WAKTU sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika acara resepsi pernikahan yang dilangsungkan secara sederhana di kediaman keluarga Za selesai digelar. Meninggalkan keluarga besarnya yang masih berkumpul di ruang tengah, wanita itu bergegas ke kamar tidurnya di lantai atas. Ia sudah gerah, ingin cepat-cepat membersihkan diri lalu tidur. Tetapi ia langsung tercengang begitu melihat kondisi kamar tidurnya yang sudah disulap menjadi kamar pengantin.
Kain panjang warna-warni menjuntai dari langit-langit ruangan sampai ke lantai. Bunga-bunga sintetis tergantung menyebar di seluruh dinding dengan pencahayaan yang temaram. Oh, jangan lupakan juga tempat tidurnya yang sudah dipenuhi kelopak mawar berbau semerbak. Aih, Za sampai merinding membayangkan dirinya harus tidur di sana bersama Robi malam ini.
Sebenarnya jika dibandingkan dengan kamar pengantin, Za lebih setuju kalau kamarnya ini dijadikan set film horor. Sudah remang, pengap pula. Za saja enggan melangkahkan kakinya ke dalam sana saking ngerinya. Tapi mau bagaimana lagi. Ia sudah teramat lelah dengan serangkaian acara yang menyiksa. Belum lagi pakaian pengantin yang dikenakannya saat ini lumayan berat. Akhirnya Za berjalan masuk sambil menjinjing bawahan gaunnya yang menyapu lantai dan membiarkan pintu tetap terbuka.
Ia tengah menghapus riasan di wajahnya ketika Robi masuk tanpa mengetuk pintu. Punggungnya menegang saat langkah kaki terdengar mendekat setelah bunyi kunci diputar. Pasalnya ia sudah melepas kerudungnya sejak tadi dan laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu kini menatap dirinya secara terang-terangan. Lalu memangnya kenapa kalau ditatap seperti itu? Toh mereka sudah halal dan bebas mau ngapain saja. Jadi apa salahnya?
“Butuh bantuan?” tanya Robi sambil melepas dasi kupu-kupu lalu kaus kakinya.
Za meliriknya lewat ekor mata. “Gak usah, saya bisa sendiri,” tolaknya dengan suara yang diusahakan tidak terdengar ketus atau gugup.
Robi manggut-manggut. Kemudian, “Aku mau mandi,” katanya sambil berdiri dan mulai menanggalkan kancing kemejanya. “Aku pinjam handuk kamu, ya?”
Za mengangguk. “Handuknya di gantungan kamar mandi,” sahutnya sambil menunjuk kamar mandi dengan dagu. Berusaha agar tidak menoleh ke arah Robi yang sudah bertelanjang dada.
Robi melihat ke arah yang ditunjuk dan mengangguk. Lalu kembali kepada Za yang masih belum selesai. “Kamu gak mau mandi bareng sekalian?” tanyanya kemudian dengan senyum penuh arti. Sengaja ingin menggoda Za.
Wanita itu menoleh dengan raut mukanya yang lelah juga kesal. “Belum pernah ya ditabok bolak-balik pake kaki?”
Dan tawa Robi langsung meledak di kamar temaram itu. Lucu sekali membayangkan bocah dua puluh tahun itu mengangkat kakinya tinggi-tinggi hanya untuk memukul wajahnya.
***
Za terlompat kaget ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Setengah enam pagi! Ya Allah, ia terlambat salat subuh.
Saat hendak menyibak selimut yang membungkus kakinya, ia terkejut mendapati Robi masih tidur di sampingnya dalam posisi tengkurap. Bukan karena kehadiran Robi di tempat tidurnya---semalam mereka sudah sepakat tidur di ranjang yang sama tanpa melakukan apa pun, Za belum siap jika Robi harus menyentuhnya malam itu juga, tetapi keadaan Robi yang tidur dalam kondisi bertelanjang dada itu yang membuatnya terkejut. Ia bisa melihat dengan jelas punggung kekar Robi yang naik turun dengan perlahan.
Memang semalam udara terasa panas sampai mereka harus menyalakan kipas angin sebab di kamar Za memang tidak ada AC---ia memang tidak suka tidur dengan AC menyala. Tapi sepertinya pria itu masih memakai kausnya semalam. Jadi kapan pula ia melepasnya? Apa saat Za sudah terlelap?
Za menggeleng kuat-kuat. Tidak ada waktu untuk memikirkan perihal tidak penting semacam itu. Cepat-cepat ia turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Ia harus cepat-cepat berwudu dan mengerjakan dua rakaat subuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLA GAMBUS - Bingkai Rindu Alkahfi
FanfictionSudah Terbit [ Revisi: Judul sebelumnya Days with Sabyan ] SAAT semua orang falling in love kepada Syaza Fadhilah, vokalis Band Religi terkenal yang super cantik dan memiliki suara merdu, Robi Alkahfi, fotografer dua puluh empat tahun yang bekerja u...