24. Damai

731 103 14
                                    

Double Up, Because of Chanyeol's Birthday!

•••

Tangan Eunseo katanya, yang bikin Jaehyun bisa liat makhluk tak kasatmata. Eunseo hampir ketawa nanggepin omongannya Jaehyun, tapi setelah dia pikir-pikir lagi memang sebelumnya Jaehyun nggak pernah pegang tangan Eunseo. Selalu lengannya.

Dibilang Jaehyun terlalu mengada-ada juga nggak bisa. Karena apa yang diliat Jaehyun juga dilihat oleh Eunseo. Tapi kenapa harus tangannya? Apa ini juga berlaku kalau tangannya dipegang oleh temannya yang lain? Tapi Eunseo nggak ingat sama sekali kalau temannya yang lain protes liat makhluk halus kalau pegang-pegang tangan Eunseo.

Apa cuma berlaku buat Jaehyun? Kenapa? Apa karena Jaehyun orang yang spesial untuk Eunseo atau cuma sebatas karena keinginan terpendamnya Jaehyun untuk lihat Jiho? Masa sih? Ini sama sekali nggak masuk akal.

"Sebentar ya, ijinin gue buat megang tangan lo," ucap Jaehyun yang menghentikan Eunseo dari serentetan pertanyaan yang bercokol dalam kepalanya.

Jaehyun menatap pada sosok Jiho yang kini berada tepat di hadapannya. Eunseo bisa melihat dengan jelas bagaimana terharunya Jiho yang kini bisa ditatap balik oleh Jaehyun. Segitu sukanya atau segitu nyeselnya, Eunseo nggak bisa nebak mana yang bener.

Sebenarnya, Eunseo agak cemburu karena melihat tatapan Jiho yang nggak biasa ke Jaehyun. Tapi, Eunseo merasa nggak berhak protes itu sekarang. Disamping karena mungkin ini jadi yang terakhir, dan juga posisi Eunseo yang bukan siapa-siapa lagi buat Jaehyun.

Sekarang Eunseo nyesel, udah ngelepas Jaehyun gitu aja hanya karena egonya. Dia seharusnya nggak marah ke Jaehyun hanya karena cowok itu mau mengenal Eunseo lebih jauh. But that's the real her. She shut people out, whenever they tried to seek further of her past, her emotions, her life. She really is stupid.

Jiho mencoba menggapai wajah Jaehyun, namun hanya tertembus melaluinya. Jiho meringis, tetapi tetap menampakkan senyum manisnya.

"Kamu... apa kabar?"

"Gue baik-baik aja, Ji." Jaehyun tersenyum. "Kamu selalu cantik, ya, meskipun kita udah beda dimensi sekarang."

Semakin mendengar percakapan keduanya, Eunseo semakin merasa seperti orang ketiga. Nggak seharusnya dia mendengar obrolan mereka berdua yang seharusnya menjadi sebuah privasi. Eunseo merasa seperti seorang intruder diantara mereka.

"Ji, aku minta maaf kalau kamu nggak bisa pergi dengan tenang karena aku," suara Jaehyun lirih. "Aku minta maaf karena mengusir kamu waktu itu, dan nggak bisa nolong kamu saat kecelakaan. Aku minta maaf."

"Tunggu," Eunseo menginterupsi. "Apa maksudnya lo nggak bisa nolong Jiho? Lo ketemu Jiho terakhir kali bukan saat lulus SD kan?!"

"Maaf, gue bohong sama lo. Gue nggak maksud begitu, tapi gue nggak pengen terlihat jahat di depan lo, Seo. Iya, gara-gara gue Jiho meninggal."

"Enggak, Jae. Kamu nggak salah. Tolong, jangan salahin diri kamu sendiri." Air mata Jiho mulai bercucuran. Eunseo yang melihat itu mau tidak mau ikut mengeluarkan tangisnya.

"Tapi bener, Ji. Seandainya saat itu aku nggak ngusir kamu yang jauh-jauh dateng ke Jakarta cuma buat minta maaf ke aku, kamu mungkin nggak akan pernah jadi korban tabrak lari. Kalau aja aku lebih cepat sadar, aku mungkin bisa nyelametin kamu. Aku minta maaf. Aku bener-bener nyesel."

"Demi Tuhan, aku nggak pernah nyalahin kamu atas kecelakaan itu. Aku nggak pernah nyesel karena pergi untuk memuin kamu." Jaehyun menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha membantah ucapan Jiho. Namun, Jiho melanjutkan ucapannya,

Fate [Jaehyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang