20

2.6K 399 9
                                    

Aku belum tau harus mendeskripsikan suasana sekarang seperti apa.

Biasa aja?

Canggung?

Tegang?

Santai?

Pak Choi, Pak Lee, Pak Kwon, Jenna, Hong Jisoo, Aku, ada diruangan yang sama.
Ditambah pipi kiri Jisoo yang lebam, dan sudut bibirku yang robek.
Boleh juga si Jisoo ini.

Jenna diujung sana yang kelihatannya marah banget terus menatapku tajam.

Wow, nyaliku jadi ciut.

"Kalian berdua nggak ada yang mau buka mulut?" Pak Kwon kemudian mulai bicara, tapi lagi-lagi, suasananya aneh. Nggak ada yang berani bicara.

Bukan, bukan tidak berani. Kalau dari sudut pandangku, aku mana mau bicara dengan seenak jidatnya kalau habis berantem. Aku nggak mau Jenna tau.

Tapi, kayaknya sih udah tau duluan.

Aku yang melihat Hong Jisoo mulai membuka mulut itupun menatap kearahnya tajam.

Jangan ngomong.

"Nggak ada apa-apa, Pak."

Bodoh banget. Dengan dia ngomong gitu, pasti ada apa-apanya.

"Memangnya saya nggak tau kalian habis berkelahi?!"

"Enggak berkelahi sih, Pak. Kami ngetes pukulan masing-masing. Siapa tau bisa jadi atlet boxing atau MMA." Aku menjawab dengan nada santai untuk menutupi kebodohan si Jisoo. Kadang-kadang otakku jalan disaat-saat seperti ini. Jenna yang mendengar jawabanku pun lantas melotot tajam disebrang sana.

Kira-kira tatapannya kurang lebih kayak gini.

"Bodoh banget bodoh!!!!"

"Otak dipake dong Yoon Jeonghan!!!"

"Udah gila ini orang."

Pak Lee geleng-geleng kepala, disusul desahan pasrah Pak Kwon dan Pak Hong. Aku nyengir.

"Jenna, liat ini temanmu." Pak Kwon pun menunjukku tanpa melihat ke arahku. Ish.

"Coba kamu ajak lagi jadi orang yang bener si Jeonghan ini."

"I-iya, Pak." Jenna akhirnya bicara walau pelan dan singkat. Aku masih melihatnya dari seberang.

"Pergi kalian bertiga!"

Udah? Gitu doang?

***

"Jen pelan-pelan dong nariknya," Ucapanku yang ini bisa aja cuma lewat ditelinganya. Karena faktanya, bukannnya mengendurkan genggamannya, justru malah makin digenggam kuat. Aku meringis.

Jenna kira-kira menarik tanganku selama 5 menit menuju belakang sekolah. Setelahnya ia melepaskan tangannya, meninggalkan bekas merah ditanganku.

"Liat, Jen." Kataku sambil mengangkat tanganku persis diwajahnya, ia hanya mendengus kesal.

"Kamu yang mukul duluan kan?" Tanya Jenna tanpa basa-basi dulu padaku. Aku memperhatikan Jenna yang wajahnya memerah, menahan amarah.

"Iya."

Jenna lagi-lagi mendengus, "kenapa?"

"Urusan laki-laki."

"Apaansih, kasih tau nggak?"

"Mau aja atau mau banget?" Tanyaku sambil sedikit membungkuk, agar wajahku bisa sejajar dengan wajahnya.

"Mau doang."

"Cium dulu,"

"Ogah!"

"Yaudah, nggak dikasih tau."

"Yaudah, aku nanya sama Jisoo aja."

"Nggak boleh! Dilarang. Haram."

"Hahahaha."

"Aku serius,"

"Serius apa? Jangan nanya ke Jisoo?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Aku nggak suka. Dia ganggu hubungan kita."

"Mau diganggu siapa juga, aku tetep sama kamu kok." Ia mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum manis.

Hng. Aku ingin pingsan.

***

Ujian nasional hampir bisa dihitung pakai kedua puluh jari, yang otomatis membuatku terperangkap dizona dimana disekolah belajar, dirumah disuruh belajar, lagi mau main ke kafe pun disuruh belajar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan pacar tersayang.

Seperti hari ini, hari sabtu, Jenna mengajakku ke kafe khusus belajar, yah intinya sih gitu. Kafenya didesain untuk pelajar yang bosan belajar dibalik bilik terus.

Tapi, kapan lagi ngeliat pemandangan indah kayak gini? Melihat pacar yang rambutnya dikuncir kuda, pakai kacamata, dan belajar serius? Kapan-kapan kalian harus coba yang kayak gini.

Aku menopang wajahku menggunakan tangan sambil terus memperhatikan Jenna yang belajarnya kelewat serius sambil tersenyum. Aku bahkan lupa udah ada diposisi kayak gini sejak kapan.
Merasa diperhatikan, ia menengok kearahku.

"Udah puas belum liatinnya?"

"Belum." Aku nyengir kuda sambil menegakkan kepalaku.

"Lagian serius banget belajarnya." Aku mengusap-usap rambutnya kencang, mengakibatkan rambutnya berantakan total. ups.

"Diem."

"Iya, deh."

"Belajar, wahai Yoon Jeonghan yang tampan. Nanti nilai ujianmu jelek, mau nggak lulus?"

"Kalo kamunya juga nggak lulus, aku juga rela ngga lulus kok hehehehe."

Pletak!

Kepalaku sukses dipukul dengan pensil yang ada ditangannya.

"Belajaar!"

"Siap, sayangku!" Aku mengangguk dan hormat kepadanya, yang dibalas dengan senyuman itu.

Astaga, Jen.

Aku bahkan hampir lupa kalau sebentar lagi mungkin kita bisa aja pisah.

a J team - Yoon Jeonghan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang