"Yakinkan hati ini kalo lo bener suka sama gua. Jangan buat gua takut, gua nggak mau jatuh di lubang yang sama."
~Fina~
.
.
.
.
.
.
"Fin, lo nggak punya cemilan atau apa kek gitu? Kere amat dah."Hari ini Sarah sedang main ke rumah Fina. Karena sekolah mereka full day school dan otomatis hari Sabtu libur, maka Sarah bisa main sepuasnya tanpa harus mengingat kalau besok harus bangun untuk sekolah.
*BUGH
"Lo kesini mau main apa minta makan?" Sindir Fina setelah melempar bantal kearah Sarah.
"Ya minta makan lah. Lo kan tahu sendiri kalo gua suka cemilan buatan mama lo." Balas Sarah.
"Anjir." Desis Fina, "Yasudah, gua bilang mama kalo mulai sekarang nggak usah buat cemilan. Yang ada ludes karena lo." Sambungnya.
"Eeh, jangan lah. Tega bener lo sama gua." Ucap Sarah dengan puppy eyes.
"Nggak usah pake aegyo lo, jijik gua." Balas Fina.
Atensi Sarah tertuju pada Seulbear yang tergeletak di tempat tidur Fina.
"Wuih, boneka baru ya? Lucu banget." Ucap Sarah sambil memainkan boneka itu.
"Call it Seulbear." Ucap Fina sambil merebahkan tubuhnya di samping Sarah.
"Seulbear? " Ulang Sarah, "Eoh, Seulbear Annyeong. Naega Sarah imnida." Sambungnya sambil melambai-lambaikan tangan Seulbear.
( *Halo Seulbear, namaku Sarah )
"Nado Annyeong, Sarah. Makin hari kau makin jelek." Sahut Fina dengan suara agak cempreng.
"Aissh... Kau ini." Desis Sarah, "Btw, beli dimana?" Tanyanya.
"Nggak beli kok. Dikasih." Jawab Fina.
Sarah mengerutkan dahi, "Sama siapa?"
"Kepo lo." Jawab Fina.
"Tunggu! Biar gua tebak." Sambar Sarah, "Ryuga kan yang ngasih?" Sambungnya.
"Nah itu tahu." Balas Fina singkat.
Sarah cengo, "Seriusan?"
Fina mengangguk," Kenapa?"
"Dia ngasih lo dalam rangka apa?" Tanya Sarah sekali lagi.
Fina mengendikkan bahunya, "Nggak tahu. Habis main di Timezone, dapet voucher banyak, dia tukerin sama boneka ini, trus dikasih aja ke gua. Bahkan dia yang ngasih nama Seulbear."
Sarah mulai senyam-senyum sendiri, "Waah, ini."
"Apa?" Balas Fina datar.
"Boneka aja dikasih nama yang bagus, ntar nama anak-anak kalian dikasih nama yang lebih bagus nih. Ciee..." Goda Sarah.
Fina pun menyentil dahi Sarah, "Otakmu ini astaga."
"Kali aja bener, jodoh kan nggak ada yang tahu. Iya kan, bear?" Balas Sarah seolah-olah meminta pendapat pada boneka teddy itu.
"Fyi, di mall gua ketemu sama Ray sama ceweknya." Ucap Fina.
"Sudah gua tebak. Pasti lo nangis kan?" Tebak Sarah.
"Iih, dengerin dulu napa?" Protes Fina, "Iya, gua nangis. Gua sempet lari sampai ke rooftop mall." Sambungnya.
"Trus?" Balas Sarah.
"Nah pas gua nangis, tiba-tiba Ryuga meluk gua. Erat banget. Bahkan nih, dia sampe ngelus-elus pucuk kepala gua, lembut asli." Ucap Fina.
Sarah terperanjat, "Anjir. Habis itu?"
"Yaa gua pasrah aja, udah terlanjur nyaman pas dipeluk sama dia." Jawab Fina, "Tapi, ada satu hal yang bikin hati gua ngeganjel." Sambungnya.
"Apa itu?" Tanya Sarah.
"Setelah gua nangis, tiba-tiba Ryuga jadi care sama gua. Pokoknya banyak banget yang dia lakuin ke gua. Contohnya, kan sekarang gua pilek gara-gara minum es teh kemaren. Gua bersin-bersin pas makan. Dengan gercepnya Ryuga lepas jaketnya terus dia pakein ke badan gua. Pulangnya dibeliin obat flu." Urai Fina.
"Fin." Panggil Sarah.
"Hm?"
"Lo itu polos, bego, atau emang nggak peka sih?" Sindir Sarah.
Fina mengerutkan dahi, "Maksud lo?"
"Ini kesimpulan gua, terserah lo mau percaya apa enggak." Ucap Sarah, "Ryuga. Suka. Sama. Lo." Sambungnya.
"Ck! Lo bilang ini lagi." Desis Fina, "Jujur Sar, gua belum bisa buka hati, gua masih takut karena Ray." Sambungnya.
"Gua ngerti lo masih takut. Gua paham, paham banget. Cuma pesen gua, jangan sia-siakan dia. Lo tahu sendiri kan 'Berjuang sendirian itu sakit'? Coba sedikit aja lo kasih respon ke dia, gua yakin dia bakal seneng." Ujar Sarah.
"Tapi Sar, gua takut. Gua nggak mau kalau ternyata hati gua yang baper, jangan sampai... Gua jatuh di lubang yang sama. Jangan sampai." Balas Fina dengan penuh penekanan.
"Jujur sama gua. Lo nyaman kan kalo ada di deketnya?" Tanya Sarah.
Fina mengangguk, "Iya. Bahkan sedikit demi sedikit gua bisa lupain Ray."
"Artinya, lo mulai ada sedikit rasa sama Ryuga.
Fina menghela nafas, "Gua tahu Ryuga itu orang baik, dari wajahnya dia bukan Badboy apalagi Playboy. Tapi gua masih ragu buat ambil keputusan."
"Lalu?" Tanya Sarah sambil menaikkan sebelah alisnya.
Fina menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur dengan lemas, "Hanya itu. Gua takut."
"Gua bisa nyimpulin isi hati lo. Di satu sisi lo udah nyaman sama Ryuga dan nggak mau kehilangan dia, disisi lain lo takut sama hati lo sendiri kalo jatuhnya cuma Baper atau di PHP'in. Begitu kan?" Simpul Sarah.
Awalnya Fina ragu untuk menjawab, hingga akhirnya sebuah anggukan pelan muncul dari kepala gadis itu.
"Aduh... Fin, Fin. Mau sampai kapan lo begini? Itu sama aja dia anggep lo 'Nggak Peka'. " Ucap Sarah.
"Terus gua harus gimana, Sar? Gua aja nggak yakin sama hati gua sendiri." Rutuk Fina.
"Cuma doa dan ke ikhlasan hati lo yang bisa menjawab. Kalo lo begini terus, bisa jadi Ryuga berpaling dari lo dan lo kehilangan seseorang yang kedua kalinya." Balas Sarah.
Fina hanya menghela nafas dengan lemas.
"Gua ke toilet dulu."
Kemudian Sarah beranjak dari tempat tidur Fina untuk menuju toilet.
"Ga, kalo lo emang suka sama gua, ngomong langsung. Ayo kita berjuang bersama." Batin Fina.
TBC