[ 11 ]

171 35 10
                                    

Jangan lupa vomment yaa
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Lo terlalu pantes buat gue lindungi."

"Gila gue." Gumam Lisha setelah duduk di bangku kelasnya.

"Apa kata lo, Sha?" Tanya seseorang membuat ia reflek melihat ke arah asal suara itu.

"Ngga, bukan apa-apa." Jawab Lisha sembari tersenyum tipis.

Dion pun tersenyum lalu menghampiri gadis itu sambil membawa tas nya.

"Buat lo. Kenapa tadi ngga bilang kalo sakit?" Tanya lelaki itu sembari memberikan se kotak susu dan roti.

"Bryan maksa lo?" Lanjutnya.

Lisha menggeleng pelan, "Ngga, lagian gue juga pingin. Thanks, Di." Ujarnya lalu mengambil pemberian Dion.

"Sama-sama. Cepet sembuh ya." Lisha mengangguk.

"Gue anter pulang ya?" Tawar Dion.

"Sorry, gue udah bareng sama Bryan pulangnya." Tolak Lisha dengan halus lalu Dion mengangguk mengerti.

"Kapan-kapan pulang bareng gue ya." Ujar lelaki itu sedangkan Lisha hanya diam karena bingung harus menjawab apa.

"Gue cabut duluan ya, Sha." Lanjutnya sembari tersenyum lalu meninggalkan Lisha.

"Oke, hati-hati." Ucap Lisha lalu memasukkan kotak susu dan roti itu ke tas nya.

Bryan belum datang, entah apa yang dilakukan lelaki itu sampai membuat Lisha menungu lama. Tak ada pilihan lain, gadis itu memilih untuk menopang dagunya sambil menikmati semilir angin yang menerpa wajah dan rambutnya. Kesibukan seperti ini membuat dirinya semakin tenang tanpa ada yang mengganggu.

Setelah mengambil kamera, Bryan segera melangkahkan kakinya menuju kelas hingga langkahnya terhenti ketika menatap wajah Lisha yang tersenyum menikmati semilir angin. Kamera yang ia bawa tidak didiamkan begitu saja, ia segera mengangkat kamera itu dan memotret Lisha sebanyak mungkin. Bryan semakin heran ketika bunyi dari kameranya tidak mengundang reaksi apapun, gadis itu terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.

"Tumben senyum lo?" Tanya Bryan seolah-olah tidak ada yang terjadi setelah masuk ke kelas sedangkan Lisha terkejut melihat lelaki itu.

"Ayo pulang." Ucap Bryan lalu berjalan lebih dulu, melihat itu Lisha segera bangkit dan berlari kecil menyusul lelaki itu.

Dingin banget, ninggalin lagi.

Batin Lisha yang sudah berada di belakang Bryan sambil menunduk merapikan seragamnya.

Bruk.

Lisha yang awalnya berjalan kini tertabrak punggung Bryan.

"Ngapain lo tiba-tiba berhenti?" Protes Lisha.

"Makanya jangan jalan dibelakang gue." Ujar Bryan lalu menarik tangan Lisha untuk berada di sampingnya dan melangkahkan kakinya kembali ke mobil lelaki itu berada.

"Udah makan siang belum?" Tanya lelaki itu ketika sudah di dalam mobil.

"Belum." Balas Lisha.

"Yaudah, ayo ke rumah gue." Ujar Bryan sambil memakai seatbelt sedangkan Lisha mengangguk sambil melihat jamnya, ia memiliki waktu yang cukup.

"Mama tanya lo terus." Lanjut Bryan tiba-tiba.

"Gue?" Lisha tidak menyangka dirinya selalu di pertanyakan oleh keluarga mapan itu.

OasisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang