Empat

933 73 10
                                    

"Dianterin sama siapa?" Tanya Shallo ketika melihat Shilla berjalan memasuki rumah.

"Temen. Maaf Shilla pulang nya telat." Shilla menunduk, menatap kaki jenjang nya yang selalu mengganggu aktivitas Shilla.

Shallo berjalan ke arah Shilla kemudian berlutut agar posisi nya dan posisi Shilla sejajar.

"Maafin abang ya? Kamu gapapa?"

Shilla mendongak, "Gapapa." Ucap nya dengan sebuah senyum simpul yang seakan menutupi kebohongan hati nya.

Kapan Shilla baik baik saja?

Kapan hati nya bisa kembali pulih?

Kapan masalalu tidak menjerat nya seperti sekarang ini?

Mungkin nanti. Tapi, entah kapan. Shilla tidak mengetahui nya. Namun Shilla yakin, tuhan tidak akan membiarkan Shilla terus seperti ini.

Bunda bilang, rencana tuhan lebih indah dibandingkan ekspetasi manusia.

Shallo menggenggam kedua tangan Shilla, "Shilla tau kenapa abang sekeras ini sama Shilla?"

Shilla menggeleng.

"Abang pernah ngerasain rasa nya jadi kamu. Abang mencintai seorang gadis, tapi tanpa alasan apa apa dia pergi. Entah kemana dan kapan kembali nya. Tapi sekarang, abang sudah berusaha untuk tidak perduli soal kapan kembali nya dia. Karena abang tau, hal itu mustahil. Dia tidak akan pernah kembali."

Shallo menghela nafas, sebenarnya dia tidak mau mengungkit hal ini lagi, namun dia mau agar Shilla berusaha seperti apa yang dia lakukan pada masa lalu nya.

"Sama seperti Shilla, Rey udah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Hapus semua. Shilla harus buka lembaran baru. Abang tau, Shilla lebih kuat dibanding abang. Ya kan?"

Shilla menggeleng, "Kenyataan nya gak seperti itu."

Shallo mengelus lembut kepala Shilla. Mungkin sekarang kondisi hati Shilla masih belum baik dan bukan waktu yang tepat untuk Shallo membahas hal yang sensitif bagi Shilla.

"Abang buatin susu coklat ya?"

Lagi-lagi Shilla menggeleng, "Aku mau tidur, capek."

"Ohiya. Abang anter ya."

****

"Shilla lo dimana?"

Shilla mengucek mata nya, "Di kasur."

"Lah kutil, gak ngampus lo?!" Suara nyaring terdengar dari seberang sana membuat Shilla menjauhkan Handphone dari telinga nya.

"Mon, masih pagi berisik banget lo kaya ayam."

"Masih mending gue ayam, dari pada lo tidur mulu kaya kalong!"

"Nanti gue ke kampus satu jam setengah lagi. Siap-siap dulu."

Monica mengangguk, padahal Shilla tidak melihat nya. "Oke bye bye!"

Panggilan terputus. Shilla membuang nafas malas.

Kuliah. Hal yang paling memalaskan. Tapi jika tidak kuliah, dari mana Shilla bisa menggapai masa depan nya?

Baiklah Shilla. Satu tarikan nafas dan sekarang turun dari kasur kemudian bergegas mandi.

"Akh!" Shilla meringis, dia lupa kalau dia tidak seperti orang kebanyakan yang bisa berjalan.

Who are you? [Hiatus] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang