Friend?

151 29 8
                                    

"merasa lebih baik, Tiff?"

Tiffany mengangguk pelan, menyesap susu hangat buatan Jimin.

Ya, setelah kejadian tak terduga itu. Tiffany memberontak, meminta pulang bersama Jimin.

Klung.

Suara pesan masuk dari ponsel Tiffany mengintrupsi keduanya.

Tiffany tidak mau mengambilnya, takut jika ternyata dari orang iseng tukang teror itu.

"tidak di buka? Kali saja penting"

Tiffany menggeleng "jangan!"

Jimin menurut, tidak bertanya lebih lagi.

Tapi dari sorot matanya, Tiffany seperti sedang gelisah, ketakutan.

"tidurlah, aku akan pulang setelah kau tidur"

Tiffany mengangguk, membaringkan badannya. Meringkuk.

Jimin tersenyum, meraih selimut dan membungkus tubuh Tiffany

"tidur lah. Untuk pria itu jangan di pikirkan. Mengerti?"

Tiffany mengangguk. "eung.. Jim?"

"ya?"

"aku ingin cerita... Apakah kau bisa menjaga rahasia? Maksudnya tidak usah berbuat apa-apa. Cukup dengarkan aku saja. Mengerti?"

Jimin duduk di sisi ranjang, memperhatikan Tiffany.

"ya, cerita lah"

Ragu raga, Tiffany memulai ceritanya.

"sebenarnya, beberapa hari ini.. Aku merasa di teror. Aku takut Jim"

"k-kau apa? Astaga. Kenapa baru saja kau cerit-.. Lalu.. Apakah peneror itu ynag membuatmu enggan membuka ponsel?"

Tiffany mengangguk pelan "aku takut, sungguh"

Jimin menghela napas, menatap Tiffany cemas.

"bagaimana jika pindah tempat tinggal?"

Ide bagus, tapi sama saja bukan?

"tidak ngaruh, dia bahkan tau tempat kerja ku.. Kegiatan ku sehari hari."

"stalker?"

"ya menurut ku juga begitu. Apakah aku sebegini populer nya y? Juga punya fans begitu?" tanya Tiffany bercanda.

Jimin mencubit hidung Tiffany "sempat sempat nya kau bercanda. Bagaimana jika kau pindah saja. Daerah ku tempat yang aman. Dan juga kan, kita jadi sering bertemu"

Tiffany tertawa pelan. "akan ku fikirkan"kata Tiffany" pulang lah, aku tak apa. Jangan terlalu larut, tidak baik untuk seorang dokter bawel seperti mu"

Jimin mengacak surai Tiffany "aku pulang, selamat tidur"

Tiffany bangkit, mengekor

"kau kenapa? Masih rindu?"

"amit amit Jim, aku hanya ingin mengunci pintu kok"

Jimin merutuki ke bodoh an nya"oh iya.. Hhee, kalau begitu aku pulang ya. Sampai bertemu akhir pekan"

Tiffany mengangguk, mengunci pintu setelah Jimin keluar.

Tiffany memilih untuk langsung tidur. Mengabaikan rasa takutnya.

Berbeda dengan Jimin Park yang berada tepat di luar, bersender di pintu Tiffany.

Bibirnya sedikit membentuk seringaian.

"stalker? Heh"

TIME MACHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang