11

3.6K 594 24
                                    

Rasanya mau ngumpet aja di ujung dunia. Malu banget, asli. Ini daritadi aku cuma mikir gimana caranya biar hari ini aku ngga ketemu dengan Jeonghan selain dikelas.

Aku berjalan sambil sekali-kali menghadap kebelakang, kesamping kanan dan kiri. Takutnya, tiba-tiba ada Jeonghan yang ngagetin atau manggil namaku. Padahal, hampir ngga mungkin juga.

Aku memandang ruang kelasku nanar, meratapi kebodohan seorang Yoo Jenna.

Oke, tarik nafas.
Sambil membuang nafas pasrah, aku memasuki ruangan kelasku yang—

Astaga, baru ada satu orang yang datang.

Jeonghan.

Tolong, jangan biarkan Yoo Jenna dan Yoon Jeonghan ada didalam ruangan yang sama, apalagi ditambah sepi. Aku bisa pingsan nahan malu.

Aku masih mematung didepan pintu kelas, sambil memikirkan apakah aku harus tetap dikelas atau kabur pergi. Oh, tentu saja aku memilih opsi kedua.

Tanpa babibu, aku langsung membalikkan badanku menuju pintu kel—

"Mau kemana?"

—as.

Oke, ngga ada pilihan lagi selain lari sekencang-kencangnya.

Baru aja mau ambil ancang-ancang, doi udah ngomong lagi.

"Kalo kamu lari sekarang juga, aku kejar sampe aku dapet kamu."

Wow. Seram.

"Hehehe." Akhirnya aku berbalik menghadap dia yang ternyata udah ada didepan ku persis.

Duh, jantungku kenapa.

Dia memotong jarak kami, yang memang udah tipis, jadi makin tipis. Deket banget tolong.

"Engga usah sok malu, kan kamu udah malu-maluin." Katanya sambil mencubit hidungku hingga merah dan mengusap puncak kepalaku pelan.

"Siaal!!"

***

"Mau taruhan ngga sama aku?" Jeonghan tiba-tiba ada dibelakangku disaat aku sedang mengantri dikantin.

Aku melihat kearahnya dengan tatapan bingung sambil melihat-lihat wajahnya yang mana tau, doi lagi mau ngerjain aku.

"Apa?"

"Minggu kemarin kan ujian dari Pak Kwon, kalau aku dapet diatas 75 dan kamu dibawah 75, kamu harus nurutin apa yang aku mau. Oke? Gitu juga sebaliknya. Kamu mau minta album berapa juga nanti aku beliin deh."

Dia menarik nafas panjang karena baru aja menyelesaikan kalimat panjangnya. Aku menganga mendengar ucapannya.

Yoon Jeonghan, apalagi sih.

***

Hasil ujian.

Siapa sih, yang nggak tegang bin degdegan kalau gurumu itu memberitahu kalau ingin membagikan hasil ujian? Apalagi ujiannya mendadak. Udah gitu, materinya susah.

"Astaga, nyebut ajadeh aku kalo hasilnya dibawah 5."

"Ya Tuhan, dapet 5 aja aku udah bangga."

"Ngepas sama KKM juga ikhlas."

"Solidaritas, kawan. Harus remed semua biar kompak." Yeu, Seungcheol mulutnya bisa ya seenteng itu ngomongnya.

Daritadi, aku cuma diam aja ngeliatin Pak Kwon yang sedang melihat-lihat hasil ujian. Mukanya kadang menyerit, kadang bingung, kadang tersenyum.

Pak Kwon berdeham, membuat kami langsung diam seketika.

"Jeonghan,"

Ngga heran namanya dipanggil duluan. Biasanya, kalau Pak Kwon memanggil nama seseorang diawal, tandanya, kamu adalah calon orang yang akan diusir dikelas, atau hasil ujianmu bagus. Tapi manusia yang aku lihati itu dari tadi ngga ngapa-ngapain kok.

Jangan-jangan—

Hah? Yakali.

"Tumben kamu dapet segini?" Katanya sambil memamerkan kertas ujiannya.

80.

"Heol." Sumpah, satu kelas melongo kaget melihat nilai Jeonghan yang naiknya hampir seratus persen. Lalu setelahnya, mulai muncul bisik-bisik bahwa Jeonghan itu menyontek.

Tapi, gimana mau menyontek? Kalau ujiannya diawasi langsung begini?

"Usaha saya ngga sia-sia, Pak." Ia mulai bicara sambil mengangkat ujung alisnya bangga.

Satu persatu pun nama kami dipanggil, sebagian mendesah kesal, sebagian sudah pasrah dengan nilainya, sebagian lagi senang karena engga perlu remed.

Dan, nilaiku.

Aku mengehela nafas.

"74. Sayang banget, tanggung ke 75." Jeonghan menyahutiku dari belakang, membuatku otomatis berbalik menghadapnya yang menampilkan senyum remeh.

Sial.

"Aku tadi cuma iya-in karna aku ngga tau kalo kamu ternyata dapet nilai segede itu, Hannie!" Aku menggerutu kesal yang hanya dibalas dengan tawa renyahnya.

Aduh, adem.

"Yah, siapa suruh tadi udah janji. Nah sekarang, kamu turutin permintaanku."

"Seminggu aja ya?" Pintaku memohon, dengan mengeluarkan jurus andalan yang satu-satunya kupunya.

Dia tampak berdeham sebentar.

"Enggak, maunya selamanya."

"Gila kali."

"Kamu harus turutin. Kan perjanjian."

Aku memutar mataku malas. Toh, ngga akan se-selamanya itu, kan? Yakali banget gitu. Mungkin abis ini uang jajanku berkurang drastis gara gara Jeong—

"Jadi pacarku. Selamanya."

—han.

Semoga aku ngga salah dengar.

a J team - Yoon Jeonghan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang