Berakhir

5 1 0
                                    

Sayangnya, kebahagiaan yang aku miliki harus bertahan hanya dalam dua bulan saja.
Sayangnya, perasaan yang ada hanya boleh terungkap dalam waktu yang sekejap saja.

Azril yang tak mau untuk ku lepaskan, aku yang tak bisa menolak perintah mamah.
Aku bingung harus bagaimana, diantara aku dan Azril belum pernah ada masalah. Dan untuk melepasnya suatu hal yang terlalu rumit.

Aku diamkan Azril selama berhari-hari. Aku abaikan dia di kelas, aku abaikan setiap pesan singkatnya, setiap teleponnya, setiap Chat BBM darinya. Namun aku perih menahan semuanya. Azril yang mulai tak tahan akhirnya angkat bicara.

"kamu kenapa sih? Azril punya salah apa sama kamu sampe kamu diemin Azril? Kamu udah bosen sama Azril? Please ngomong, jangan diemin Azril kaya gini."

"maaf Ril, aku cuma pengen membatasi diri. " jawabku singkat dengan penuh sikap dingin.

"membatasi diri gimana? Sikap kamu tuh bikin aku penasaran, bingung, campur kesel tau ngga." Azril mulai mengeraskan suaranya.

Sejujurnya aku tak paham apa yang aku katakan. Membatasi diri, apa yang ingin dibatasi. Memang ada sedikit rasa bosan. Tapi aku masih sayang, aku tak mau melepaskan.

"Ril, Please ngertiin aku." jawabku mulai melemah.

"ngertiin apa Kei? Apa yang harus dingertiin?  Aku bingung sama semua ini. Kamu diemin aku, tapi kamu masih bisa kontekan sama yang lain."

Iya ini salah ku, aku yang sengaja mencari cara agar Azril bisa marah dan akhirnya ada alasan untuk aku bisa melepaskan.

Tapi, tidak semudah itu permasalahannya. Azril terlalu sabar untuk aku. Membuatnya marah saja, begitu sulit.

"udah lah Ril. Aku cape sama semuanya. Aku cape dikekang sama kamu. Aku cape ngejalin hubungan sama kamu. Kita udahan aja, makasih untuk waktu dua bulannya. " suaraku tinggi, penuh gemetar.

Ku matikan telepon. Iya, aku memang pengecut, berlindung dibalik telepon untuk menyudahi semuanya. Karena memang sebenarnya aku tak sanggup untuk mengatakan semuanya.

Tuhan, ini bagaimana, Azril masih belum bisa menerima. Begitupun dengan aku. Tidak, seharusnya semuanya tidak secepat ini. Seharusnya semuanya tidak semudah ini. Seharusnya ekstrakulikuler tidak dapat mencampuri urusan hati dan perasaan.

Tapi aku terlalu lemah untuk menentang, dan memilih menyerah pada keadaan.

Malam semakin kelam, dan aku larut dalam kesunyian. Mata sulit untuk terpejam.
Angan beterbangan, dan terus saja melayang.
Memikirkan kalimat yang aku lepaskan, dan aku terjebak dalam ruang kosong dengan nama Azril yang terus terngiang.

usangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang