28) Memoria

57 9 0
                                    


"Karena terkadang semua butuh waktu untuk bisa memaafkan."

-Memoria-

SORE ini Seva berniat untuk mengajak Nadh mengunjungi Tessa di rumah sakit. Sudah dua hari, dan Papa bilang jika Tessa sudah harus menjalani berbagai prosedur untuk selanjutnya dilakukan operasi besar. Memang tidak mudah, apalagi sekarang kelas menjadi lebih sepi. Pelajaran bahasa Indonesia yang tadinya ramai dengan kehadiran Tessa, sekarang sepi karena tidak ada pahlawan untuk menjawab pertanyaan guru pengajar.

Walaupun hujan, Seva tetap melajukan motornya. Jaket hitamnya sudah setengah basah saat motornya berhenti di sebuah pekarangan lusuh. Seva ingat jika Nadh bilang, rumahnya memang tidak pernah bersih karena kesibukan keluarganya.

Seva menyibakkan rambutnya, lepek. Lalu sepersekian detik kemudian senyumannya mengembang. Nadh suka dengan cowok yang rambutnya sedikit berantakan.

"Permisi." Setelah mengucapkan salam, Seva segera menunggu Nadh dengan duduk di kursi yang ada disana. Mejanya sedikit berantakan dengan putung rokok. Seva jadi berpikir, gaya hidup Ayah Nadh pastilah tidak sehat.

Pintu rumah itu terbuka. Seva langsung tersentak berdiri dengan senyuman merekah. Namun, senyuman itu langsung luntur diiringi dengan nada sarkastik yang keluar dari bibirnya. "Ngapain lo ada di sini?"

"Ini rumah gue." Cowok yang keluar dari rumah tadi menjawab dengan nada datar. "Seharusnya gue yang nanya itu. Ngapain lo ada di sini."

Pertanyaan yang tidak bisa dikatakan pertanyaan. Karena nada yang diucapkan cowok itu, tidak menunjukkannya. Sedangkan Seva langsung berdecak, sebelum kemudian melongok kearah pintu yang terbuka. Hening, tidak ada tanda-tanda ada orang lain di dalamnya.

"Mana Nadh?" tanya Seva dingin.

"Punya hak apa lo nanyain kemana Nadh?" tanya cowok itu balik.

"Gue ngga punya masalah apa-apa lagi sama lo. Gue udah bukan lagi anggota NightMate. Berhenti nyusahin gue," ujar Seva dengan bersungut-sungut. Wajah putihnya langsung dihiasi dengan rona merah kemarahan.

Cowok itu tertawa mengejek. "Sejak lo bikin gue nggak bisa jalan saat itu, lo akan selalu jadi musuh gue."

"SEVA!" Keduanya menoleh ke arah satu suara didepan sana. Nadh berdiri disana, dengan payung yang ia pegang dengan tangan kanan, dan kantong plastik penuh berada di tangan kirinya. Wajahnya tampak cerah sebelum pandangannya terarah pada sosok didepan Seva. "De-Dekho?"

"Maksud lo apa?" Seva tak bisa berkata-kata lagi. Jelaslah kalau Nadh dan Dekho memiliki hubungan, mereka tinggal di satu atap yang sama.

Nadh segera menyela. "Gue bisa jelasin, Sev."

"Nggak usah. Nadh itu kembaran gue." Dekho tidak dapat melihat adanya pancaran berbeda dari sorot mata Nadh yang masih diam mematung di pekarangan. Sementara Seva tidak habis pikir dengan apa yang ada didepannya. Fakta yang menyeretnya keluar dari zona nyaman bersama Nadh.

Fakta jika orang yang ia suka merupakan satu bagian dengan orang yang ia benci.

"Lo ngapain kesini?" tanya Nadh saat sudah didepan Seva. Sementara Dekho masuk kedalam rumah sambil menutup pintu rapat-rapat.

Seva mengembuskan napas panjang. "Gue mau ngajak lo ngunjungi Tessa. Tapi kayaknya kembaran lo nggak bakalan ngizinin lo cabut sama gue."

Nadh dapat mendengar suara berbeda dari Seva. Cowok itu nampak biasa-biasa saja, tetapi siapa yang bisa membaca isi hati seseorang. Cowok itu sedikit kecewa. Kecewa karena tidak bisa mendengar fakta ini dari Nadh. Dan Dekho, cowok itu, Seva merasa bersalah saat kembali melihat wajah itu setelah lima tahun lalu.

Memoria | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang