3. Problematika

4.7K 677 8
                                    

[ Sudut Kota Jakarta ]

Jungkook menuruni tangga seraya membawa beberapa snack dengan ukuran besar di tangannya. Ia menghampiri Jimin yang duduk didepan TV kamarnya.

"Makan tuh, sekalian bungkusnya" ketus Jungkook beranjak menuju kasur dan merebahkan diri, membiarkan Jimin memakan snack pemberiannya.

"Eheheh, makasih ye njing, baik juga lu" ujar Jimin membuka satu snack, dan kembali meraih stik ps yang sempat ia taruh tadi.

"Gausah pake embel embelan njing ya nyed" ujar Jungkook berusaha memejamkan matanya, menghadapi sahabat cebol didepannya tentu tak akan selesai selesai.

Jimin tertawa, "Selaw"

Keadaan hening sejenak, Jungkook membuka ponselnya menghilangkan penat, setelah kerja kelompok dengan Jimin. Keduanya sama sama saling bantu-membantu.

Antara Jimin yang bertugas membeli bahan-bahan material yang dibutuhkan untuk prakaryanya. Serta Jungkook yang bekerja membuat tugas tersebut.

Imbang?.

Keadaan yang kelewat hening itu tiba-tiba dikejutkan oleh Jimin, "NAH KAN! NAH KAN! NGESELIN LAWANNYA NJIR. NOOOB" teriaknya merusak keheningan.

"Bacod" dengus Jungkook yang merasa terganggu.

"Ya maap, eh btw. Lo tau Instagram temennya Lisa gak? Yang masuk accapella grup?"

Jungkook mengedikkan bahunya, "Mana pernah gua stalk mereka, kaga ada kerjaan aja" ujar Jungkook menggulir ponselnya karena bosan.

Jimin berdecak, "Dih, songong amat lu, gue aja pernah liat lu ngelike postingannya Lisa" ujar Jimin yang sempat mengingat kejadian dua hari lalu, perihal Jungkook yang mengelike postingan instagram Lisa.

"Sotoy"

"Kenapa lu nanya ratunya accapella?" tanya Jungkook memakai embel-embel ratu. Sebagai anggota ekskul accapella yang sering mewakili sekolah untuk lomba, Rose juga paling menonjol saat membawakan lagu.

"Nanya doang sih,"

Drrtt..Drrt

Mereka berdua menatap benda pipih yang dipegang Jungkook bergetar. Menandakan bahwa seseorang menelepon ke nomor Jungkook.

Jimin mengernyit, "Siapa?"

"Yeri" ujar Jungkook seraya mengangkat ponselnya, dan menuju keluar kamar. Meninggalkan Jimin yang menatap punggung itu semakin menjauh.

"Gercep amat njir. Udah nganterin pulang, punya gebetan, besok besok paling jadian" katanya dilanda rasa jomblo yang haqiqi.

+++

Lisa menatap buku catatannya, sampai kapan ia harus mencatat lembaran-lembaran buku yang pada akhirnya ia abaikan juga? Suka heran sama guru jaman now.

"Tumben amat lu Lis, ngerjain PR?" Hyunjin memunculkan kepalanya diambang pintu, terkikik tatkala melihat Lisa yang mengeluh seraya mencatat lembar demi lembar.

"E buset, kaga seneng kayanya liat gue rajinan dikit" Lisa mendengus. Lalu kembali mencatat, menghiraukan Hyunjin yang menertawainya.

"Tar, dua bulan depan, abang wisuda. Dateng ya?" ujarnya membuat Lisa mengangguk pelan. "Sip, masa gue ga dateng sih"

"Good girl" ujarnya seraya menutup pintu. Meninggalkan Lisa yang masih bergelut dengan pikirannya sendiri. Kapan ia membuat orang lain bahagia? Kapan ia menjadi berprestasi di mata orang, dan kapan perannya dibutuhkan orang lain?

Kapan?

"Lis"

Suara bariton itu memecahkan lamunan Lisa, Lisa menoleh, mendapati Megan, ayah Lisa yang berdiri di ambang pintu. Persis yang dilakukan Hyunjin tadi.

"Kenapa pah" tanya Lisa bermalas-malasan. Lisa malas berargumentasi, Lisa masih malas berdebat, dan yang terakhir, Lisa malas terluka kesekian kalinya.

"Ikut makan malem, jam 8" ujar Megan meninggalkan kamar Lisa. Tanpa mendengarkan anak itu setuju atau tidak.

Lisa mendengus, tandanya ia bukan ditawari, melainkan dipaksa untuk ikut makan malam.

Ia beranjak membereskan bukunya, memilih baju yang tepat, memoleskan make up tipis yang tidak kentara, dan meraih hoodie putih oversizenya yang menggantung.

Semuanya berjalan hening, bahkan mungkin hanya terdengar radio, dan pemutar musik lagu di mobil itu. Megan, ayah Lisa, Lisa sendiri, dan Kesya, ibu Lisa. Sama sama tidak berbincang selama perjalanan berlalu.

Sampai sekarang, mereka duduk di restoran lesehan ternama dengan sajian khas pemancingan. Terlihat elegan, namun mengandung unsur alam.

"Lisa, Gurami bakar ya? Mama tau Lisa suka banget Gurami" Kesya tersenyum, dan mencatat pada kertas pesanan. Lisa balik tersenyum.

"Mah, aku alergi ikan. Aku gapernah bilang suka Gurami" kata Lisa membuat Kesya tertegun, ia baru sadar.

"A-ah maaf, mamah terlalu banyak pikiran. Nasi goreng aja ya?" Lisa mengangguk pelan. Ia menatap Kesya yang menulis daftar pesanan.

Melewati kejadian tadi, Lisa sekarang masih mencuci tangannya di wastafel, menatap bayangannya di cermin. Ia kembali ke meja keluarga kecilnya.

"Lis, papah nitip handphone" ujar Papahnya menunjuk handphone yang bergeletak diatas meja.

Lisa mengangguk, mamanya masih berada di kasir untuk memesan bungkusan. Dengan iseng, Lisa membuka handphone Megan.

Ia menatap wallpaper yang didalam foto tersebut. Menatap gadis kecil cantik didalam foto tersebut. Lisa tidak tau siapa dia.

"Oh, jadi ini, sodara tiri gue" ujar Lisa bergumam menatap gadis yang ada di wallpaper foto ayahnya.

Ia menatap wajah itu sekali lagi, "Gapapa dah, masih cantikan gue"

+++

Sudut Kota JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang