“Kau lihat suamiku?” tanya wanita bernama Song Qian pada salah seorang pelayan yang membawa makan malam untuk diantarkan ke kamar Kim Je Ni.
“Tuan Kim sedang menemui nona dikamarnya,” jawab pelayan itu.
“Ah~ ini makan malam untuk Jeni?” tanya Qian.
Pelayan itu mengangguk.
“Kemari, biar aku yang antarkan langsung pada Jeni.”
“Tapi Nyonya...”
“Tidak apa-apa, kembalilah kedapur,” ujar Song Qian seraya mengambil alih nampan dengan makan malam untuk Jeni diatas nampan tersebut.
***
Tuan Kim menghela nafas berat ketika melihat puterinya yang diam seribu bahasa bahkan memalingkan wajahnya dari Tuan Kim.
“Kau tidak merindukan ayah?” tanya Tuan Kim.
Jeni tak menjawab, ia masih dengan pendiriannya untuk tidak berbicara pada ayahnya.
“Kau menganggap ayah ini musuhmu? Jangan membuat ayah terluka melihat sikapmu.”
Jeni menoleh kearah ayahnya, menatap Tuan Kim dengan tatapan dingin.
“Kau masih menganggapku sebagai puterimu?”
“Jeni-ah...”
Pintu kamar Jeni terbuka. Song Qian. Wanita itu masuk sembari membawa makan malam Jeni, kemudian tersenyum hangat kearah Jeni dan Tuan Kim.
“Waktunya makan malam, sayang,” ucap Qian berjalan kearah Jeni.
Jeni menatap wanita itu dengan penuh kebencian, setiap kali ia melihat wanita itu darah disekujur tubuhnya terasa mendidih, jika saja membunuh orang bukan merupakan dosa besar, sudah pasti Jeni akan membunuh wanita itu dengan tangannya sendiri.
Ketika Song Qian hendak memberikan makan malam itu pada Jeni, Jeni menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar dan membuat makan malam yang tersaji diatas nampan itu berhamburan kelantai.
“Jeni-ah...” ucap Tuan Kim dan Song Qian bersamaan.
Song Qian menelan kasar salivanya, ia benar-benar jengah melihat sikap Jeni yang semakin berani menentangnya.
“Kim Je Ni, tidak seharusnya kau bersikap seperti itu, bagaimanapun saat ini dia telah menjadi ibumu!” tegas Tuan Kim.
“Ibuku?” Jeni tersenyum sinis. “Ibuku sudah lama meninggal.”
“Yeobo-ya, sudahlah... Saat ini Jeni butuh ketenangan, jangan bersikap terlalu keras padanya,” ujar Qian.
“Woah~ aktingmu benar-benar luar biasa,” sindir Jeni.
“Jeni-ah! Ayah tidak pernah mendidikmu menjadi puteri yang kurang ajar!” tegas Tuan Kim.
“Tinggalkan aku sendiri...” ucap Jeni.
“Ayah belum selesai bicara.”
“Tinggalkan aku sendiri!!” teriak Jeni frustasi.
Chanyeol masuk kedalam kamar Jeni tanpa permisi karena sejak tadi ia mendengar keributan dari kamar Jeni.
“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Chanyeol.
“Urus puteriku,” ucap Tuan Kim sebelum akhirnya ia meninggalkan kamar Jeni.
Chanyeol mengangguk mengiyakam.
Dan pintu kamar Jeni pun tertutup rapat seiring kepergian Tuan Kim dan Song Qian.
Chanyeol menatap Jeni yang sedang terdiam menatap lurus dengan tatapan kosong sementara air matanya mengalir deras. Joohyuk merasa sangat prihatin melihat kondisi Jeni. Pria tampan itu mengalihkan tatapannya pada mangkuk-mangkuk dan makan malam yang berserakan dilantai.