Hari ini adalah hari libur. Hari yang pas untuk menghabiskan waktu diatas kasur dan berpelukan ria dengan guling. Tetapi cuaca yang sedang buruk dengan suara guntur dari langit membuat Tessa hanya bisa mengedipkan matanya beberapa kali sambil memandangi langit-langit kamar.Matanya melirik kearah pintu kamarnya. Tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Padahal, sebentar lagi waktunya Ayah untuk berangkat kerja.
Seperti biasa, Tessa berharap bahwa suatu hari nanti ayahnya akan membukakan pintu kamarnya dan mengajak sarapan pagi atau bercengkrama di teras rumah seperti dulu.
Namun sepertinya dunia memang tidak benar-benar menyayangi Tessa. Buktinya, sekarang dia sendirian. Tidak bersama Ayah. Tidak juga bersama Mama. Hidupnya berubah sejak kejadian yang membuat ayahnya berubah.
Ayah memang tidak pernah mengenal kata libur. Selalu menghabiskan waktu dengan pekerjaan menumpuk maupun dinas ke luar kota. Selalu berangkat pagi buta dan pulang larut malam. Membuat Tessa selalu sendirian dirumah bersama pembantu.
Terlalu flat!
Tak terasa ponselnya berdering. Tessa hanya membiarkannya saja. Mungkin saja dari Karina yang minta dipesankan makanan karena lapar faktor hujan. Tidak penting. Tangannya meraih sebuah novel diatas nakas tanpa sekakipun melirik ponsel.
Beberapa waktu kemudian, ponselnya kembali berdering.
Tessa hanya membuka halaman novel tanpa sekalipun fokus kearah dering ponsel sebelum sebuah fakta terputar di otaknya. Karina anti bangun pagi! Dan sekarang jam dindingnya masih menunjukkan pukul empat pagi. Mustahil!
Akhirnya dengan malas dan dongkol Tessa mengambil ponselnya. Mengecek panggilan tak terjawab dan melotot ketika mendapati nama Seva terpampang jelas disana. Tessa semakin nggak paham dengan perilaku Seva akhir-akhir ini.
Dan ponsel Tessa langsung tersentak melayang ke udara ketika deringan ketiga menggema. Membuat fokus Tessa berkurang dan reflek melempar ponselnya melawan gravitasi. Dengan cepat Tessa mengangkat panggilan tanpa melewatkan satu menit pun.
"Halo?" Tessa membenarkan pita suaranya. Membuatnya seperti tidak terjadi apa-apa sebelum ini. Nampak datar dan seperti Tessa sebenarnya.
"Kebangun gara-gara gue?" suara Seva diseberang nampak biasa-biasa saja. Itu artinya Tessa berhasil berakting dengan baik dengan menyembunyikan kegugupan tak beralasannya.
"Enggak. Gue emang udah bangun."
"Terus kenapa nggak diangkat dari tadi?"
Sumpah demi apapun! Suara Seva diseberang terlampau halus hingga mampu membuat Tessa melongo mendengarnya. Nggak mungkin 'kan cowok itu sedang mabuk atau overdosis obat-obatan. Tessa sangsi cowok itu bahkan nggak bakalan bisa nyentuh rokok karena pergaulannya.
Tessa ingat betul. Seva nakal hanya di kalangan gamers. Atau dalam membuat hidupnya di kelas menjadi memburuk. Selebihnya, cowok itu sangat pemilih dalam berteman. Istilah kerennya males bersosialisasi!
"Lo denger gue 'kan? Helo! Ada orang disana?"
Tessa berkedip sesaat sebelum kemudian menjawab. "Lo udah buang tiga menit gue. Cepet atau gue matiin sekarang."
"Ck! Oke. Daripada telinga gue mendadak kutilan karena dengerin lo ceramah panjang kali lebar kali ting--"
"Kayaknya lo benar-benar berencana bikin pagi gue suram." Tessa berdecak kesal. Membuat cowok di seberang sana terkikik. "Gue tutup sekarang."
"Eh, buset! Mak Lampir ngamuk!"
"Gue beneran bisa matiin telfon sekalian sama orangnya, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoria | End
Teen Fiction[Complete] "Makasih, lo udah mau jadi bagian memori gue." Mari bertemu dengan Tessa, gadis dengan sejuta tanda tanya. Mari bertemu dengan Seva, cowok paling ngeselin yang pernah Tessa kenal. Tessa mempunyai rahasia tersendiri mengapa ia mau membantu...