"Ku takkan bertahan, meski takkan mungkin~" Vino bernyanyi setelah memasuki gedung produksi menuju mesinnya.
Di samping mesinnya sudah ada Dyo dan Dinan yang sedang mengobrol dengan pekerja shift 3. Kedatangan Vino membuat mereka semua menoleh.
"Dateng-dateng nyanyi lu," ucap Dyo.
"Lu kemarin ke mana gak masik?" tanya Dinan.
"Izin. Ada urusan. Dan gue udah izin ke HRD pas di Anyer kemaren," jawab Vino dengan santainya lalu melihat mesinnya tidak ada yang menempati. "Kok kosong?"
"Dia gak masuk, Vin," jawab orang yang menempati mesin Dinan. "Tapi lu sama dia dan yang shift 2 gak janjian, 'kan?"
"Serius?" Vino tidak menyangka dia dan 2 orang yang sebelum dan sesudahnya tidak masuk.
"Serius. Sampe-sampe leader Hermawan heran lu sama Julian bisa kompak gitu kagak masuk," ucap orang di mesin Dyo.
"Dan lu tau, kemarin anak baru kecuali lu dipanggil semua sama manager produksi gara-gara kurang target," ucap Dyo menceritakan kejadian yang membuatnya dan yang lain tegang.
"Manager produksi ngomong apa aja?" tanya Vino menatap Dyo dan Dinan bergantian.
"Ditanya kenapa gak target atau minimal dapet 1200 lah. Pas kita jawab karena masalah di alatnya malah ditanya lagi kenapa gak minta bantuan helper, leader atau supervisornya gitu," jawab Dinan menceritakan.
"Lah terus lu jawab apa?" tanya Vino penasaran dengan kelanjutannya.
"Udah bilang tapi tetep aja gitu. Lu tau kan problem kita seminggu ini kaya apa," jawab Dyo yang diangguki Vino yang mengetahui problem teman-temannya.
"Mana diancem bakal di-off kalo gak dapet target," lanjut Dinan.
Selama seminggu terakhir bisa dibilang jadi nerakanya anak-anak baru bagian cutting desk. Bahan yang harus dipotong benar-benar jadi bahan yang harus rapi dan tidak boleh kepotong.
Karena kehati-hatian dan tidak buru-buru seperti biasanya membuat produksi yang biasanya per orang hampir mencapai target justru menurun drastis. Bahkan jumlah paling sedikit didapat sekitar 750 pcs.
Selain bahan yang jadi penyebab utama, pisau yang digunakan juga jadi penyebab lain karena sering tumpul, terlalu kecil atau terlalu besar. Bahkan saat bahan tidak terpotong sempurna, tekanan mesin harus lebih kuat sehingga papan menjadi dalam.
Beda halnya pekerja lama yang nampak santai dan bisa mencapai target karena mendapat bahan yang berbeda walau ada beberapa sama seperti pekerja baru.
"Sekarang mah jangan mikirin target dulu. Yang terpenting seberapa banyak yang kita dapetin," ucap Vino seraya tersenyum memberikan motivasi agar teman-temannya tidak drop memikirkan saat dipanggil manajer produksi.
Bel masuk dan pulang pun berbunyi. Segera pekerja yang shift 1 langsung bekerja. Sementara yang shift 3 dan longshift 2 keluar dari gedung produksi untuk pulang, kecuali yang dipanggil manajer produksi karena kurang target.
"Ku akan bertahan, meski takkan mungkin~" Vino kembali bernyanyi saat memotong bahannya.
"Vin, jangan nyanyi deh," pinta Dinan sedikit terusik.
"Kenapa emangnya, Nan? Suara gue jelek?" tanya Vino lalu tertawa pelan.
"Suara lu bagus. Cuman lagu yang lu nyanyiin nyindir kita semua," jawab Dinan.
"Nyindir gimana?" Vino masih tidak mengerti maksud Dinan dengan lagu yang ia nyanyikan.
"Itu lagu seakan kita ingin tetap kerja di sini, tapi gak mungkin karena tergantung manajemen AAF memperpanjang kontrak atau tidak," jelas Dyo memberitahu dan diiyakan Dinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Factory
FanfictionVino si pekerja baru membuat Shani menjadi penasaran. Saking penasarannya membuat Shani justru ... Penasaran jalan ceritanya? Silahkan baca....