12

9.2K 922 90
                                    

(Namakamu) menggulung rambutnya dengan asal, ia tengah mencabut rumput liar di seluruh sekolahnya ini. Hukuman tetap akan selalu ada di dalam kehidupan (Namakamu) seakan-akan hukuman adalah saudaranya yang pernah hilang.

Ia pun menyeka keringatnya dengan punggung tangannya, lalu menatap plastik hitam besar itu semuanya berisi rumput-rumput itu.(Namakamu) hanya bisa tersenyum dengan hatinya yang kepanasan akibat udara yang panas.

"Cabut rumput yang rajin, biar suami lo di masa depan kagak kaya rumput," gumam (Namakamu) sembari mencabut rumputnya dengan kedua pipinya yang sudah memerah akibat panas.

(Namakamu) mencabutnya kembali dengan kedua tangannya, ia begitu banyak menggunakan kekuatannya untuk menarik rumput itu keluar dari tanah. "Bentar lagi, gue lamar jadi karyawan pencabut nyawa, mau gue cabut nyawa yang bikin peraturan ini," gumam (Namakamu) kembali dengan penuh panasnya matahari.

Anak-anak rambutnya menempel di pipi merahnya, keringat semakin banyak, dan matahari semakin terik. (Namakamu) ingin mengutuk hari ini, tapi takut dosa.

"Perlu bantuan?"

(Namakamu) yang tengah mencabut rumput seketika mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara, dan ternyata berada di sampingnya. Iqbaal.

Iqbaal jongkok dengan almamater osisnya, ia menatap (Namakamu) yang terlihat cantik di setiap apapun dilakukan gadis itu.

(Namakamu) menyunggingkan senyumannya, lalu kembali mencabut rumputnya. Iqbaal baru saja keluar dari ruangannya,baru menyelesaikan rapatnya bersama anggota osis lainnya dan terlihat gadis mungil yang meningkatkan moodnya.

(Namakamu) tidak menjawabnya, ia menutup mulutnya. Iqbaal meletakkan minuman dingin di dekat (Namakamu) beserta topinya yang kadangkala ia bawa-bawa. Ia melihat (Namakamu) fokus dengan cabutan rumputnya, begitu fokus.

"Jangan lupa istirahat, (Namakamu)," ucap Iqbaal dengan suara beratnya yang lembut.

(Namakamu) hanya menganggukkan kepalanya tanpa melihat Iqbaal yang sejak tadi melihatnya. Iqbaal berdiri dari jongkoknya, lalu menatap (Namakamu) sekali kemudian pergi menjauh.

(Namakamu) berdecak kecil, ia sejak tadi memang sedang menghindari Iqbaal karena malas untuk berbicara dulu. Ia menghembuskan napasnya pelan, lalu tak sengaja ia melihat di sampingnya. Minuman dingin dan sebuah topi, ia terkejut.

Ia seketika melihat Iqbaal yang berjalan santai menuju kelas.

"Terima kasih," gumam (Namakamu) pelan.

**

(Namakamu) mencuci tangannya, lalu mencuci wajahnya agar terlihat segar. Ia sudah melewatkan masa hukumannya, dan baru merasa lega saat sudah selesai. Ia kembali mencuci wajahnya untuk menghilangkan rasa lelah dan panasnya.

Sepertinya, ia harus segera memasuki kelas untuk mendinginkan tubuhnya. (Namakamu) segera mematikan keran air di wastafel, lalu mengambil beberapa tisu untuk mengeringkan tangan dan wajah.

(Namakamu) pun segera berjalan keluar dari toilet, namun seketika langkah kakinya terhenti saat pintu toilet itu terbuka dengan beberapa orang yang masuk. Ia juga sedikit bingung saat pintu toilet itu ada menutupnya.

"Sorry, gue mau keluar," ucap (Namakamu) dengan sopan.

Dan seketika, ada yang mendorong bahunya dengan sedikit kuat, tetapi tidak membuat (Namakamu) jatuh. "Lo cari perhatian Iqbaal, kan? Sok-sok lemah, terus Iqbaal datangi lo, bantuin lo tadi. Iya, kan?!"

(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas, "please, gue baru selesai dihukum cabut rumput hampir satu sekolah. Jadi, please banget jangan buat gue dihukum lagi karena ulah lo semuanya. Oke, teman?" balas (Namakamu) dengan lembut.

"Kalau lo nggak mau dihukum, ya lo jangan keganjenan di depan Iqbaal! Lo kira lo secantik apa, sih? Baru masuk aja udah sok banyak tingkah, ke Iqbaal pula!" bentak gadis itu dengan bergema.

(Namakamu) menggaruk kepalanya yang pusing, ia sudah tidak mengerti lagi dengan kondisi sekolah ini.

"Gue nggak ada dekatin bang Iqbaal. Sumpah, deh! Dia aja yang memang dekatin gue. Gue malas banget ribut-ribut, woi! Udah, ya?"

"Gue nggak terima!"

(Namakamu) semakin lemas, ia sedang tidak mood untuk meladenin ini. "Lo mau gue jauhi Iqbaal, kan? Ya udah, gue jauhi. Puas? Gue mau keluar sekarang," ucap (Namakamu) yang sudah pasrah-pasrah saja.

"Gue belum selesai! Lo berani ngeremehi gue, ya!"

(Namakamu) seketika menarik lengan perempuan itu ke belakang punggung perempuan itu. Ia sedang dalam kondisi tidak stabil, dan dipancing.

"Kalau gue bilang udah, ya udah! Bisa nggak sih, gak usah cari masalah? Kerja lo semua cuma belajar doang, bangsat. Jadi emosi gue karena tingkah lo. Minggir, lo!" ujar (Namakamu) dengan begitu kasar.

Perempuan itu menahan teriakan, tetapi terlihat rasa kesakitan di wajahnya. (Namakamu) segera mendorongnya hingga membentur pelan wastafel. Para teman perempuan itu menghindar dari pintu, dan (Namakamu) dapat keluar dari toilet.

"Lo nggak apa-apa, San?" tanya salah satu teman Sania.

Sania memijit pelan tangannya yang sakit, ia menatap keluar toilet itu dengan dingin. "Sekarang, gue tahu kenapa Leoni minta kita semua buat balesin dendam ke dia."

**

Bersambung

Ig: triyenierika

Bad Things (TOUCH LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang