Enam. 2.

10 2 0
                                    


"IPS satu tuh buktinya. " jawab Rose santai.
"Tapi bukannya bagus Gab si Niana nggak satu kelas sama Lucas. Soalnya bisa aja Lucas suka sama Niana pada pandangan pertama. "

"Buktinya enggak tuh. "

Rose menatap Gaby datar. "Mana? "

"Nih ya Rose, kalo Lucas suka sama Niana pada pandangan pertama, harusnya dia berseri seri ceritain tentang Niana di kantin kemarin. Tapi buktinya dia biasa aja kan."

"Ah lo mah cuma liat dari sudut pandang lo doang, coba lo liat dari sudut pandang anak laki-laki di sekolah kita dan sudut pandang Lucas. " kata Rose.

"Nope. Lucas nggak bakal suka sama Niana dan begitu juga sebaliknya. " Gaby menatap nanar pohon yang telah ditebang oleh tukang kebun sekolah mereka sehari yang lalu.

Gaby pernah sekali membayangkan mempunyai teman angkatan yang cantik yang sanggup membuat satu sekolah menyukai dirinya.

Ia pikir itu hanyalah bayangan random anak kecil berumur dua belas tahun yang khayalannya hanyalah sebuah khayalan. Tapi kenyataannya Tuhan mengabulkan doanya untuk memilki teman satu angkatan yang cantik bukan main.

Dan teman yang cantik itu juga perempuan baik yang mau menolong orang yang tidak dikenalnya. Kalau kata Rose, sikap Niana padanya seminggu yang lalu adalah sikap seorang SKSD yang berniat mencari banyak teman karena dirinya masih baru.

Rose paling tidak suka tipe tipe orang seperti Niana, karena bisa saja ia akan berubah menjadi sombong karena sudah punya banyak teman.

Tapi ia menyukai Niana, sama seperti ia menyukai Rose menjadi sahabatnya.

Rose tiba-tiba bangkit dari duduknya dan melambaikan tangannya pada seseorang yang tengah berlari kearah mereka. Gaby pikir itu adalah teman random Rose yang sengaja diajak bergabung untuk meramaikan suasana saja.

Gaby mengenali sosok itu yang semakin lama semakin jelas, dan ketika ia berdiri di hadapannya dengan nafas tersengal sengal dan wajah bercucuran keringat, ia kalau itu adalah Lucas.

"Ya ampun Luke Luke, keringet lo banyak banget. " komentar Rose.

Lucas mengambil sapu tangan dari balik kantongnya. "Gue pikir keringetnya nggak bakal sebanyak ini. "

"Gimana ruangan lo? "

"Biasa aja. Kayak kelas kelas yang lain, tapi gue harus sekelas sama Charli. Gila coba. Sama anak temperamen kayak gitu. "

"Ngeri amat sih ruangan lo. " komentar Rose lagi.

"Tapi seenggaknya ada Aiden juga di situ biar si Charli tutup mulut sekali kali. " kata Lucas yang kembali membuka mulutnya. "Kalian gabung sama kelas IPS satu kan? Gimana sih Widia, masih sering marah-marah? "

"Enggak lagi Luc, sejak pacaran sama Tio IPS kelas dua belas, dia jadi lebih sering jaga image. " jawab Rose.

"Trus ada siapa lagi? "

"Niana ."

Gaby menunggu respon dari Lucas. "Ooh si anak baru itu, terus? "

'Liat itu Ros. Liat. Biasa aja kan mukanya. Makan tuh kutu!'

Gaby menekan kedua sudut bibirnya kedalam-menahan senyum bahagia yang berharap agar tidak terlalu kentara. "Yah cuma itu doang sih Luc. Tapi ngomong ngomong Luc, lo jadi kan ikut lomba badminton? "

"Jadi dong. " Gaby langsung tersenyum sambil bertepuk tangan. "Wah wah good luck ya mas bro, semoga lo bawa piala kali ini. "

Kening Lucas berkerut mendengar penuturan Gaby. "Memangnya kemarin-kemarin gue nggak bawa pulang piala Gab? "

"Enggak. Yang bawa piala kemaren itu Gilbert bukan Lucas, dan maka dari itu lo yang harus bawa itu piala ke sekolah bukan Gilbert atau yang lain. " ucap ringan Gaby disertai senyum tipis di wajahnya.

Lucas mengulurkan tangannya yang setelah itu terdengar pekikan tertahan dari Gaby. "Aah sakit Luc!"

Gaby memukul tangan Lucas yang tadi dipakainya untuk mencubit pipi. "Makanya lo itu harus pinter-pinter kalo ngomong sama gue. Jangan seenaknya sendiri, gue cubit lagi nanti pipi lo itu. "

Dibalik kedekatan antara Gaby dan Lucas, disana, seorang gadis berambut biru gelap duduk memandangi mereka dengan wajah datar sambil menguap beberapa kali menahan bosan.

Kata Gaby ia ingin menjauhi Lucas dan mencoba untuk tidak menyukai laki-laki itu lagi, tapi pada kenyataannya setiap ada Lucas disitulah senyum Gaby terus ada. Tiba-tiba ia jadi penasaran bagaimana gaya berpacaran Gaby kalau ia benar-benar jadi dengan Lucas.

Rose mengambil ponsel dari balik kemeja kotak kotak nya dan mulai mengabadikan momen itu diam-diam sebelum momen momen itu hanya akan menjadi sebuah kenangan yang akan terlupakan.

***

Sewaktu ia masuk sekolah ini, ia pikir laki-laki yang ada disekolahnya adalah pribadi membosankan dan sulit diajak berkencan. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, ia yang sulit diajak berkencan.

Saat ia mengenal Gaby lima tahun yang lalu, ia juga pernah berpikir kalau Gaby adalah perempuan baik-baik yang berkepribadian lembut dan sulit diajak ke mall sekalipun. Dan untuk kesekian kalinya, yang terjadi malah sebaliknya.

Temannya yang kini telah merangkap sebagai sahabat nya ini, tertunduk lemas mencoba menahan kantuk yang semakin lama semakin menyerang dirinya untuk tidur sesegera mungkin.

"...sebagai ucapan terima kasih kami kepada kalian semua siswa dan siswi baru tahun 2018/2019..."

Yeah, setidaknya ia masih lebih baik ketimbang Gaby yang kini sudah tertidur lelap disebelahnya dengan tenang, ia masih setia mendengar-- maksudnya masih setia memperhatikan wajah tampan Osis galak itu.

Rose meyakini kalau segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan oleh Tuhan untuk dijadikan berpasang pasangan. Dan kalau Cinderella yang jelek, kucel, miskin dan kotor saja bisa menikah dengan pangeran yang tampan, bersih dan kaya. Kenapa dirinya yang cantik ini tidak bisa berpasangan dengan pangeran tampan yang sedang berdiri di podium sana.

Pasti bisa dong.

Dan harus bisa, karena pangeran yang satunya telah berubah menjadi pangeran kodok dan kini tersisalah pangeran yang sebenarnya.

"...kami ucapkan selamat datang!"

****
2018.11.17

❌🚫 DON'T COPY PASTE 🚫❌

Copyright © 2018 // by: yeusynovi // Mengandung hak cipta // Tidak diperkenankan menjiplak, memplagiat atau mengcopy sebagian atau seluruh alur cerita. //

In My Dream (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang