So Far

163 18 6
                                    

Karin mengepalkan kedua tangannya saat melihat hal apa yang terjadi di dapan matanya sekarang. Rian, pria yang mengakhiri hubungan mereka beberapa minggu lalu kini sepertinya sudah menemukan wanita baru.

Karin tertawa sinis. Apakah memang secepat itu bagi pria untuk menemukan pengganti? Atau memang sejak awal tidak ada sedikitpun rasa yang ia berikan.

Karin berbalik, niat awalnya ingin ke perpustakaan tapi malah berakhir begini.

***

"Ya lo pikir aja, tiga tahun loh, tiga tahun."

Serena yang mendengar Karin berbicara hanya mengangguk aja. Dia sudah terbiasa dijadikan tong sampah seperti ini, ya itu adalah salah satu gunanya sahabat kan.

"Ren, selama itu kalau emang gak ada rasa ya ngapain di terusin coba? Kan tinggal bilang putus dari awal."

Karin masih emosi saat melihat Rian bersama pacar barunya tadi.

"Kasihan kali sama lo, gak tega putusin cewek yang bucin kayak lo."

Karin melempar bantalnya pada Serena, walau pada akhirnya bantal tersebut meleset karna Serena yang lebih cepat menghindar.

"Anjir lo, ya gimana gue gak bucin kalau dianya selalu perhatian sama gue, nganterin pulang, beliin makan, nemenin belanja. Gue kan jadi ngerasa di perhatiin."

"Perasaan gue juga selalu gituin lo tapi tetap aja gak di anggap."

Karin menengok cepat pada seseorang yang menyele pembicaraan mereka. Setelah mengetahui siapa orangnya, Karna hanya dapat menghela napas kesal.

"Lo mau ngapain aja gak akan di anggap sama Karin, Bim. Mending sana pulang gih, rumah gue baru dibersihin."

Bima yang di tatap seperti itu tidak peduli dengan ucapan Serena barusan. Dia juga sedang kesana sekarang.

"Ser, mending lo pura-pura jadi pacar gue deh, capek gue di sangka Gay mulu."

Karin terbahak, sedangkan Serena menatap Bima jijik. "Ini temen gue kenapa gak ada yang waras, Tuhan? Mau lo bayar berapapun juga ogah gue jadi pacar lo."

Karin bergeser ke arah Bima yang ternyata membawa beberapa cemilan. "Setelah di tolak gue sekarang lo mau Serena juga, ya ampun Bim, emang cewek yang kemarin gak suka juga?"

"Gue minta tolong nyariin cewek yang bisa di ajak kerja sama, buka cewek buat di ajak ke hotel bareng. Gila aja si cewek kemarin, belum apa-apa udah main grepe-grepe aja, emang gue cowok apaan?"

Karin dan Serena terbahak. Bisa-bisanya nasib temannya ini tragis sekali.

"Ya lo iyain aja sih, kan enak."

Bima menatap Serena seperti mahkluk asing yang entah dari mana, kemudian kedua tangannya menutupi dada.

"Jijik anjir, ngomong kek gitu lagi gue geplak ya?"

Karin yang hanya tertawa sejak tadi merasa ini akan seru. Kemudian ia menambahkan, "Bener tuh, Bim. Gimana kalau main bertiga, seru kayaknya?"

Bima yang sudah tidak tahan dengan kedua teman wanitanya yang mulai kehilangan kewarasan, akhirnya berdiri. "Gila lo berdua, njir. Gua balik."

Serena menyusul berdiri, "Loh mau kemana, gue kan udah pengen nih?" kemudian tertawa keras bersama Karin.

Bima tidak perduli dengan tawa mereka. Ia melangkah cepat keluar dari apartemen Serena itu.

Bima bukannya sok alim, ia bersikap seperti itu untuk menjaga pertemanan mereka saja. Karna jika ia terlibat begitu jauh, ia takut ia benar-benar akan kehilangan akal sehat.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang