Empat.

11 2 0
                                    


"Gila cantik banget! " Rose membuka mulutnya lebar mendapati kalau ternyata Niana tidak sejelek yang ia bayangkan.

"Gue pikir kalian cuma bual doang. " Hani masih memandangi layar ponsel milik Pum sambil sesekali mengetuk layar dengan kasar. "Dia yang Niana Niana itu kan? Yang kalian puja-puja itu? "

"Nggak puja-puja juga sih Gab. Perasaan kami bilang dia cantik banget lah Gab. "

Gaby tersenyum kikuk. "Ya terserah lah mau dibilang apaan, tapi itu seriusan si Niana? "

"Yaelah Gab, nagapain juga gue sama Frans boong."

Rose menyahut dari belakang. "Ya siapa tau kalian memang berniat balas dendam karena kami matiin lampu kamar mandi anak laki-laki kemarin. "

"Jadi lo yang matiin lampu terus buat DandBencong itu teriak? Parah lo emang Rose. " kata Pum tak percaya.

"Gue? Lo nuduh gue? "

"Trus siapa? Paris? Johan? Olive? "

"Niana. " jawab Rose cepat.

Pum menatap sinis Rose. "Tai lo. "

"But Pum, itu si Niana pindahan dari mana? "

Pum mengambil ponselnya dari Gaby ketika Gaby hendak mengotak-atik galeri ponselnya, sebab Pum pernah mengalami hal yang serupa yang mana foto selfi nya disebar Gaby satu kelas. "Katanya dari Australia ya? Mungkin dari China atau dari Singapura mungkin. "

Gaby membuka mulutnya. "Menurut kalian siapa yang bakal nembak duluan itu perempuan, George atau Johan? "

Rose menarik alisnya ketengah. "George sih menurut gue. Soalnya dia kan kalo liat yang bening dikit aja udah langsung labas, kayak banteng. "

"Gua George juga. Walaupun Johan sama George itu satu spesies, tapi seenggaknya Johan bisa jadi sapi bukan banteng. " jawab Pum ringan. "Kalo lo Gab. "

"Kalo gue sih nggak milih. Soalnya sama-sama bajingan sih. "

***

"Aduh sakit banget gila. " Gaby menghentakkan kakinya sambil memegang perut nya yang tidak kunjung membaik sedari tadi.

Perempuan itu mengusap keringatnya kasar sambil tetap mengerang tertahan-berdoa agar perutnya tidak mulas lagi. Gaby menarik panjang tisu toilet yang berada disebelah kirinya yang setelah itu ia remas kuat-kuat--menahan rasa sakit dibawah sana.

Gaby menarik nafasnya dan mulai memaki. "Gara-gara terasi kampret! "

Tidak ada yang sepesial dari gadis dibalik toliet itu. Ia adalah gadis dengan otak pas-pasan dan wajah pas-pasan yang berharap agar dia bisa keluar dari tempat bermuatan kecil ini.

Ia menekan tombol siram pada kloset yang ia duduki tadi dan lantas membuang tisu kedalam kotak sampah yang disediakan disana. Gaby menggeser pengunci pintu pada kamar mandi yang sesaat sesudah ia menarik daun pintu, ia malah menemukan segaris senyum manis.

Gaby merasa kalau perutnya yang mulas tadi, kini telah digantikan dengan perasaan aneh. Perasaan yang langsung membuatnya sadar kalau ia tidak ada apa-apa nya dengan makhluk yang didepannya ini.

Rasanya ia jadi malu sendiri.

"Hallo. "

Dan perutnya kembali mulas. "Aduh kampret. "

Niana sontak terkejut tatkala Gaby memukul bingkai pintu pada kamar mandi sambil memegangi perutnya. Gadis itu mendekati Gaby dan menyentuh lengan gadis itu lembut.

"Kamu baik-baik saja? "

'Aduh parfumnya gila! Wangi banget!'

Gaby mengoyang goyangkan kepalanya memberi kode kalau ia baik-baik saja. Mungkin karena memang nyaman atau apa, tapi aroma parfum Niana membuat perutnya terasa lebih baik.

"Kamu tidak terlihat baik. Saya antar saja kamu ke unit kesehatan. " Niana menarik tangan Gaby lembut yang dibalas Gaby gelengan.

"Nggak gue nggak papa kok, santai aja. "

"Kamu terlihat buruk. "

Tai.

"Maksud saya kamu terlihat tidak baik-baik saja. " ralat Niana cepat.

Gaby akhirnya menyerah ketika perutnya dirasa lebih sakit dan lebih melilit daripada yang sebelumnya. Perempuan berambut hitam gelap itu mengikuti langkah Niana yang ia rasa bukan ke arah unit kesehatan.

"Eh, mau kemana kita ini? " Gaby menahan langkah dan mengedarkan mata melihat sekeliling.

"Unit kesehatan (?)" jawab Niana yang seperti kalimat bingung.

Helaan nafas sabar terdengar dari Gaby. "Harusnya kita kesana. " tunjuk Gaby pada lorong yang lain.

Dengan polosnya, Niana mengerjapkan matanya cepat dan pipinya bersemu. Malu sendiri.

Mungkin memang dari sananya ia adalah perempuan cantik yang ketika melakukan kesalahan, ia tetap dianggap imut dan lucu.
Pernah sekali waktu ia melakukan kesalahan dan menggunakan tingkah yang sama seperti Niana lakukan tadi, mengerjapkan mata dan tersenyum malu-malu. Bukan senyuman gemas yang ia dapatkan, tapi sebuah telapak tangan yang mendarat di depan wajahnya.

Benar-benar mengenaskan.

Niana membuka pintu unit kesehatan pelan. Ia menarik Gaby untuk masuk dan mendudukkan nya di salah satu kasur disana.

"Kamu tunggu sebentar, aku panggilkan petugas kesehatan dulu. " kata Niana yang selanjutnya ia melangkah keluar--mencari petugas kesehatan yang sedang bertugas.

Gaby kemudian menyandarkan tubuhnya pada kepala kasur dan mulai membayangkan sesuatu antara Lucas dan Niana.

Tapi kalau dipikir-pikir sangat kecil kemungkinan nya untuk Niana menyukai Lucas, sebab sejak dua hari yang lalu ketika Niana menginjakkan kaki disekolahnya tidak ada tanda-tanda akan adanya acara tembak menembak di lapangan basket outdoor.

Bahkan Lucas saja terkesan tidak peduli kalau Niana sedang menjadi hot trending disekolah karena ia cantik dan tidak pernah memutar obrolan tentang dia. Atau tidak mau?

Bisa saja Lucas malu membahas gadis cantik disekolahnya karena takut dianggap mudah tergoda akan kecantikan seorang perempuan di depannya. Bisa saja kan (?)

Atau memang pada kenyataannya tidak ada kesempatan untuknya memiliki Lucas seutuhnya?

Atau karena dirinya yang terlalu berlebihan menanggapi masalah ini?

****

2018.11.16

❌🚫 DON'T COPY PASTE 🚫❌

Copyright © 2018 // by: yeusynovi // Mengandung hak cipta // Tidak diperkenankan menjiplak, memplagiat atau mengcopy sebagian atau seluruh alur cerita. //









In My Dream (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang