8

8.8K 872 62
                                    

**

(Namakamu) berjalan memasuki kelasnya dengan pipetnya yang ia gigit-gigit, ia suka menggigit pipet. Beberapa teman laki-laki di kelasnya menyapanya dengan senyuman, (Namakamu) membalasnya dengan sapaan tangan sembari berjalan menuju tempat duduknya.

(Namakamu) melihat Tania melambaikan tangan ke arahnya. (Namakamu) sedikit mengernyitkan dahinya saat melihat meja Tania yang penuh dengan lembaran warna-warni dengan kado yang dibentuk rapi.

"Lo nggak istirahat?" tanya (Namakamu) yang melihat Tania terlihat semangat menyusun sebuah sesuatu.

"Lebih penting ini daripada istirahat," jawab Tania dengan senyumannya.

(Namakamu) melihat kata-kata yang tertulis di dalam kertas warna-warni itu, dan tersenyum geli melihat teman sebangkunya ini sedang membuat sebuah puisi cinta. Masih seperti orang jaman dahulu.

"Untuk apa, sih, ini? Kayanya ada bau-bau yang lagi jatuh cinta," goda (Namakamu) dengan melihat berantakannya mejanya.

Tania tersenyum malu-malu, tetapi tangannya tetap bekerja menyusun. "Gue mau kirimin ke kak Iqbaal tentang puisi ini sama kado ini."

(Namakamu) menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia mengerti sekarang. "Good luck! Gue doain supaya lo—"

"Tapi, kak Iqbaal nggak bakal baca deh surat punya gue, dia bakal buang semuanya." Dan Tania seketika tertunduk sedih.

"Kok gitu? Tahu dari mana, lo?" tanya (Namakamu) yang dirinya tidak terlalu peduli dengan berita-berita seperti itu.

"Semuanya bilang gitu. Teman gue yang beda kelas kan juga suka sama kak Iqbaal, tapi waktu dia mau kirim bunga, bunga-bunga yang lebih dulu ada, udah dibuang gitu aja. Makanya gue pesimis." Tania menyusun kadonya dengan pelan.

(Namakamu) melihat Tania, teman sebangkunya murung begitu saja saat menceritakan itu. (Namakamu) melihat kembali hasil karya Tania yang menurutnya cukup diacungi empat jempol, karena keindahan kata-kata puisi dan beberapa kadonya terlihat dipersiapi rapi oleh Tania.

"Kalau tahu nggak bakal diterima, kenapa masih dibuat, Tan?" tanya (Namakamu) dengan suaranya yang sedikit lembut.

Tania menaikkan kedua bahunya dengan senyumannya, "mungkin karena sangking sukanya, jadi gue nggak punya alasan lagi untuk stop semua kado-kado ini."

(Namakamu) tersenyum kecil saat melihat Tania kembali tersenyum. (Namakamu) suka berteman dengan Tania. Tania begitu ramah, lembut kepadanya. (Namakamu) merasa nyaman saat berteman dengan Tania.

"Mau gue bantuin, nggak?" tawar (Namakamu) dengan tulus.

Tania menatap (Namakamu) dengan sedikit ragu. (Namakamu) tersenyum manis.

"Kado-kado lo, nggak akan sia-sia. Gue bersumpah demi nilai fisika gue yang anjlok!" ucap (Namakamu) dengan senyumannya.

Tania tertawa kecil namun menganggukkan kepalanya.

Dan (Namakamu) bahagia mendengar tawa itu.

**

(Namakamu) memberhentikan langkah kakinya saat melihat dari luar ruangan khusus loker kakak kelasnya, ia melihat banyak gadis-gadis berkumpul di sana sembari menempelkan kertas warna-warni di sana, bahkan meletakkan bunga-bunga di sekitaran loker tersebut.

"Lah? Udah banyak aja," gumam (Namakamu) yang melihat loker itu tertempel kertas-kertas itu.

(Namakamu) melihat gadis-gadis itu keluar dari ruangan itu dengan senyumannya yang bahagia. (Namakamu) ingin menyapa tersenyum, tetapi mereka terlebih dahulu menatapnya dengan sinis.

Bad Things (TOUCH LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang