Like Home (1)

456 29 0
                                    

Tangan Yara terkepal kuat, bibirnya gemetar tak karuan. Dengan keberanian yang tersisa, ia mengangkat wajahnya. Menatap seseorang yang baru saja melayangkan tamparan keras pada pipi kanannya.

"Memangnya salah saya dimana?"

Seseorang di depannya tertawa sinis, "Masih bertanya, bodoh atau memang tidak berotak?"

Yara mendengkus kasar. "Kalau saya bodoh, Anda adalah orang yang bertanggung jawab atas kebohongan saya. Anda yang membuat saya terlahir di dunia."

"Cih, memangnya kau pikir aku sengaja membiarkanmu hidup? Jika bukan karna wanita gila itu, aku pasti sudah memusnahkanmu sebelum lahir."

Yara tertawa, "Benar, saya merasa kesal sekarang karna dibiarkan hidup. Harusnya biarkan saja saya mati, itu lebih baik dari pada menjadi anak dari pria brengsek sepertimu."

Plak

Sekali lagi, sebuah tamparan melayang di pipinya. Di tempat yang sama, rasanya dua kali lipat dari tamparan awal, karna memang rasa sakitnya di awal belum sepenuhnya hilang.

Yara bahkan yakin, jika sudut bibirnya sobek karna tampar itu. Sakit sekali. Di sekanya sudut bibirnya kasar, mencoba mengabaikan rasa sakitnya sebentar. Kemudian Yara kembali mengangkat wajahnya, di pandangi wajah Ayahnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kau, lebih baik kau mati saja."

Pria itu menarik tangan Yara kasar, kemudian menghentakannya pada tembok rumah. Kepala Yara rasanya sakit sekali, darah segar keluar dari pelipisnya.

Tangannya kembali di tarik, kemudian di hentakan ke lantai dengan kasar. Sudah cukup, Yara rasa ia sudah tidak bisa mempertahankan kesadaran lagi.

Di ujung kesadaran, ia hanya sempat mendengar sebuah kalimat yang tidak ia pahami sama sekali.

"Tentu saja aku harus mendapatkan keuntungan dari mu."

***

Yara mencoba membuka matanya yang masih tertutup rapat. Entah kenapa sulit sekali rasanya. Kepalanya bahkan sangat berat.

Masih dalam keadaan memejam, ia mengingat kejadian tadi sampai ia harus kehilangan kesadaran. Yara berpikir, mungkin saja ia sudah mati sekarang.

Tapi ia masih dapat mendengar suara musik kencan di sekitarnya. Tunggu, jika ini surga apa mereka sedang berpesta karna kedatangan nya? Tidak mungkin sekali.

Yara memaksa untuk membuka matanya, walau kesusahan akhirnya ia bisa membukanya sedikit.

Gelap.

Sangat gelap. Yara bahkan tidak tahu apakah ini di dalam ruangan atau bukan. Yang ia tahu, sekarang iansedang berbaring di atas sesuatu yang keras.

Dengan sekuat tenang, Gara mencoba kembali menggerakan kaki dan tangannya. Keduanya bergerak sempurna, tapi ia tidak bisa bangkit karna merasa sesuatu mengingat tubuhnya dengan kuat.

Apa yang terjadi padanya, dimana ia sekarang? Masih mencoba mencari jawaban dalam kepalanya, tiba-tiba ia langsung menoleh cepat begitu mendengar suara langkah kaki.

Yara tahu sekarang, ia berada di sebuah ruangan, terbukti ketika ia mendengar suara seseorang yang hendak membuka pintu dengan kunci.

Dengan cepat, ruangan ini terbuka. Dari sana muncul cahaya, dan Yara melihat seseorang masuk kedalam.

"Sudah bangun rupanya."

Tidak, buka satu orang. Mereka bertiga. Yara yakin mereka semua adalah laki-laki.

Kepalanya berdenyut nyeri. Yara meringis pelan, ah ternyata ia masih hidup. Menghembuskan napas kasar, Yara kembali melihat ketiga orang yang sudah berdiri di depannya.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang