Dua Puluh Empat

641 61 18
                                    

Setelah mengunci pintu kamar rapat-rapat, Shilla menjatuhkan dirinya dari kursi roda. Menumpahkan segala beban lewat air mata yang sejak tadi susah payah ia tahan.

Bagaimana Rayka mengantarkan Shilla sampai depan rumah dan menatap Shilla dengan tatapan menyesal, menyesal karena telah menyerahkan hati nya pada Shilla membuat hati Shilla terasa sangat nyeri.

Shilla bodoh. Ia telah memainkan hati pria yang jelas-jelas telah mencintai nya dengan tulus.

Shilla meremas jaket yang ia pakai, menumpahkan segala sesak yang sekarang menguasai dada nya. Rasa sakit yang datang seolah tengah menghukum Shilla saat ini.

Suara petir yang menggelegar di luar seakan menjadi wakil hati Shilla. Hati nya bergemuruh. Shilla marah. Ia marah pada dirinya sendiri.

Shilla memang sudah gila. Ia gila dengan Reyhan sampai tak menyadari bahwa hati nya sudah bisa menerima yang lain. Shilla seakan merasa bahwa hanya Reyhan yang dapat mengisi hati nya.

Shilla menjerit, berusaha melepaskan segala beban nya saat ini. Air mata nya tak pernah mau berhenti, Shilla menangis dengan tangan yang terus memegangi cincin pemberian Rayka.

Shilla bersumpah, ia telah mencintai Rayka. Laki-laki yang selalu ada untuk Shilla. Yang selalu mengerti apa yang Shilla mau. Selalu datang disaat Shilla membutuhkan, memeluk Shilla dan mengatakan bahwa ia akan selalu bersama Shilla.

Tapi sekarang, Rayka memutuskan nya. Benar-benar memutuskan nya. Rayka pasti tidak sudi memiliki hubungan dengan gadis licik seperti Shilla. Sudah licik, cacat pula.

Shilla tau dia memang tidak pantas dicintai, sampai kapanpun.

***

Pagi hari nya Shilla bangun dengan wajah berantakan. Mata nya bengkak dan memerah, rambut nya tak tersusun rapih. Bahkan Shilla masih memakai baju yang kemarin. Mungkin Shilla terlalu lelah hingga tertidur di lantai tanpa mengganti baju terlebih dahulu.

Untung nya saat ini Shilla sedang sendirian. Kakak dan Ibu nya sedang pergi keluar kota untuk menjenguk keluarga yang tengah sakit. Awal nya Shilla ingin ikut, tapi tidak jadi karena ia masih mau meluruskan hubungan nya dengan Rayka.

Kalau tau kejadian nya akan seperti kemarin, Shilla akan memilih untuk ikut dengan keluarga nya agar kejadian kemarin tidak terjadi.

Tangan mungil nya terulur untuk berpegangan pada kursi roda, dan dengan gerakan perlahan Shilla berhasil mendudukan diri nya di kursi roda.

Shilla harus mandi sekarang. Pikiran nya butuh penyegaran dan tubuh nya juga butuh dibersihkan.

Shilla melepas semua pakaian nya, berdiri secara perlahan kemudian membiarkan air shower membasahi seluruh tubuh nya yang polos.

Setelah di rasa sudah cukup segar, Shilla beralih merendam dirinya di dalam bathup berisi air hangat dengan lilin aromatheraphy.

****

Shilla sedang menata rambut nya ketika benda pipih diatas nakas itu berdering terus menerus.

Shilla hanya menoleh, ia malas barang hanya sekedar melihat siapa yang menelfon nya di pagi hari seperti ini. Shilla malas berbicara dengan siapapun pagi ini.

Atensi nya kembali pada cermin, menyisir rambut yang masih setengah basah dan memperhatikan wajah yang terlihat sangat miris. Mata Shilla membengkak, mungkin karena semalaman menangis lalu langsung tertidur.

Ponsel yang dari tadi berdering kini telah berhenti. Hanya berbunyi satu kali, notifikasi pesan seperti nya. Mungkin orang yang tadi lelah menelfon akhir nya hanya mengirim pesan.

Who are you? [Hiatus] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang