10. Kehangatan

4.9K 493 25
                                    


Apa kehangatan yang tercipta ini bisa kurasakan setiap saat?

***

Angka sepuluh telah tertunjuk jarum jam. Tepat diangka itu Yuri terbangun.

Ia mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya.

'Mereka pergi tanpa perduli dan aku tak ingat apapun lagi.'

Yuri menghela napasnya yang memberat, menatap sekeliling dan ia tahu bahwa dirinya berada di kamar. Dengan selimut yang menutup hampir seluruh tubuhnya juga kompres yang ada di keningnya. Yuri mengangkat tangan dan menurunkan kompresan itu.

Cklek

Yuri menatap ke arah pintu. Sudah ia duga, Bibi Ahn yang ada di sana.

Yuri tersenyum, menatap sayu pada Bibi Ahn yang kini berjalan ke arahnya.

"Ayo, Non makan dulu." Bibi Ahn menyimpan bubur di nakas dan membantu Yuri untuk duduk dengan tumpuan bantal yang menjadi senderannya.

"Udah, Bi. Yuri mual," ucap Yuri saat suapan ke lima yang baru saja ia telan.

Bibi Ahn hanya mengangguk dan memberikan obat. "Kok aku bisa di kamar, Bi? Gak mungkin Bibi yang gendong aku ke sini kan?"

"Bukan, tadi Kakak, Non yang angkat. Mana mungkin Bibi yang sudah tua begini kuat angkat, Non." canda Bibi Ahn.

"Siapa?"

"Den Baekhyun. Kebetulan tadi pas berangkat, Kakak Non itu balik lagi karena ada yang ketinggalan."

Yuri mengangguk mengerti. "Kalo yang angkat kemaren?"

"Kemaren? Gak tahu, Bibi kemarin kan izin buat pulang dulu."

Yuri terdiam, "Tak mungkin hantu yang membawaku ke kamar, kan?" tanya Yuri dalam hati.

"Yasudah, Bibi keluar ya. Non Yuri tidur lagi supaya cepat sembuh." Yuri mengangguk dan memposisikan dirinya untuk tidur.

Tapi tidak.

Yuri tak bisa tidur.

Matanya tak bisa terpejam dan terlelap  lalu mengarungi mimpi.

Akhirnya hari itu hanya dilalui dengan lamunan panjang. Berbicara sendiri pada bingkai foto seperti orang gila dan kembali diam.

Ia tak bisa bangun, tubuhnya masih sangat lemas untuk memaksakan bangun seperti tadi pagi. Ia tak ingin kembali menyusahkan orang untuk mengangkatnya.

Baru saja memejamkan mata, suara pintu kembali terbuka. Yuri hanya diam, ia tahu itu pasti Bibi Ahn yang memintanya untuk makan siang. Tapi sungguh, Yuri tak ingin makan dan berakhir dengan pura-pura tidur.

"Hmmm, pemalas!"

Jantung Yuri tiba-tiba berdetak kencang. Ini bukan suara Bibi Ahn!

"Udah berapa jam tidurnya?"

"Hampir tiga jam, Den!"

"Hmmm, Yaudahlah. Kasih libur dulu."

Yuri masih diam tak bergerak, ia mengatur napasnya setenang mungkin agar tak ada yang tahu jika ia mendengar pembicaraan antara Bibi Ahn dan Dio, salah satu Kakaknya yang entah kenapa sudah pulang ke rumah jam satu siang seperti sekarang ini.

Tiba-tiba, Yuri merasakan guncangan pada kasurnya dan sebuah tangan yang menempel pada keningnya.

"Tadi panas banget ya, Bi?"

Bibi Ahn hanya mengangguk dan Yuri tidak bisa melihat itu.

"Hmm, masih lumayan sih," gumam Dio tiba-tiba dan itu hanya terdengar oleh Yuri.

"Nanti kalo bangun, kasih dia obat," ucap Dio lagi dan pergi begitu saja.

"Baik."

Dan suara pintu yang tertutup menjadi akhir percakapan itu, Yuri membuka matanya dan menatap Pintu. Entah kenapa, ada sesuatu yang menghangat pada tubuhnya.

Yuri tersenyum dan mengeratkan selimutnya. Mencoba benar-benar tidur dengan harapan sembuh yang kini hinggap pada pikirannya.

"Beri dia obat..." gumaman terakhir yang Yuri ulang terus-menerus sebelum akhirnya ia tersenyum dan tertidur lelap.

***

Cape ya kalo sedih-sedihan mulu...

Jiahhhh aku update malem. Masih ada yang nungguin kah?

Maaf banget kemaleman, aku bisa nulis ini dari jam sembilan'an karena sebelumnya abis bantu temen dulu bikin puisi.

Oh iya, makasih juga atas respon kalian semua di cerita ini. Huhuhu aku terharu. Komen kalian buat aku semangat dan pengen update lagi dan lagi, tapi apalah daya otakku ini kadang suka mampet dan butuh refreshing wkwkwk.

21 Okt 2018

Aku & Kalian (EXO) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang