PTA (1)

14 1 0
                                    

Sepekan telah berlalu. Pasca adanya sosialisasi akan dilaksanakannya perkemahan pada hari Sabtu, serta upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia pada Minggu 17 Agustus 2014 yang mewajibkan semua siswa kelas 10 hadir di alun-alun kecamatan dekat sekolah. Setelah hari itu, dimana ia pertama kali menghubungiku, ternyata masih banyak pesan singkat lain yang ia layangkan padaku. Hingga di hari Jumat 22 Agustus 2014, bu Vita menagih tugas yang diberikan pada saat Jum'at kemarin, itu artinya pelajaran ini harus kembali dilalui dengan duduk didekatnya kembali. Mengapa senyumnya? Jujur aku mulai salah tingkah dan merasakan sesuatu yang berbeda dibandingkan pekan kemarin. Tapi aku coba untuk menepis, tak ingin merasa kepedean, atau bahkan mengingat tujuan awal memilih sekolah disini.
"teman-teman kursinya jangan lupa diangkatin, nanti disapu. Terus nanti siang jangan lupa jam satu udah di sekolah lagi ya, bawa persyaratan sama perlengkapan yang udah disebutin kemarin. Semangat." teriak ketua kelas yang mengingatkan bahwa akan diadakannya kegiatan Penerimaan Tamu Ambalan (PTA), sebagai pemenuhan program PRAMUKA yang saat ini menjadi bagian dari kewajiban kurikulum yang baru. PTA, kemah dan membangun tenda di lapangan sekolah. Aku sama sekali belum terbayang entah bagaimana rangkaian kegiatan dan keseruan yang akan aku dapatkan.

Aku bergegas pulang. Sebelum jalanan mulai sepi karena harus dilaksanakan ibadah sholat Jumat. Aku juga harus segera mempersiapkan perbekalan untuk tiga hari ke depan.
"bawa baju, bawa sarung buat selimut, bawa anduk kecil, bawa mineral yang gede, bawa alat makan plastik. kayu bakar,paku besar, bendera. Ah iya bawa bantal kecil ini" aku terus saja berucap dengan tangan yang sibuk memasukkan apa yang aku butuhkan ke dalam tas yang cukup besar.
"Dek, bapa udah pulang sholat Jumatnya, cepet makan dulu sebelum berangkat, nanti sakit" teriak mamah ku dari luar kamar.
"iya mah bentar sedikit lagi beres. Takut ada yang kelupaan" sahut ku.
Aku harus bergerak lebih cepat untuk mandi, makan, sholat dan segala hal-hal kecil lainnya.
"udah siap belum?" tanya bapak dengan kayu bakar ditangannya.
"udah pak, tapi ngga kuat bawa tas nya nih, berat banget" punggung rapuh dan tangan kecilku memang manja. Lalu bapak mengambil alih tas itu, menaikkannya ke atas motor. Aku berpamitan kepada mamah, dan diantar kembali ke sekolah.

Sampai di sekolah pukul 12.58, masih ada waktu 2 menit sebelum waktu yang telah ditentukan. Aku harus segera mengisi daftar hadir dan mengambil nomor untuk sangga atau tenda ku. Sangga 131 yang akan melindungiku selama 3 hari ke depan. Bapak masih menemaniku, sampai memastikan aku telah bertemu dengan teman-teman satu tendaku.
"Pak, kenalin ini temen baru adek di sekolah, namanya Dian. Rumahnya tetangga sebelah desa kita, hehe. Jadi ngga jauh sama adek." aku memperkenalkan satu temanku yang baru saja datang dengan sleeping bag ditangannya.
"Oh iya, syukur ada temen yang deket sama rumah ya dek. Dian, bapak nitip Kei ya, baik-baik disini ya kalian. Hati-hati, kalau ada apa-apa atau ada yang kurang langsung telpon bapak ya" bapak ku berpesan panjang lebar sebelum akhirnya aku mencium tangannya dan ia benar-benar keluar dari halaman sekolah untuk kembali ke rumah.
Aku dan Dian segera memasuki gerbang kedua untuk mencari dimana nomor yang sesuai untuk bisa ditanami tenda. Teman-teman yang lain mulai berdatangan, dan segera dibangun tenda dengan susah payah. Karena memang pada kenyataannya kami tidak ada yang berpengalaman di pramuka. Akhirnya tenda dapat berdiri tegak dengan bantuan Pak Willy dan satu kakak pramuka. Tikar dibuka sebagai alas, dan kami dengan riang memasuki tenda tersebut, mengeluarkan makanan apa yang dibawa didalam tas masing-masing, memakannya bersama-sama dan merebahkan tubuh sebagai percobaan sebelum benar-benar tidur disini nanti malam.
"eh kayanya kalo diliat dari atas bagus deh ya ini lapangan. Ke lantai 2 yuk" ajak Dian
"hayuuu, penasaran aku juga haha" aku begitu antusias.
Di lantai 2 itu tidak hanya dapat melihat lapangan depan sebagai tempat tenda khusus perempuan, tetapi juga bisa melihat tenda-tenda yang telah berdiri untuk para siswa laki-laki.

Malam pertama dilalui dengan aku yang tidak bisa benar-benar tidur. Hawatir dibangunkan dengan secara tiba-tiba, dan memilih untuk memainkan ponsel. Sekedar membalas pesan terakhir Azril yang baru sempat ku buka, atau sekedar membuka satu persatu akun sosial media.
"tidur deek tidur. Besok ada kegiatan, jangan sampe ngantuk. Jangan mainan hp aja. " aku tersentak dengan suara itu, kakak kelas sekaligus seniorku dari ekstrakulikuler PKS yang sedang berpatroli. Aku segera mematikan layar ponsel dan memaksakan diri untuk tertidur.

Pukul 4 pagi, alarm bergetar membangunkan. Ternyata suasana sekolah telah ramai. Aku membuka tenda dan mulai melihat satu persatu siswa yang mengantre di kamar mandi dengan segala perlengkapan digenggaman tangannya. Aku pun tak mau kalah. Dengan tambahan ponsel ku bawa
"hey, udah bangun?"
Aku yang sedang berbincang ringan dengan satu teman gugus sewaktu MOS, terhenti untuk membuka pesan itu. Sial, temanku membacanya. Ku kira Azril dan Fifi tak saling kenal, ternyata mereka 3 tahun bersama dalam satu kelas sewaktu di jenjang SMP dulu. Habislah aku dengan kata "cieeee".

Matahari mulai menampakkan dirinya. Ketua sangga bertugas untuk mengambil makan pagi untuk para anggotanya. Pukul 7 pagi, agendanya adalah senam bersama sebagai pemanasan kegiatan yang selanjutnya.

usangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang