"Sepertinya, prosopagnosiaku akibat dari suatu peristiwa," katanya memulai.
Aku bersiap mendengarkan dengan baik. Renjun menatap ke arah hamparan awan putih.
"Jadi, dulu di China, Papa bikin cabang perusahaan di dataran tinggi. Nah, proyek itu yang bikin adek perempuanku tewas."
Aku kaget, Renjun punya adik perempuan ya? Semanis apa adiknya....
"Pasti adikmu manis sekali," aku mencoba mencairkan suasana.
Renjun mengangguk, lalu mendudukkan dirinya di atas rerumputan. Otomatis, aku mengikutinya, masih menatap wajah tampan Renjun.
"Dia manis sepertimu, tapi dia bandel," ia bernostalgia. "Aku sudah bilang jangan bermain di sekitar proyek Papa, dia nggak mau nurut."
Aku tersenyum. Adiknya sama persis sepertiku, nakal dan bandel.
"Dan naas, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, dia jatuh, lalu pergi bahkan nggak pernah kembali."
Renjun menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah. Dia pasti sedih, tentu saja. Jika aku adalah dirinya, aku pasti trauma-
"Nah, saat itu dimana prosopagnosiaku muncul. Cuma wajahnya yang aku inget, penyesalan atas ga becusnya aku jaga dia."
Ah, dia sembuh sekarang. Karena bersamaku di Merbabu, ya?
Aku mengusap kepalanya lembut, kemudian dia menoleh.
"Han, makasih. Makasih karena selalu ada buatku sampe sekarang."
-
Jeno melihatku dari ujung rambut hingga ujung kaki, berulang-ulang. Entah apa motifnya, aku kesal jika ditatap begitu.
Oh ya, kita udah balik ke villa, dan sekarang aku menemui Jeno di taman yang biasa digunakan untuk pesta barbeque malam hari.
Bedanya, ini masih sore. Pestanya nanti malam, baru aja ide Haechan ngalir. Mereka pada beli bahan makanan, termasuk Renjun.
Di villa sisa aku, Jeno, Nana, Minju, Yireon, dan Jisung.
"Kenapa lo?" sarkasku.
Dia menggeleng lalu menghampiriku, membolak-balik badanku seperti sedang memanggang sapi, masih tanpa kata.
"Apa sih?!" ketusku akhirnya.
"Nggak lecet kan lo? Dijagain dengan baik kan sama pacar lo itu?" tanyanya dengan nada yang kelewat nggak santai.
Males banget sih ish. Jeno menekankan kata pada 'pacar lo' tadi dengan sungguh-sungguh dan penuh penghayatan. Berasa disindir.
"Ya emang kenapa gt loh kalo gue lecet, badan gue belum tanggung jawab Renjun sepenuhnya ya! Enak aja."
Jeno salah kaprah, telinganya memerah.
"Bangsat gausah mikir macem-macem ya! Maksud gue, karena cuma pacar dan belum jadi suami, yaudah badannya dijaga sendiri-sendiri, lecet juga bodoamat kan."
Tapi telinganya Jeno malah makin merah! Curiga nih.
"Han," panggilnya, kepalanya menunduk menatap tanah.
??
"Gue tetep jadi temen lo kan?" tanyanya.
Hah? Ini bocah ngapa....
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] YOGYAKARTA 1.0 - Huang Renjun
Teen FictionEND Yogyakarta dan kamu, dua hal yang membuatku terkesan akan skenario yang telah Tuhan lukiskan. Aku hanya bisa terus berdoa, agar kisah kita selalu terkenang, sepanjang masa.... [15+] A SEMI-FANFICTION Partnya banyak tapi setiap part pendek banget...