17. ANGEL

5.7K 587 71
                                    


BAIKKAN AKU UPDATE TIAP HARI??? HAH HAH HAHHHH

Jadi mohon dengan sangat ya, para MATA TRANSPARAN munculkan diri kalian! Ya, itu istilah baru khusus dariku buat para silent rider.

Oh ya, cerita ini memang suka gantung di akhir chapter. Karena kalo gak gantung itu berarti THE END. Ok, ngerti kan?

Tapi ya, memang ceritaku yang suka gantung banget ya. Maaf deh hehe. Ini otak udah buntu jadi ya gimana, dari pada dipaksain nanti malah gak update berminggu-minggu. Dan lagi, aku ini gak bisa nulis cerita di atas 1.000 kata. Sulit vroh. Cobain aja kalo gak percaya. Ini juga sering aku usahain bisa sampe 1K bahkan lebih tapi ya... Sungguh sulit.

Ok lah, aku harap kalian mengerti dengan keterbatasanku yang satu ini.
Vomentnya jangan lupa.

Maaf atas typo yang selalu bertebaran dan semoga kalian ngerti dengan apa yang aku tulis di chapter ini.

Happy reading.

***

Pengorbanan seseorang itu kadang tak bisa terlihat secara langsung. Ada kalanya pengorbanan dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang menjadi alasan utama untuknya berkorban.

Seperti apa yang selalu Yuri lakukan.

Dalam renungannya, semua hening. Tak ada yang mengeluarkan suara. Semuanya berdiam dalam angan dan bayangan masing-masing.

***

"Ya, ini saya baru mau berangkat. Hmmm... Mungkin sekitar satu jam saya sampai ke sana." Xiumin beranjak dan berjalan dengan ponselnya yang setia berada disamping telinganya.

Tanpa sadar, Xiumin meninggalkan sesuatu di meja makan. Yuri yang melihat sebuah map biru tergeletak di meja segera membukanya lalu berlari keluar meninggalkan meja yang masih berantakan. Yuri tak perduli jika ia akan dimarahi saudaranya nanti.

"KAKKKKK..." Sayang, mobil yang membawa Xiumin telah meluncur jauh dari pandangan Yuri.

Tak ada pilihan lain, Yuri mengambil sepedanya. Terkejar ataupun tidak, yang penting berkas itu sampai. Hanya ada itu yang ada di pikiran Yuri.

Sepuluh menit sebelum meeting dimulai, Xiumin tak bisa diam duduk ditempatnya dengan tenang. "Astaga, ini berkas gue kemana? Arghhhh, pasti ketinggalan." Dengan gerakan cepat, Xiumin meraih ponselnya dan menelpon saudaranya yang kemungkinan berada di rumah.

"... Please cariin, gue yakin ada di meja makan... Iya astaga, itu berkas penting banget buat meeting kali ini... Arghhh, masa lo gak nemu sih?"

Xiumin mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia sudah pasrah jika semuanya melayang begitu saja. Keuntungan milyaran dollar yang sudah hampir ia gapai loloa begitu saja.

Dalam frustasinya, telepon kantor berdering nyaring. "Ya?"

"Maaf, Pak mengganggu..."

"To the poin!"

"Ini ada gadis yang membawa map biru..."

"Siapa?"

"Saya tak sempat bertanya, gadis itu hanya bilang bahwa ia membawa berkas untuk Bapak."

"Sekretaris Hyun turun sebentar lagi."

Dan dari situ, Xiumin menyuruh Sekretarisnya untuk segera turun mengambil dan mengecek berkas yanh dimaksud itu apa benar berkas yang ia cari-cari sampai frustasi itu.

Dan ya, itu berkas yang ia cari!

Dengan perasaan lega, ia berjalan penuh percaya diri menemui client nya. Tak ada lagi wajah frustasi seperti sepuluh menit yang lalu.

Menjelang siang, Xiumin berjalan ke ruang cctv. Melihat siapa yang datang tadi pagi. Tebakannya benar. Si bungsu Yuri ada dal rekaman. Dengan rambut acak-acakan, lepek dan kaosnya yang sudah banjir keringat. Ia yakin Yuri datang dengan sepedanya.

***

"Malaikat Mama rela mengejar sampai sejauh ini. Dan aku yakin ia bisa mengejar lebih jauh. Maafin Umin yang masih diam di tempat, Ma"

***

Hujan lebat masih mengguyur, Yuri masih di sana. Di ruang keluarga. Menunggu dengan cemas saat ada kakaknya yang belum pulang ke rumah. Yuri hanya bisa diam melamun sambil menatap pintu berkali-kali. Merasa ada suara kendaraan yang memasuki pekarangan, Yuri segera berjalan ke jendela. Mengintip siapa yang pulang.

Suho yang basah kuyup, berlari masuk ke rumah. Merasa aneh, Yuri segera mendekat. "Kakak kenapa basah?"

"Shttt, lo diem. Gue lagi kedinginan bukannya dikasih handuk malah di tanya-tanya. Lo gak berguna banget sih." Dan Suho berlalu begitu saja.

Yuri menatap nanar pada Suho yang kini berjalan naik. Perasaannya seketika menjadi sakit. Entah kenapa walaupun kata-kata itu sering kali didengar oleh Yuri, tapi tetap saja bisa menohok hatinya, ucapan yang selalu bisa menyayat hatinya dengan begitu dalam dan menyisakan rasa sakit.

Larut dalam malam, seperti biasa. Yuri tak bisa tidur. Insomnianya selalu datang setiap malam. Dan ini begitu menyiksanya. Yuri ingin tidur tapi ia hanya bisa terpejam tanpa terlelap. Perasaannya tiba-tiba gelisah. Yuri beranjak keluar dari kamarnya menuju lantai atas.

Ia tahu ia lancang dengan masuk tanpa izin ke kamar orang lain. Walaupun itu kamar kakaknya sendiri. Dengan langkah pelan, Yuri berjalan mendekati kasur yang berada di tengah-tengah kamar. Dengan penerangan yang hanya berasal dari lampu tidur, Yuri bisa melihat wajah pucat kakaknya. Meragu, tangannya terangkat ke dahi Suho yang terbaring dengan selimut tebal membungkus tubuhnya. Panas. Yuri panik. Ia segera mengambil apa yang ia butuhkan untuk mengompres Suho dan menurunkan demamnya.

Tak berapa lama, Yuri kembali. Mebangunkan Suho dengan takut. Tapi untung saja nada tajamnya tak keluar saat ini. "Makan dulu rotinya supaya Kakak bisa minum obat." Dengan telaten, Yuri merawat Suho.

Insomnianya ternyata berguna untuk dirinya agar tak tidur dan mengganti kompres Suho agar tak dingin. Semalaman Yuri tak tidur, juga tak beranjak pergi. Ia hanya sekadar pergi untuk menggambil air hangat dan kembali lagi ke kamar Suho. Menjelang pagi, Suho terbangun dan tak melihag Yuri di kamarnya.

Suho mendudukan tubuhnya dan mengambil bingkai foto yang ada di dalam laci nakas. Menatap bingkai itu dengan sendu. "Maaf..."

Cklek

Suho segera menyembunyikan bingkai itu. Ia menatap siapa yang masuk dan mendapati Yuri di sana.

***

"Malaikat kiriman Mama bekerja dengan baik. Maafin Suho yang gak bisa jaga malaikat Mama."

***

Dua dulu ya. Kita lanjut di bagian kedua besok. Papay

10 Nov 2018

Aku & Kalian (EXO) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang