5 tahun yang lalu di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Bandung, pendaftaran siswa/i baru sudah di buka, seharusnya setiap orang bahagia karena bisa naik tingkatan dari kelas yang sebelumnya. Tetapi berbeda dengan seorang gadis yang sedari tadi menangis meminta pulang, dia masih meronta-ronta walaupun kecil, agar tidak terlalu menjadi sorotan orang-orang.
"Bulan kamu sudah besar, jangan menangis!"
Gadis itu, Bulan, terdiam mendengar senggakan kecil dari Mamanya tadi. Alhasil gadis itu sekarang hanya bisa menahan air matanya.
"Mama, Papa di mana?"
Wanita yang berada di sebelahnya itu diam dan terus berjalan menggandeng lengan Bulan hingga sampai ke tempat pendaftaran.
Bulan masih setia menunggu jawaban dari Mamanya.
"Kamu sudah bisa masuk mulai hari senin, dan ingat pesan Mama, jangan nakal."
Bulan hanya mengangguk mengerti, "Bulan lapar ma."
Nesa—Mama Bulan memutar balik jalannya, mencoba mencari keberadaan kantin. Walaupun sesekali mereka harus bertanya kepada orang jika salah jalan. Karena sekolah ini begitu luas.
"Kamu duduk di meja ini, Mama mau pesan dulu."
Bulan mengangguk kecil beberapa kali, melihat Mamanya yang sudah semakin jauh untuk memesan sebuah makanan.
Bulan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, melihat seorang anak lelaki di seberang mejanya juga sedang sendiri, seperti Bulan saat ini. Bulan menghampiri anak lelaki itu, berharap dia akan mendapatkan teman bicara agar tidak bosan.
"Hai!" sapa Bulan kepada anak lelaki yang hanya menatap ke arah penjual makanan. Anak lelaki itu melirik ke arah Bulan sebentar, lalu mengalihkan pandangannya. Satu hal yang di fikirkan anak lelaki itu, gadis aneh.
"Aku Bulan," Bulan mengapungkan tangannya ke udara berniat untuk salam perkenalan tetapi sampai detik ke sepuluh tangan Bulan hanya di tatapi oleh anak lelaki itu.
"Tenang aja, tangan aku gak ada bakterinya kok!" ucap Bulan antusias sambil melontarkan senyuman.
"Yasudah kalau kamu tidak ingin berkenalan, tetapi aku membutuhkan teman cerita, kamu mau kan?"
Tidak ada balasan iya ataupun anggukan, Bulan memulai ceritanya.
"Kamu tau nggak, aku itu sebenarnya gak mau sekolah, aku cuma mau ketemu Papa tapi Mama bilang nanti. Sampai sekarang tidak jadi juga, menyebalkan ya!"
"Sebenarnya juga aku tidak lapar tapi karena aku tidak mau sendiri di rumah nanti jadi aku sengaja berlama-lama agar Mama tidak jadi pergi."
Masih tidak ada balasan dari anak lelaki itu, tapi Bulan tetap ingin bercerita yang penting dia tidak sedang sendiri sekarang. Walaupun dia tau bahwa sesekali anak lelaki tadi meliriknya.
"Aku suka baca buku, apalagi seputar Bumi! Wah aku punya banyak koleksi di rumah. Menurut aku, Bumi itu baik, dia selalu menjadi penenang coba deh kalau kamu sedang kesal kamu curhat ke Bumi, pasti dia dengan senang hati menghapus air matamu lalu memberikan sebuah lawakan kecil ataupun terkadang Bumi menjadi puitis, lalu dia menyemangatimu!" Bulan bercerita panjang lebar sambil sesekali tertawa kecil.
"Kamu suka apa?"
"Angkasa."
Bulan terkejut ketika anak lelaki itu mau membalas pertanyaannya. Walaupun tidak sepanjang dia bercerita tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI
Novela Juvenil"Kenapa sebagian orang nganggap kamu memiliki pribadi yang tenang? Apa karena Bulan pertanda dari satelit Bumi yang dingin?" Ini cerita klasik tentang kisah antara Gerhana dan Bulan. Gerhana yang suka menghilang dan Bulan yang selalu mengadu tentan...