'Aku tidak akan membalasmu. Tapi, aku tunggu karmamu'
~Ghevira Aulia Giska~
***
Adzan shubuh mulai menggema di telinganya. Tanpa menunggu lama, gadis berambut sebahu itu pun langsung bangun dari tidurnya dan segera mengambil kacamata yang selalu ia simpan di nakas, di samping tempat tidurnya.
Walaupun masih pagi, tapi memang inilah kewajiban untuknya. Ia tak ingin menjadi remaja durhaka yang selalu bangun pada saat matahari sudah bersinar melewati jendela kamarnya.
Ia duduk ditepi kasur untuk mengumpulkan semua nyawanya dan segera mengambil air wudhu lalu menunaikan ibadah sholat shubuh dengan khusyuk.
Setelah selesai menunaikan kewajibannya, dirinya mulai bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Yang selama ini ia anggap bukanlah sekolah, melainkan tempat terkutuk yang menyebabkan air mata dan kekecewaan itu berasal.
Kini seragam sekolah sudah melekat di tubuh mungilnya. Ia menatap sayu dirinya sendiri di pantulan cermin, terlihat memprihatinkan.
"I hope to have a very nice day."
Delapan kata yang selalu dilontarkan setiap hari dari bibir mungilnya saat sedang bercermin. Memang sejak dari dulu, delapan kata itulah yang diharapkan oleh seorang gadis bernama Ghevira Aulia Giska disapa Vira.
Gadis berkacamata, dengan rambut sebahu, plus kawat gigi yang menempel rapi di gigi putihnya. Dan karena gayanya itu, Ghevira dipanggil dengan panggilan si CUPU. Menyedihkan bukan? Tapi menurutnya itu tak masalah. Ia pergi ke sekolah juga untuk mencari ilmu toh, bukan mencari ketenaran.
Tok Tok Tok
"Vira..."
Ketukkan dan panggilan wanita tiga puluh delapan tahun itu membuat Vira kembali sadar dari lamunannya. Dengan segera ia pergi dari cerminnya dan membukakan pintu untuk bibinya.
"Ada apa, Bi?"
"Ayo sarapan." ajak Bi Linda, Bibinya.
Sejak sepuluh tahun lalu, setelah meninggal ayahnya, Vira pergi dari tempat kelahirannya menuju Ibu Kota. Dirinya pergi dengan diantar oleh sang ibu yang sekarang sudah bekerja di Singapura sebagai TKW.
Tak mudah memang hidup tanpa adanya figur seorang ibu dan ayah, tapi kini Vira sudah terbiasa tinggal bersama Bi Linda, adik dari ibunya.
Bi Linda merupakan seorang wanita tangguh yang hidup sendiri tanpa seorang suami. Pernikahan yang ia bangun selama dua tahun harus berakhir dengan perceraian.
Walaupun hanya pernikahan singkat, tapi Bi Linda cukup trauma untuk kembali membangun sebuah bahtera rumah tangga. Dirinya harus banyak mengalami hal buruk karena perlakuan sang suami padanya dulu.
"Bibi bikin sarapan apa?"
"Nasi goreng."
Mereka berdua melenggang pergi menuju dapur yang memang tak jauh dari kamarnya, karena rumah bibinya ini hanya terdapat satu lantai saja. Keduanya sarapan dalam diam, tidak ada yang membuka suara. Ghevira juga begitu khidmat menikmati nasi goreng buatan bibinya.
"Pelan-pelan, Ra." tegur Bi Linda ketika melihat Vira yang begitu bersemangat menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Takut telat, Bi." jawab Vira sembari melihat jam tangan pink yang melingkar di tangan mungilnya.
Setelah selesai, Vira beranjak dan membereskan tempat makannya. Lalu ia kembali ke kamar untuk mengambil tas kuning miliknya.
"Bi, Vira pamit dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cross the Line
Teen FictionMempunyai kisah cinta yang romantis saat masa sekolah adalah impian sebagian remaja. Sama halnya dengan Ghevira, seorang gadis pintar yang selalu menghayal dapat cowok romantis seperti di drama Korea. Namun, khayalan itu terpaksa dibuang jauh-jauh...