. Sejenak melihat Za yang kini menarik napas karena tadi bicara tanpa titik-koma. Kemudian, "Jadi beneran gak ada hubungan?" tegasnya sekali lagi.
Za menggeleng, mengangkat dua jarinya di samping pipi sembari berkata, "Demi Allah Za jomlo."•
•Find me on @yoonisri_
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLA GAMBUS - Bingkai Rindu Alkahfi
FanfictionSudah Terbit [ Revisi: Judul sebelumnya Days with Sabyan ] SAAT semua orang falling in love kepada Syaza Fadhilah, vokalis Band Religi terkenal yang super cantik dan memiliki suara merdu, Robi Alkahfi, fotografer dua puluh empat tahun yang bekerja u...