SETELAH menghebohkan seisi kafe dengan aksi pelecehan yang dilakukannya, kini Robi digiring oleh petugas polisi menuju sel tahanan. Ya, vokalis Asslam itu tidak terima dan melaporkan Robi kepada pihak kepolisian dengan tuduhan pelecehan. Rasanya sudah seperti pelaku pemerkosa saja, ewh!
Saat dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, sempat terjadi aksi adu mulut antara dirinya dan Za. Wanita itu ngotot Robi harus dihukum berat karena telah melecehkan dirinya di muka umum. Sementara Robi keukeuh menganggap dirinya tidak bersalah lantaran menganggap sebuah ciuman bukanlah sesuatu yang berlebihan. Karena pendapatnya yang gila itu, ia langsung ditetapkan sebagai pelaku dan dipidana satu tahun enam bulan kurungan penjara.
Kini pria berusia dua puluh empat tahun itu mengacak-acak rambut merutuki kebodohannya dalam sel tahanan. Bayangan Za yang terkejut dan menamparnya tadi membuatnya frustrasi. Sebenarnya Robi hendak mencium Za di pipi, bukan di bibir. Tetapi saat Za menoleh ke arahnya dengan tampang kaget, ia seolah tengah melihat ‘dia’ di situ. Untuk sesaat Robi seperti tersihir. Perasaan rindu yang membuncah membuatnya tak sadar malah mencium bibir Za. Ia baru sadar ketika wanita itu mendorong lalu menampar pipinya.
Tapi Robi sama sekali tidak menyesal telah mencium wanita itu. Justru sebaliknya, ia merasakan perasaan asing yang menjalari dadanya saat kecupan itu berlangsung. Perasaan hangat dan nyaman, yang belum pernah didapatnya dari satu-satunya wanita yang pernah dikencaninya dulu.
Ah, mengingat itu hati Robi seperti dicubit. Pedih. Meninggalkan rasa nyeri yang tak kunjung berhenti. Padahal sudah cukup lama berlalu. Satu tahun atau mungkin lebih. Tapi tetap saja, bayang-bayang sosoknya masih setia mengikuti.
Kembali memfokuskan pikirannya pada Za, Robi menarik lututnya ke depan dada. Membayangkan kembali ekspresi kemarahan di wajah Za. Hasilnya ia jadi senyum-senyum salah tingkah. Setelah ini mamanya pasti akan mem-bully dirinya habis-habisan. Katanya gak suka, tapi disosor juga di depan umum. Robi bisa membayangkan bagaimana ekspresi mamanya saat mengatakan itu nanti. Eh, ngomong-ngomong, kenapa mamanya belum datang?“Robi Alkahfi.”
Ia menoleh ketika salah seorang petugas polisi memanggil namanya. Lekas ia berdiri dan mencengkeram erat jeruji besi. Menatap si petugas dengan tatapan penuh harap. “Iya, Pak? Ada apa?”
Si petugas polisi membuka kunci selnya sambil berkata, “Ada yang besuk kamu.”
Panjang umur. Mamanya datang.
Robi segera dibawa menuju ruang besuk dengan kedua tangan di borgol ke depan. Saat tiba di sana, bukan mamanya yang ia dapati, melainkan pasangan suami-istri setengah abad yang masih terlihat tampan dan cantik.Sejenak Robi mengamati pasangan itu. Sepertinya dari keluarga religius. Si suami mengenakan baju koko warna biru langit, sedangkan istrinya mengenakan gamis hitam dan kerudung lebar dengan warna senada.
“Saya Hamka, dan ini istri saya. Sakinah.” Pria bernama Hamka itu mengenalkan diri.
Robi mengernyit. Ia tidak mengenali Hamka dan Sakinah ini. Mendengar namanya pun baru kali ini.
“Kami orang tuanya Za.”
Ma to the ti!
Robi tidak lagi sesantai tadi. Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut di wajahnya. Ia gugup setengah mati saat meletakkan tangannya yang diborgol di atas meja. “Saya ... saya minta maaf, Om, Tante,” gumamnya dengan ekspresi menyesal yang dipaksakan. “Saya khilaf saat melakukan itu.”
Khilaf-saat-melakukan-itu? Robi merasa geli dengan ucapannya sendiri. Kok kesannya seolah ia sudah menghamili Za, ya?
“Khilaf?” ulang Hamka dengan kening berlipat. Reaksi yang sama juga ditunjukkan oleh istrinya.“Kamu tau bagaimana perasaan Za saat ini? Perbuatan kamu itu direkam banyak orang dan viral. Za yang jadinya harus menanggung malu akibat perbuatanmu.” Suara Hamka masih setenang saat ia mengenalkan diri, tetapi Robi yakin betul kalau pria seumuran mendiang papanya itu sedang menahan diri untuk segera memukul hidungnya.
“Kenapa kamu lakukan itu pada putri kami, hm?” Kali ini suara Sakinah yang terdengar. Ibu rumah tangga yang masih terlihat muda dan sangat cantik itu terlihat kecewa. Robi jadi merasa kasihan.
Saya ditantang Jaka, Tante. Kalau saya berani nyium putri Tante di depan umum, mobil dia buat saya. Kan lumayan. Robi tentu akan memotong lidahnya sendiri kalau ia sampai berani berkata seperti itu.
“Saya sayang sama Za, Om, Tante,” gumam Robi lama kemudian. “Saya ... cuma ingin Za tau kalau saya ini ada. Saya ingin Za bisa melihat saya. Dan saya gak tau harus berbuat apa lagi supaya Za tau perasaan saya.”Sumpah demi mendiang papanya yang sudah tenang di alam barzah, Robi mual mendengar ucapannya sendiri. Sepertinya ia butuh toilet sekarang juga karena ia benar-benar ingin muntah.
“Bukan begitu caranya menunjukkan cinta kepada seorang wanita, Robi. Yang kamu lakukan itu justru telah merusak kehormatannya. Islam telah mengatur dengan jelas bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan bergaul. Dan apa yang kamu lakukan itu jelas-jelas sudah menyalahi syari’at.” Suara Hamka terdengar seperti sedang menahan geraman.
Robi menelan ludahnya gugup. “I-ya, Om. Saya salah, saya benar-benar minta maaf.”
Hamka menghela napasnya kasar. Merasa tidak habis pikir pemuda di hadapannya ini melakukan tindakan tidak pantas untuk menunjukkan rasa sukanya. Terlebih lagi pada putrinya yang merupakan gadis baik-baik.“Jadi kamu benar-benar menyayangi Za?” tegas Hamka setelah berpikir cukup lama.
“Iya, Om.”
Hamka mengangguk-angguk. Sejenak menatap istrinya yang memberikan anggukan pula, lalu berkata dengan nada tegas, “Kalau begitu nikahi Za. Saya memberi kamu restu.”
What the ...?
Robi mengangkat wajahnya dengan gerakan super cepat. Ia tidak salah dengar, kan? Menikahi wanita dua puluh tahun yang tidak ada seksi-seksinya sama sekali? Demi appaaah?! Mamanya bakal jingkrak-jingkrak kegirangan kalau hal itu sampai betulan terjadi.
“Kamu laki-laki yang bersama Za di tangga darurat, kan?” tanya Hamka tiba-tiba menyinggung foto viral waktu itu. Ia menatap Robi lekat-lekat guna menunjukkan kesungguhan. “Saya akan menjamin kamu bebas kalau kamu benaran tulus sama Za. Dan itu hanya bisa dibuktikan dengan menikah.”
Oh tidak! Penawaran itu membuat Robi dilema. Ia tidak menyangka alasan penuh dusta itu justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Jaka sialan! Semua ini gara-gara tantangan gila itu plus kebodohannya yang mau-maunya menerima. Robi ingin menolak, tapi tidak mungkin mengingat alasannya tadi terdengar begitu meyakinkan.
Robi mengusap pelipisnya gelisah. Sejenak menoleh ke Sakinah dan Hamka yang menunggu keputusannya. Akhirnya setelah berpikir cukup lama sampai membuat orang tua Za gregetan, barulah ia mengangkat wajahnya menatap tepat ke mata Hamka.
“Baik, Om. Saya akan menikahi Za.”•
•Find me on @yoonisri_
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLA GAMBUS - Bingkai Rindu Alkahfi
FanficSudah Terbit [ Revisi: Judul sebelumnya Days with Sabyan ] SAAT semua orang falling in love kepada Syaza Fadhilah, vokalis Band Religi terkenal yang super cantik dan memiliki suara merdu, Robi Alkahfi, fotografer dua puluh empat tahun yang bekerja u...