Selamat membaca Bumi Bagian Empat teman-teman! Budidayakan Vote sebelum membaca, terimakasih >3
***
Terkadang hanya Bumi yang tau mengenai perasaan. Sedangkan kamu?
Kamu hanya tau tentang cara menyakiti perasaan. Sadis sekali.****
Aku melirik jam dinding di rumahku. Rasanya aku sudah hampir satu jam tidak melakukan apa-apa kecuali hanya menatap plafon kamarku, tetapi setelah menghitungnya aku hanya melakukannya sekitar lima menit.
Karena terlalu bosan aku mengambil jaket dan kunci motor, pergi kemana pun tempat yang tidak membosankan selain kamar.
Sekarang, tepat pukul empat sore di Bandung. Aku berdiri kokoh di sebuah rumah bertingkat dua yang baru pertama kali kudatangi. Aku ragu jika alamatnya benar, tapi aku tidak bisa menyalahkan Staf Tata Usaha jika alamat ini salah, karena aku pun bertanya dengan menyamar bahwa pemilik rumah ini dan aku harus melakukan belajar bersama karena aku adalah murid pindahan.
"Selamat Sore!" aku berteriak dari luar pagar.
Rumah ini sepi sekali, seperti kelihatan tidak berpenghuni.
"Selamat Sore!" tidak ada jawaban, sebelum akhirnya aku pasrah untuk pergi kudengar pintu rumah itu mulai terbuka.
"Lo?" gadis pemilik rumah itu pasti menatap bingung tentang kehadiran ku disini.
Aku tersenyum, menunggu apa yang akan di ucapkan gadis itu selanjutnya. "Ngapain di sini?"
"Eh, eng- gue mau ngajak lo jalan sekalian ngenalin daerah Bandung" ucapku sambil menggaruk belakang leher ku yang sama sekali tidak gatal. "Lo mau kan?"
Gadis itu mengernyitkan alisnya,"Gue cuma bantu lo di sekolah, di luar sekolah bukan tanggung jawab gue!" dia berbalik,"Gue gabisa gue sibuk!."
Aku terkejut, gadis itu nyaris menutup pagarnya sebelum dengan tiba-tiba tangannya terhenti dan keluar lagi. "Tapi kalo lo mau nemenin gue ke Gramedia gue mau!"
Terdengar seperti permintaan tapi faktanya gadis itu melipat kedua tangannya sambil menatap ke arah lain.
Aku menahan tawa melihat tingkah gadis ini lalu mengangguk santai, "Oke."
Gadis itu masuk ke rumahnya, setelah senyum manis yang di tampilkannya ketika mendengar jawabanku. Aku menunggu, cukup lama, aku baru tau jika menunggu seorang wanita berdandan harus selama ini. Setelah 20 menit gadis itu keluar, tidak ada yang berubah dari tampilan yang tadi, hanya mengganti baju lalu memoleskan liptint di bibirnya, aku memerhatikan.
"Maaf menunggu lama!"
Aku tersenyum,"Gak papa"
Motor perlahan kuhidupkan, lalu kami berjalan keluar dari perumahan asri di daerah Bandung tercinta ini, jelas saja kota ini menemukanku dengan seorang gadis yang memang sedikit sulit untuk di perjuangankan bahkan di dapatkan.
"Jadi jalannya kemana?" ucapku memecah keheningan, sedari tadi kami bahkan tidak mengobrol hanya melihat tragedi di sepanjang jalanan.
"Lurus, pertigaan itu belok kanan terus jalan beberapa meter kita sampe" gadis itu mengucapkan sesekali berirama dengan tangannya menunjuk ke arah jalan.
Aku mengangguk, pertanda mengerti. Terkadang aku memperhatikan apa yang dilakukan gadis ini dari kaca spion, entah dia sedang membenarkan rambut nya ataupun sedang fokus menatap jalanan.
*****
"Lo gak ikutan masuk?"
Aku terdiam, berfikir sebentar. Sampai pada akhirnya aku turun dan berjalan beriringin dengan gadis ini. "Lo suka berkutat sama buku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI
Teen Fiction"Kenapa sebagian orang nganggap kamu memiliki pribadi yang tenang? Apa karena Bulan pertanda dari satelit Bumi yang dingin?" Ini cerita klasik tentang kisah antara Gerhana dan Bulan. Gerhana yang suka menghilang dan Bulan yang selalu mengadu tentan...