(Part 3)
Belakangan ini hujan deras mengguyur sebagian besar kota Surabaya, hal ini membuat Tessa kembali mengurungkan niatnya untuk kembali tertidur. Padahal jam dinding birunya masih menunjukkan waktu 04.00 pagi.
Hujan diluar sana yang semakin lebat. Pertanda bahwa nanti, ia akan kembali membawa payung yang sudah lumayan usang itu untuk pergi ke sekolah. Tessa mengerjabkan matanya sesekali.
Benar-benar benci hujan!
Dengan malas Tessa menginjakkan kakinya menyentuh ubin. Dingin.
Setelah menyibakkan korden jendela kamar, Tessa merenggut kesal. Bibirnya maju beberapa senti saat matanya berpendar menerawang keadaan dibalik jendela.
"Kayaknya hujannya awet sampe nanti," desahnya pelan sambil kembali menutup korden berwarna biru cerah yang terbias cahaya lampu jalanan didepan sana.
Masih dengan langkah tertatih, Tessa berjalan keluar kamar dengan suara hening. Tak mau membuat siapapun orang rumah terusik dengan langkah kakinya.
Tepat saat langkahnya terhenti didepan pintu kamar bercorak hiasan kayu, Tessa terdiam beberapa saat.
"Iya, kamu pasti tau kalau dia satu-satunya harapan saya. Dia dunia saya. Tidak bisakah Anda membantu saya?"
Suara ayahnya, Tessa terdiam. Mencoba mencerna apa yang barusan dikatakan oleh ayahnya. Sepertinya percakapan lewat telepon, karena beberapa detik setelahnya suara ayahnya kembali terdengar.
"Saya janji akan melakukan apapun! Tidak ada kata terlambat!"
Ketika dirasa suara ayahnya mulai meninggi, Tessa mundur beberapa langkah.
Tidak diragukan. Ayahnya sedang membahas dunia bisnis yang selama ini didewakan oleh ayahnya. Kepribadiannya yang workaholic membuat Tessa sangsi bahwa ayahnya itu lebih memilih bisnis dibandingkan dirinya.
Tessa mundur beberapa langkah, sebelum berlari menuju kamarnya.
Namun, saat satu langkah pertama Tessa menjauh dari depan pintu besar itu, suara ayahnya kembali terdengar. Lirih namun dingin.
"Akan saya berikan dunia saya demi ini. Apapun resikonya!"
***
"Lo kayak orang kesurupan tau nggak!" suara tak asing itu adalah suara pertama yang Seva dengar saat cowok itu membuka matanya.
Tak berapa lama kemudian, suara tawa pecah keseluruh ruang kelas. Membuat Seva tak mampu lagi untuk melanjutkan kegiatan tidurnya.
Cowok itu mengangkat kepalanya pelan, kelasnya masih ramai dan tidak ada tanda-tanda akan ada guru yang masuk. Matanya yang sipit karena barusan terbangun dari tidur berpendar kesegala arah.
Hujan di luar sana memang tidak begitu deras. Namun awan yang mendung pekat seolah menandakan bahwa hari ini ia akan pulang dengan basah kuyup lagi.
Seva menghembuskan napas panjang, lalu menarik buku tebal dari loker mejanya. Buku dengan coretan rumus dimana-mana, ada juga beberapa gambar anime yang sengaja ia gambar untuk penghilang suntuk menyebar di setiap halamannya.
Menemukan cewek kaleng rombeng yang sudah ia deklarasikan menjadi musuh abadi sejak dua tahun yang lalu didepan kelas sambil membawa novel menjadi hal yang paling menjengkelkan didunia setelah pelajaran bahasa Indonesia.
Baginya, Tessa didepan sana adalah bakteri yang harus secepatnya dimusnahkan agar tidak berbahaya. Karena Seva tahu jika bakteri bisa berkembang lebih cepat setiap detiknya. Setidaknya itulah beberapa contoh soal pelajaran SMP yang kebetulan nangkring di otaknya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoria | End
Teen Fiction[Complete] "Makasih, lo udah mau jadi bagian memori gue." Mari bertemu dengan Tessa, gadis dengan sejuta tanda tanya. Mari bertemu dengan Seva, cowok paling ngeselin yang pernah Tessa kenal. Tessa mempunyai rahasia tersendiri mengapa ia mau membantu...