“Joohyun Sunbae...!” seru Seokjin seraya berlari kearah Joohyun.
“Oh, Seokjin-ssi... Ada apa?”
“Bisa kau ikut aku sebentar?” tanya Seokjin.
Joohyun tak menjawab, ia menatap Seokjin dengan tatapan tanya.
“Ada hal penting yang ingin aku sampaikan...” lanjut Seokjin.
“Hm... Baiklah, kebetulan tugasku memeriksa perkembangan pasien sudah selesai.”
“Kalau begitu, ikut aku.”
Joohyun mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Seokjin. Seokjin hendak membawa wanita berparas cantik itu menuju atap gedung. Hari ini ia sudah benar-benar tidak bisa menahan perasaannya pada Joohyun yang sudah ia pendam selama bertahun-tahun.
Saat ini keduanya sedang duduk bersandar disebuah bangku yang terletak disudut atap gedung rumah sakit tempat mereka bekerja.
“Hal penting apa yang ingin kau sampaikan?” tanya Joohyun memulai pembicaraan.
“Kita sudah berteman dekat cukup lama. Kita sudah saling mengenal dan memahami satu sama lain... Kurasa kau sudah menyadari perasaanku sejak lama. Joohyun-ssi... Aku tidak ingin berteman lagi dengamu, aku ingin hubungan kita lebih dari sekedar sahabat...”
Joohyun tertegun. Ya... Seokjin benar, Joohyun sudah menyadari perasaan pria tampan itu sejak lama. Joohyun bukan wanita bodoh, cara Seokjin memandangnya terlihat jelas bahwa pria itu memuja Joohyun, pria itu selalu memperlakukan Joohyun dengan sangat istimewa, Joohyun merasakan itu. Namun......
“Seokjin-ssi...”
“Aku tidak akan memaksamu untuk menjawabnya saat ini juga. Kau boleh memikirkannya terlebih dulu.”
“Aku akan menjawabnya sekarang. Aku sudah memikirkannya sejak lama jika saat ini tiba. Aku cukup mengerti perasaanmu, tapi... Sepertinya aku tidak bisa membalas perasaanmu. Maaf...”
Seketika tubuh Seokjin terasa lemas mendengar penuturan Joohyun. Seokjin sadar meski selama ini ia telah memperlakukan Joohyun dengan istimewa wanita itu tidak pernah sekalipun membalasnya, sikapnya pada Seokjin maupun pada teman-temannya yang lain sama, Joohyun memang wanita yang ramah dan baik pada semua orang.
Seokjin berusaha tersenyum meski terlihat begitu kaku. Hatinya saat ini seolah terasa sesak. Bagaimana pun ia manusia biasa yang bisa merasakan sakit. Seokjin tak mampu memungkiri bahwa hatinya terluka karena wanita yang selama ini ia cintai tak bisa membalas perasaannya.
“Maafkan aku... Kau sudah kuanggap sebagai sahabat. Aku sudah benar-benar merasa nyaman menjadi sahabatmu... Aku mengatakan hal ini bukan karena aku merasa bersalah tidak bisa membalas perasaanmu, tapi sungguh... kau sahabat terbaik yang pernah kumiliki... Maaf...”
Seokjin mengangguk sembari tersenyum hangat. “Aku mengerti, aku tidak akan memaksamu...” lelaki itu menghela nafas. “Setidaknya aku sudah merasa lega karena telah mengungkapkan perasaan yang sudah ku pendam cukup lama.”
“Maaf...”
“Tidak perlu merasa bersalah. Aku tidak berhak memaksamu.”
“Terima kasih atas pengertianmu. Apa kita masih bisa bersahabat?” tanya Joohyun.
“Tentu saja. Aku akan tetap menjadi sahabat yang selalu melindungimu.”
“Hm... Aku percaya, kau orang yang cukup mengerti diriku, aku bahkan seringkali mengandalkanmu dalam berbagai hal. Terima kasih...” tutur Joohyun.
Seokjin tersenyum. Meski hatinya masih terasa sesak, Seokjin yakin ia akan baik-baik saja. Jika bersahabat dengan Joohyun bisa membuatnya tetap dekat dengan wanita cantik itu, Seokjin rasa tidak masalah. Pria itu berusaha meyakinkan dirinya seperti itu.