4

1K 106 9
                                    

Pukul 06.25 di PT AFF gedung produksi terlihat para pekerja di sana sedang menyelesaikan roteks dalam tanda kutip terakhir dikarenakan waktu yang sudah cukup mepet untuk roteks selanjutnya. Dan tidak sedikit juga sudah ada yang santai karena mencapai atau melebihi target.

Musik yang distel sepanjang malam pun sudah dimatikan sejak pukul 06.00 dan keranjang-keranjang penuh berisi bahan hasil potongan pun sedang dirapihkan oleh para helper.

"Vin, masih aja motongin," tegur Dinan yang terlihat sudah selesai dan tidak berniat memotong 1 tumpukan lagi.

Dinan melihat Vino masih memotong bahan padahal mereka berdua bersamaan menyelesaikan 1 tumpuk bahan.

"Iyalah. Kan target," sahut Vino. "Lu gak motongin lagi?"

"Gak deh. 1 roteks aja gue perlu waktu 1 jam lebih," jawab Dinan seraya menulis nama dan tanggal di kertas roteks kerjanya.

"Dapet berapa lu emang?" tanya Vino yang begitu fokus memotong bahan dengan tempo santai namun cepat.

"5. Tapi target kita itu berapa dah?" Dinan bingung karena sejak hari Sabtu belum diberitahu target yang harus didapat.

"Mana gue tau. Nanti tanya deh sama leader Yoga atau Pak supervisornya," sahut Vino tidak tahu.

"Terus lu dapet berapa?" tanya Dinan melihat banyak kertas roteks kerja di meja Vino. Bahkan bisa dibilang lebih dari yang ia dapatkan.

"Gak tau. Gak itung gue dari tadi," jawab Vino.

"Akhirnya selesai." Dyo tiba-tiba bersuara yang membuat Dinan dan Vino menoleh.

"Dapet berapa roteks lu?" tanya Vino dan Dinan bersamaan.

"Bentar, gue itung dulu." Dyo langsung menghitung kertas roteks kerjanya. "Dapet lima."

"Kalah cepet lu sama Dinan," ucap Vino.

"Emang lu dapet berapa, Nan?" tanya Dyo penasaran.

"Lima," jawab Dinan.

Mereka pun memutuskan mengobrol sambil menunggu waktu pulang tiba. Untungnya Yoga atau helper yang lewat tidak menegur karena hal biasa kalo shift malam pulang pagi.

Di saat yang sama di luar gedung produksi, Shani bersama Gracia baru saja tiba di pabrik. Mereka berdua berjalan menuju pos satpam untuk absensi.

Saat melewati gedung produksi, Shani melihat sebentar keadaan di dalam dan melihat Vino dan para pekerja sedang bekerja walau ada yang terlihat sudah santai.

"Si Vino shift malem ya?" ucap Gracia saat melihat Vino sedang bekerja.

"Iya kali. Shift 1 sama 2 aja dia gak ada," sahut Shani tidak peduli.

Keduanya meneruskan langkah mereka menuju pos satpam yang terlihat suasana di sekitarnya begitu sepi karena biasanya para pekerja datang pukul 06.30 lewat.

"Shani, Gracia," panggil seorang security di dalam pos.

Shani dan Gracia yang berniat menuju gedung produksi setelah menaruh time card langsung berhenti di ambang pintu.

"Ada apa, Pak?" tanya Shani seraya menghampiri.

"Ini ada seragam baru buat kalian," ucap security sambil menaruh 2 seragam di atas meja.

Shani dan Gracia melihat seragam tersebut di atas meja. Seragam di atas meja terlihat berbeda dibanding yang dikenakan mereka sekarang. Warnanya jauh lebih gelap dan ada corak batik di kerah dan lengan.

"Bukannya kita harus minta seragam baru misal udah rusak, Pak?" tanya Shani begitu bingung.

"Saya kurang tau itu. Tadi pagi jam 4 ada kurir yang anter seragam itu. Katanya yang mesen itu Mr. A," jawab security. "Dan Mr. A juga minta harus dipakai hari ini."

Love in FactoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang