Sepuluh.

5 2 0
                                    


Tidak ada yang spesial setelah hari dimana Johan menyatakan perasaannya kepada Niana-si anak baru. Mungkin yang terjadi hanyalah gosip sana-sini mencoba menebak-nebak siapa si 'Lucas' itu.

Ada enam Lucas disekolah itu yang dua diantaranya adalah anak culun penghuni perpustakaan dengan rambut cepak dan aroma gel rambut yang bikin muntah. Sedangkan yang satunya adalah kakak kelas dua belas yang hobi gangguin adik-adiknya kelasnya yang culun dan meminta uang mereka untuk membeli rokok.

Dua lainnya adalah anak taekwondo yang sangat sulit untuk didekat. Sebab anak-anak klub taekwondo mempunyai emosi yang tidak stabil dan sering kali mereka membanting siapa pun yang membuat mereka kesal tanpa ampun.

Dan yang satunya adalah Lucas yang Gaby kenal. Sahabat lamanya dan orang pertama yang membuat ia jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Mungkin ia tidak merasa khwatir ketika Lucas didekati oleh beberapa temannya dulu saat SMP. Ada beberapa yang ditanggapi dengan senyuman dan yang lainnya Gaby yang mengurus.

Dan setelah mereka masuk kedalam bersama-sama di SMA ini ia tetap merasa aman sebelum Niana-perempuan tercantik disekolah mereka menyatakan ia menyukai Lucas.
Menurut Gaby, Niana adalah tipe perempuan yang disukai oleh kebanyakan orang. Ia cantik, ramah, dan (katanya) baik. Bagaimanapun juga Lucas pasti menyukai perempuan cantik seperti Niana itu.

"Belum tentu. Kita kan nggak tahu apa-apa tentang perasaan orang Rose." elak Gaby mencoba meyakini diri kalau asumsi Rose itu salah.

"Bilanga aja lo takut kalah sama kembang palsu kayak Niana." jawab Rose.

Yeah memang ia takut kalah. Apalagi sama anak baru yang belum ada sebulan bersekolah disekolah mereka.

Dan semenjak kejadian Johan ditolak menyebar, Gaby semakin merasa khawatir pada kelangsungan persahabatan nya dengan Lucas.

"Ngapain lo khwatir? Udahlah nggak usah dibawa drama. Mending lo bawa nyata aja dan lo harus punya prinsip kalo si Niana itu cuman tai sapi yang menganggu jalan dan itu harus disingkirkan. " Rose menyenderkan tubuhnya di batang pohon sambil menatap sebal temannya yang semakin lama semakin melo.

Mungkin dia memang harus mendengarkan saran dari Rose. Kadang-kadang anak itu memang mempunyai ide-ide yang cemerlang tapi sayangnya ia memakai kata-kata kasar untuk mengungkapkan nya. Tapi Gaby menyukai itu.

Apa yang dibilang Rose memang banar kalau ia tidak boleh cemas, khawatir atau apapun itu. Yang harus ia lakukan adalah tetap berpikir positif. Ya positif.

Rose tiba-tiba menyela "Tapi Gab, kok Lucas sama yang lainnya nggak keliatan ya? Tapi mungkin cuman perasaan gue aja kalo Lucas ngilang sejak Niana nolak Johan di lapangan tadi. "

Yeah tetap berpikir postif katanya tadi.

***

Kegiatan menyambut siswa-siswi baru telah berakhir beberapa jam yang lalu. Lucas tetap tidak kelihatan sejak hari itu dan sejak hari itu juga ia tidak melihat Niana dimana-mana. Bahkan saat hari sudah malam sekalipun.

Dering ponselnya membuat ia teralih sesaat dari pikirannya yang sudah kemana-mana. Ia meraih benda pipih itu dan melihat siapa yang menelepon nya di siang hari ini.

"Hai ma. "

"Halo Gabriella sayang bagaimana kabarmu sayang. "

Gaby menghela nafas. "Baik ma. Kalo papa gimana kabarnya? "

Suara cekikikan terdengar disebrang sana. "Kamu ini. Mama yang menelepon malah papamu yang kamu tanyain. Papa sehat kok sayang buktinya papamu masih bisa minum tequila tiap malam. Oia Gab, "

Perasaan nya tiba-tiba menjadi tak enak.

"gimana, udah mutusin belum kamu mau lanjut sekolah musik dimana? "

Ugh. Dia benci topik pembicaraan ini.

"Kenapa nggak Franda atau kak Paul si ma? Gaby kan udah bilang nggak mau masuk musik. Gaby maunya masuk perhotelan ma. " Ia menggenggam ponselnya erat-menahan emosi yang sudah membuncah sejak mamanya membahas topik ini.

"Mama sudah kasih pilihan sama kamu, masuk sains atau musik dan kamu nggak milih diantara itu. " protes mama Gaby.

"Itu kan maunya mama, kalo aku maunya di perhotelan. Bilang aja ke Franda terus suruh dia masuk musik biar mama bangga sama itu anak. " Genggaman di ponsel Gaby mulai berubah menjadi cengkraman kuat menampilakan urat-uratnya.

"Kamu di perhotelan mau jadi apa? Jadi gelandangan? Mama nggak pernah percaya sama kamu apalagi tentang masa depan. "

'Apa katanya? Nggak percaya?'

"Mama setuju kamu sekolah disitu bukan untuk jadi jagoan sama orang tua. Jangan-jangan temen-temenmu disana yang buat kamu kayak gini? Bener? "

Lucu.

"Desember nanti kamu pulang kesini. Nggak usah beront-"

Gaby memutus sepihak panggilan itu. Ia benar-benar marah ketika mamanya mulai mengolok-olok teman-temannya yang tak tahu apa-apa.

Ponselnya kembali berdering. Layar ponsel itu menampilkan nama mamanya yang kembali menelepon karena merasa pembicaraan mereka berdua belum selesai. Gadis itu meraih ponselnya dan mematikannya dengan cepat yang setelah itu langsung ia lemparkan ke lantai kamarnya.
Biarlah ponsel itu hancur bersama dengan perasaannya yang juga ikut hancur. Gaby mengusap kasar air mata yang jatuh melewati pipinya.

Ia benci menangis. Apalagi menangisi mamanya yang semakin lama semakin keras padanya.

Kalau kata Rose, mamanya adalah tipe pengekang yang hobi melarang anaknya melakukan ini itu. Dan Rose sangat menyukai mama dengan tipe seperti itu, sebab mamanya adalah tipe tidak pedulian. Kata Rose mamanya lebih peduli pada keluarga barunya dan bahkan tidak pernah menanyakan kabarnya lagi sejak papanya Rose meninggal.

Tapi ia berharap mempunyai mama seperti Rose. Yang tidak ikut campur pada kehidupannya apalagi masa depannya.

Hebat. Mama pengekang dan mama tidak pedulian.

Gaby rasa ia dan Rose berada di posisi yang salah.

****

2018.12.14

❌🚫 DON'T COPY PASTE 🚫❌

Copyright © 2018 // by: yeusynovi // Mengandung hak cipta // Tidak diperkenankan menjiplak, memplagiat atau mengcopy sebagian atau seluruh alur cerita. //

Read my another story 👉👉' Fake Story ' on wattpad :
         
Ferbuari, 2018

"Gue cuma punya waktu yang sangat-sangat sibuk dalam keseharian gue. Jadi biar nggak kelamaan dan ngehabisin waktu berharga gue, lo gue beri waktu 3 detik untuk memberi alasan kenapa lo pingin banget ngobrol sama gue."

"Satu..."

"Dua..."

"Tiga..."

"Waktu lo udah habis. Lo silahkan pergi dari hadapan gue. Sekarang."

Hope you like it ^o^



In My Dream (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang