Tujuh.

5 2 0
                                    


"Bisa. " Gaby menyandarkan tubuhnya setujupada wastafel kamar mandi.

"Kapan? Hari ini saya tidak bisa. Mungkin sabtu." Gaby mengerutkan alisnya tak setuju. "Jumat? Maaf saya sedang ada kegiatan, pak. Sabtu pagi saya bisa. Oke pak. Terima kasih. "

Gaby menekan tombol merah pada layar ponselnya yang seketika itu membuat panggilan terputus. Ia memandang nanar wajahnya pada cermin.

Tadi saat pembukaan acara penyambutan siswa baru, mendadak ia mendapat panggilan dari ponselnya dan melihat nama yang tertera ia sudah tahu apa yang akan dibicarakan.

"Lo benar-benar menyedihkan. "

Gaby membasuh wajahnya dengan cepat dan lupa kalau ia memakai make-up.  Make-up yang digunakannya tidak waterpoof. Tidak tahan lama. Mudah luntur. Dan akan sangat mengerikan ketika terkena air.

Ponsel Gaby bergetar menampilkan wajah Rose yang sedang tersenyum lebar. Gaby meraih benda persegi panjang itu dan menggeser tombol ke menu hijau.

"By lo dimana? Bentar lagi makan nih. Lo mending cepetan dateng lah sebelum ayam-ayam dipiring menjadi tulang. "

"Gue lagi di KM Rose." Gaby memutar tubuhnya cepat membelakangi cermin.

Rose sepertinya sedang berjalan cepat. "Cepet By, Pum dan gorila gorila lainnya udah bergerak ke meja. "

"Oke oke Ros. Gue OTW dateng. "

Rose hanya berdeham singkat sebelum mematikan panggilan. Gaby langsung memasukkan ponselnya kedalam kantong celananya dan berjalan keluar dari kamar mandi.

Gaby mengangkat tangannya sambil menarik karet dan memutarnya beberapa kali membentuk gaya pony tail pada rambutnya. Sesaat Gaby akan melintasi perpustakaan, disana, seorang laki-laki dengan wajah familier menatap dirinya kaget

Gaby sama kagetnya dengan laki-laki itu saat ia tahu kalau laki-laki itu adalah si ketua Osis yang berpidato tadi. Uh ya ampun, rasanya benar-benar beda ketika berbicara dibelakang dan berhadapan langsung.

"Muka lo. "

Apa katanya?

"Muka gue? Kenapa? "

"Kayak.. lupain. " Ia pergi. Ia pergi meninggalkan seorang gadis tolol dengan tangan menunjuk wajahnya dan maskara yang sudah tak karuan disekitar matanya.

Gaby sempat mematung dengan tangan menunjuk wajahnya. Gadis itu baru tersadar kembali ketika pengeras suara milik sekolah menyadarkannya dengan melantunkan salah satu lagu nasional Indoensia.

"Bodoh. " ujar Gaby pada dirinya sendiri setelah kembali dari kamar mandi. Ia mengusap usap kasar area mata bawah yang sudah dibaluri maskara non waterpoof dengan sempurna.

Dan entah mengapa ia merasa bodoh sekali ketika mengingat kalau ia punya micelar water di tasnya, harusnya ia membersihkannya dengan itu bukan dengan usap-usapan kasar seperti orang yang baru belajar dandan.

Gaby meraih ponselnya dari dalam kantong-mencoba menelepon Rose meminta bantuan. "Angkat dong Rose. Angkat. "

'Maaf, saat ini pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Silahk-'

"Kampret. Pulsa gue habis. Kayak mana gue mau keluar dari ruangan terkutuk ini!" Gaby kembali mengutuki dirinya yang semakin lama semakin bodoh. "Liat aja, gue bakal buang lo maskara butut! "

"Lebih baik gue mati kelaperan daripada satu sekolah liat gue kayak vampir. "

***

"Gaby mana Rose? "

In My Dream (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang