Sepertinya hari ini akan hujan. Aku dengan langkah cepat berbalik dan mengambil payung lipat kecil kemudian memasukannya ke dalam tasku. Aku dengan cepat langsung menutup pintu rumah dan berangkat ke sekolah. Baru beberapa langkah keluar dari rumahku, seorang perempuan sudah berdiri di depan rumahnya seraya tersenyum manis padaku. Ini hal yang biasa, dia selalu menungguku untuk berangkat bersama padahal dia bisa saja pergi lebih dulu dengan supir yang akan mengantarnya bukan malah menungguku dan berakhir dengan naik transportasi umum.
Perempuan itu selalu saja tersenyum lembut padaku. Walau beberapa kali aku bersikap ketus padanya, dia tetap tidak perduli dan selalu mengekoriku kemanapun. Bahkan di saat hampir seluruh siswa di sekolah menjauhiku karna sifat ketusku dialah satu-satunya yang mau dekat denganku.
Awalnya aku merasa risih, bahkan aku pernah beberapa kali membentaknya. Tapi esoknya dia tetap datang dengan senyum khasnya padaku. Hingga kini, aku mulai terbiasa dengan itu.
"Deva, udah ngerjain PR?" Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Kami sama-sama berjalan menuju halte bus.
"Deva bakalan ikut ke tour gak nanti?"
"Gak." Aku bisa melihat dia memajukan bibirnya.
"Kenapa?" Raya kini sudah berdiri di depanku untuk menghalangi jalan.
"Males." Aku segera berlalu dari hadapannya. Bus yang akan mengantarkan aku dan Ray juga sudah nampak di hadapan sana.
"Ih, kok gitu. Ikut aja ya, nanti aku gak ada temennya."
Raya kembali bersuara, bahkan ketika kami sudah berdiri di dalam bus karna tidak mendapat tempat duduk. Bus hari ini sangat padat oleh para siswa dan beberapa pekerja kantoran. Aku menatap kearah belakang punggung Raya yang mana ada seorang pria yang terus menatapnya. Di tempat umum seperti ini hal seperti ini sudah sering terjadi. Aku dengan sigap langsung meraih bahu Raya dan menariknya ke depanku. Hingga kini posisiku dan Raya sudah saling berhadapan. Aku tidak perduli dengan hal itu, asalkan Raya tetap aman dan tidak terganggu dengan orang asing yang berniat jahat padanya.
Aku melihat Raya yang kini tersenyum cerah di depanku. Tapi senyumnya tidak pernah ku balas dengan senyum juga, melainkan hanya wajah datar yang ku tunjukan.
"Deva baik banget deh."
"Hmm."
***
Beberapa hari setelah kejadian di bus waktu itu, Raya semakin bertingkah aneh. Sebenarnya setiap tingkah Raya memang selalu aneh, hanya saja kini semakin menjadi. Bahkan ia tidak ragu lagi untuk berkontak fisik denganku. Untuk sekedar informasi, aku termasuk salah satu orang yang paling benci dengan yang namanya kontak fisik. Bahkan selama hidupku aku sangat jarang bersentuhan dengan orang lain walau hanya sekedar salaman. Kecuali jika orang yang lebih tua dariku, tentu aku akan menerimanya sebagai bentuk dari sopan santun.
Dengan sikap Raya yang seperti itu aku semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan anak itu. Tapi seperti biasa, aku mencoba tidak perduli.
Baru saja aku ingin kembali fokus mengerjakan tugas ku. Bunyi pesan baru masuk ke ponselku. Aku jelas tahu siapa yang akan menghubungiku di saat seperti ini. Sekali lagi aku mencoba mengabaikan hal itu.
Aku kembali memfokuskan perhatianku pada tugas yang tinggal sedikit lagi selesai. Tapi pesan bertubi-tubi yang di kirimkan dari satu orang yang sama sungguh menggangguku. Aku langsung sana membalas pesan itu dengan cepat.
Baru beberapa detik setelah pesan itu terkirim, panggilan dari Raya langsung masuk ke ponselku. Aku dengan malas mengangkatnya.
"Apa?"
"Deva udah ngerjain PR?" tanya Raya dengan suara lembutnya, seperti biasa.
"Lagi ngerjain."
"Raya ganggu ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me
Short StoryHanya berisi cerita pendek yang di tulis berdasarkan mood penulis. Tolong tinggalkan jejak sesudah membaca yaa. Selamat membaca☺