BAGIAN TIGA : Pada Awalnya

1.1K 74 2
                                    

Selamat membaca Bumi Bagian Tiga! Budidayakan Vote sebelum membaca, terimakasih >3

***

Jangan memulai teori konyol itu lagi. Memberi harapan, membuat kepastian, lalu meninggalkan. Itu alasan mengapa sebagian orang lebih memilih menutup hati daripada di biarkan terbuka namun hanya untuk di sakiti.

****

Bulan melangkahkan kakinya malas untuk keluar dari kamarnya, padahal sedari tadi bel rumahnya berbunyi. Tak ada yang bisa membuka karena semua keluarganya sedang sibuk di luar, dan dia ditinggalkan sendirian di rumah.

"Iya sebentar!" kali ini bel itu berbunyi lagi, membuat sang penghuni rumah menggerutu kesal.

Pintu terbuka, menghadirkan sesosok pria yang sangat ia kenal betul rupanya.

"Rayhan?"

Pria itu tersenyum sebentar, membuka penutup kepalanya. Malam-malam seperti ini ada keperluan apa pria ini datang?

"Gue pikir lo latihan, tadi gue uda pasrah sih mau balik hehe" pria itu tertawa kecil.

Aku menatapnya seolah ingin bertanya mengapa datang malam ini? Tapi aku membiarkannya untuk melanjutkan apa yang ingin di katakannya terlebih dahulu.

"Oh iya, gue kesini mau minta tolong ajarin matematika boleh gak? Please gue mohon Lan!"

Aku terkejut, mendengar jawaban yang kurasa sama sekali tak logis. "Kenapa harus malam ini?"

Pria itu terdiam sebentar lalu menarik nafas panjang dan bersiap untuk menjelaskan.

"Bunda besok mau adain testing semua anaknya tentang matematika, lo tau kan Bunda gue gimana kalo anaknya gak ahli matematika. Bisa di coret gue dari KK!" pria itu bercerita sambil bergidik ngeri membayangkan jika namanya di coret dari KK dan dia tidak akan mendapatkan warisan leluhur.

Aku tertawa, "Iya gue bantu tapi besok bayarin makan ya!".

"Aman kalo masalah makan!"

Aku mempersilakan pria itu masuk, menyuruhnya untuk duduk di ruang tamu sedangkan aku mengambil segala keperluan tentang ribetnya sang matematika.

"Nih!" aku meletakkan tumpukan buku ke meja sehingga menghasilkan bunyi yang mendengung.

"Eh buset! Ini tumpukan buku atau baju banyak amat" pria itu mengeluh aku hanya tertawa kecil.

"Kita mulai dari aljabar ya!" aku membuka sebuah buku berisi pokok ajaran tentang aljabar.

Pria itu mengangguk walaupun dia tau ini pelajaran ekstra sulit.

Dua jam telah berlalu, pria ini pamit untuk pulang. "Makasih Lan, besok malam gue jemput deh sebagai ucapan terima kasih!"

Aku mengangguk,"Siap!".

Bayang pria itu perlahan menghilang. Rumahnya memang masih satu komplek denganku, jadi tidak perlu memakai sebuah kendaraan bermotor.

*****

"Bulan, Bulan lo tau gak? Astaga sumpah ya gue gak nyangka! Ini tragis tau gak lo!" baru saja aku hendak menaruh tas dan mendudukkan punggungku di kursi, Dhea datang dengan raut wajah yang tak terdefenisi.

"Apaan" aku menjawab malas.

"Itu astaga!" gadis itu berhenti sebentar, mengatur ritme bicaranya. "Cireng Buk Des naik lagi, buat modal nikah katanya!"

BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang