"Ada saatnya seseorang akan merasakan lelah. Lelah dengan semuanya, bahkan kehidupan. Lelah dengan takdir, bahkan dengan ketentuan yang telah digariskan."***
TETESAN Demi tetesan air hujan merembes ke dalam tanah. Angin siang yang berhujan hari ini seakan menghempas Tessa dari lamunannya. Seakan kembali pada raganya, jiwa Tessa kembali dihadang rasa bersalah. Kadang kala, perasaan takut itu masih ada saat ia melihat semua orang di sekitarnya kepikiran dengan perubahannya yang super mendadak. Dirinya bahkan merasakan hal yang sama.
Perubahannya itu membuat semua orang memandangnya tidak enak, dalam artian takut untuk membuatnya kembali murung.
Tessa bahkan juga turut merasakan bahwa perbedaan besar telah terjadi didalam dirinya. Karena secara tidak sadar, fakta itu menghantam Tessa untuk berubah. Secara tidak sadar, Tessa juga sudah membuat sekelilingnya untuk ikut berubah karena perubahannya.
"Nggak baik ngelamun," celetuk Luna cepat. Disusul dengan kursi sebelah yang berderit karena diduduki seseorang.
"Gue nggak ngelamun," jawab Tessa sambil kembali fokus pada rintik air.
Luna mengendikkan bahu sambil menyeruput yogurtnya. "Lo nggak keliatan ngomong sendiri atau nulis. Jadi lo lagi ngelamun."
"Gue nggak bilang kalo gue ngelamun."
"Iya, gue udah lebih dari tau kenapa berurusan sama penulis itu nggak enak."
Tessa menoleh. "Maksudnya?"
"Para penulis, apalagi yang model kayak lo gini itu pinter bikin orang kicep sama kata-katanya. Pinter ngeles," celetuk Luna.
Membuat Tessa tertawa. "Nggak bermutu sih kata-kata lo."
Mereka berdua sekarang sedang duduk di sebuah bangku taman sekolah yang memiliki atap diatasnya. Sekolah sedang mengadakan rapat pertemuan untuk beberapa guru SMA swasta se-kota Surabaya untuk keperluan Ujian Nasional kelas dua belas. Jadi, mereka murid kelas dua belas bisa asik mondar-mandir tanpa takut dimarahi guru.
Awalnya, Luna melihat Tessa yang berjalan tanpa arah dari kantin sekolah. Biasanya, Tessa akan langsung masuk kedalam kelas jika tidak ada kepentingan lain. Tetapi kali ini Tessa membanting arah ke taman. Membuat Luna mau tak mau menyusul Tessa dalam keheningan.
"Lo ada masalah apa?" Pertanyaan Luna teredam suara rintik, tetapi masih mampu ditangkap oleh rungu Tessa.
Gadis itu menengadahkan tangannya untuk meraih sejumput air yang menetes dari atap. Sebelum menjawab, "I'm okey."
Membuat Luna langsung terdiam. Tidak lagi bertanya lebih jauh walaupun dirinya sangat ingin tahu apa yang sedang dialami sahabatnya. Tidak ada percakapan yang mengalir sebelum Tessa mulai gemetar dan membuat Luna langsung kaget bukan kepalang.
Tessa menangis.
"Lo—lo kenapa, Tes? Kenapa bisa jadi kayak gini? Lo kenapa?!"
Tidak ada jawaban apapun dari Tessa selain isakan kecil yang keluar dari bibir birunya. Membuat Luna langsung merengkuh tubuh sahabatnya itu kedalam pelukannya. Tidak ada yang lebih baik daripada pelukan orang tersayang sebelum semuanya semakin terlambat. Oleh karena itu, Tessa hanya diam saja saat Luna meraih tubuhnya untuk didekap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoria | End
Ficção Adolescente[Complete] "Makasih, lo udah mau jadi bagian memori gue." Mari bertemu dengan Tessa, gadis dengan sejuta tanda tanya. Mari bertemu dengan Seva, cowok paling ngeselin yang pernah Tessa kenal. Tessa mempunyai rahasia tersendiri mengapa ia mau membantu...