1

12.2K 1K 46
                                    

Iqbaal menghela napasnya dengan pelan saat surat-surat itu kembali memenuhi lokernya, ingin rasanya mengunci lokernya dengan berbagai sandi yang sangat sulit agar lokernya aman dari berbagai macam hal seperti ini.

Iqbaal pun kembali menutup pintu lokernya dengan sedikit kasar, ia lelah membuang-buangnya. Pasti setelah ia buang, sampah itu akan kembali menumpuk di dalam lokernya. Iqbaal mengunci lokernya dengan kasar pula, lalu meranselkan satu kembali tasnya dengan wajahnya yang tampan itu terlihat badmood.

Ia mulai mengeluarkan kunci mobilnya, ia akan langsung pulang ke rumahnya. Iqbaal memberantaki rambutnya dengan perasaan kesalnya, lalu tidak memperdulikan sapaan orang-orang di sekitarnya.

"Yaahh.. kayanya dia nggak lihat surat kita lagi."

"Ya, mau gimana? Kita chat juga nggak bakal dibalasnya."

"Kita ini hanya apalah, remahan rengginang di kaleng-kaleng kongguan."

"Apaan sih! Udah ah.. cabut ke rumah. Besok kita kirim makanan atau yang bisa menjadi bahan pertimbangan dia. Ketua Osis kesayangan kita-kita."

"SIAP!86!"

Para siswi penggemar seniornya, Iqbaal Dhiafakri Ramadhan.

**

"Akhirnya selesai juga! Liburan, gue datang..." (Namakamu) melompat kecil saat ia meneriakkan kegembirannya mengenai ujian nasionalnya telah selesai.

(Namakamu) segera mengambil ponselnya di dalam saku bajunya, lalu dengan senyuman manisnya ia meletakkan ponselnya di sisi telinga kanannya.

"Ma, adek udah selesai ujian. Adek mau sekolah di sana, di Aussie." (Namakamu) mulai berbicara dengan penelpon di ujung sana.

"Adek yakin? Bang Azka temannya siapa dong kalau adek di sini?"

(Namakamu) mencebikkan bibir bawahnya dengan imutnya,"bang Azka kan udah mandiri, lagian dia kan laki-laki, pasti bisa hidup sendirilah. Adek kangen Mama sama Papa..." (Namakamu) merengek kecil kepada Mamanya yang di dalam telepon itu.

"Kok gitu, sih? Bang Azka nggak bisa lho kalau adek nggak dekat dengan dia. Memang mau bang Azka sedih?"

"Mamaaa... nggak mau di sini, adek mau di sana. Lagian Papa juga! Ngapain kerjanya sampai di sana sih!" protes (Namakamu) sembari menghentakkan kecil kedua kakinya.

"Ya sudah, kalau adek ngotot ke sini, adek minta izin dulu ke abangnya. Mama juga nggak mau persekolahan adek terganggu karena ketidaknyamanan. Gimana tadi ujiannya, Dek? Bisa?" tanya wanita paruh bayah itu di dalam telepon itu.

"Ya, gitu.."

"Gitu gimana?"

"Ya, kaya ujian biasa.. paling ada salah dua atau tiga atau mungkin dua puluh."

"Mama doain supaya nggak ada yang salah. Oh iya, Mama sampai lupa.."

"Kenapa, Ma?"

"Mama mau tidur, tapi nggak jadi karena kamu nelpon Mama. Sudah dulu ya, Sayang.. Mama mau tidur, byeee.."

Dan panggilan itu mati. (Namakamu) hanya dapat menghela napasnya saat mendengar Mamanya kembali seperti itu, ia pun meletakkan ponselnya di dalam saku seragam sekolahnya, ia akan pulang dengan perasaan damai.

"Aussie... (Namakamu) is coming!"

**

"Nggak! Pokoknya, Tata harus di sini sama Abang. Kalau mau ke Aussie, tahun depan kita liburan ke sana. Pokoknya, Tata harus sekolah di sini sama Abang, nggak ada yang namanya sama Mama, sama Papa." Azka menolak keinginan (Namakamu) yang hendak sekolah di Australia, tempat di mana orang tua mereka bertempat tinggal karena urusan bisnis yang mengharuskan mereka di sana.

Orang tua Azka dan (Namakamu) menyekolahkan mereka di Indonesia dikarenakan ingin mendidik anaknya agar terbiasa untuk tidak bergantung kepada orang tuanya.

(Namakamu) yang mendengarkan penolakkan Azka membuatnya menatap Azka dengan kesal. "Abang mah.. ih! Gue mau dekat sama Mama! Lagian lo juga repot kan ngurusin gue? Ngaku, lo!" balas (Namakamu) dengan suara rengekkan kecil khasnya.

Azka mengernyitkan dahinya, "memang selama ini gue ada ngeluh tentang tingkah lo? Enggak, kan? Gue sayang sama lo, Dek.. lo saudara perempuan gue yang bikin gue mau lawan siapa aja yang bakal nyakitin lo. Tapi lo nya malah minta pindah.. sama abang aja di sini.. nggak kasian sama abang sendiri di Indonesia?" Azka mencoba untuk merubah keinginan (Namakamu) untuk tetap tinggal di sini bersamanya.

(Namakamu) bersedekap dada dengan bibir bawahnya yang ia cebikkan. "Lagian Mama setuju kok kalau Tata di sana," ucap (Namakamu) dengan wajahnya yang terlihat merajuk.

Azka yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar adiknya, kini berjalan dan menaiki tempat tidur (Namakamu) agar dapat meniadakan jarak dengan (Namakamu). Azka mengusap rambut cokelat gelap adik kesayangnya ini, ia mengingat bagaimana bahagianya saat mendengar bahwa Mamanya mengandung (Namakamu). Ia sangat menyayangi saudara perempuanya ini.

"Abang yang nggak bisa jauh dari Tata. Tata tahu persis kan gimana Abang kalau Tata jauh? Kalau nggak demam, ya pasti nangisi Tata. Memang Tata mau Abang kaya gitu lagi?" tanya Azka dengan lembutnya.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya sembari memeluk saudara laki-lakinya ini, ia begitu menyayangi Azka. Azka mengusap rambut adiknya dengan lembut, si tubuh mungil namun memiliki jiwa premanisme.

"Boneka Abang, guling hidup, squishy kesayangan Abang." Azka dengan gemasnya menciumi habis pipi (Namakamu) hingga memerah, (Namakamu) berteriak.

"BANG! SESAK INI! WOI! YAELAH.. ADEK LO INI, SAT..."

Azka memberhentikan ciumannya ketika mendengar sesuatu kata ketidak sopanan dari (Namakamu).

"Sat? Bangsat maksudnya? Ohh.. sekarang udah bisa ngomong nggak sopan sama Abangnya. Bagus..—"

(Namakamu) tersenyum memaksa," maksudnya satu hati berjiwa teguh."

Azka kembali memeluk adiknya dengan gemas, layaknya boneka. (Namakamu) kembali merasakan sesak napas.

**

B E R S A M B U N G

RAMAIKANN!

Bad Things (TOUCH LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang