#55__Mengembalikan Kalung

473 20 2
                                    

Mom...

Aku ikut Daddy ke kantor bersama Pinky, setelah Baby pergi kuliah.

Sampai di ruangannya. "Daddy mobilnya besok sudah bisa diantarkan? Iya, Mommy tenang aja. Dan yang akan menjaga Baby juga bukan orang sembarangan. Sudah sangat profesional."

"Tapi nggak akan buat dia merasa diawasi ketat kan, Dad?"

"Yeah..., kita kan sudah jelaskan. Saat ini banyak tindakan kejahatan. Daddy rasa dia akan mengerti itu. Dia nggak akan curiga soal... David."

"Sebentar, aku titip Pinky ke Maria dulu." Aku keluar. "Tante..., ajak aku main dong."

"Hei..., dengan senang hati anak cantik...! Ayo sini sama Tante." Mengambil Pinky.

"Titip ya Mar, ada perlu penting sama Bapak."

"Iya Bu, silakan!"

Aku kembali ke ruangan.

"Daddy sudah ketemu alamatnya?"

"Iya, sudah Daddy catat."

"Honey, boleh aku tulis... sesuatu?"

"Ya, silakan, itu hak Mommy!"

Mengambil kertas dan pena. Menuliskan sesuatu yang untuk memberinya peringatan. Jangan mendekati Baby-ku. Lalu melipatnya. Daddy mengambilnya lalu meletakkan dalam kotak perhiasan yang berisi kalung. Semua yang dia berikan sudah tidak ada artinya lagi. Jangan pernah mengakui putriku.

Daddy memanggil seorang staf memerintahkannya mengirimkan kalung itu pada jasa pengiriman kilat.
"Alfin, tolong kirim ini dengan pengiriman tercepat. Alamatnya ada di situ. Jangan memberi alamat kita. Paham!"

"Baik Pak! Permisi."

"Oke, terimakasih."

Aku memperhatikan artikelnya. David Swat. Dia merasa impiannya terwujud bisa mendirikan sebuah hotel mewah di kawasan Bali.

"Daddy. Aku nggak pernah berpikir dia kembali ke Indonesia dan mendirikan hotel. Bukankah beberapa tahun lalu saat Daddy tanpa sengaja mengobrol dengannya, dia sudah berkeluarga dan hanya berlibur di Bali."

"Iya. Dan istrinya mengalami keguguran. Mungkin mereka berpisah?"

"Mungkin saja. Tapi dia nggak mungkin membicarakan kehancuran rumah tangganya di media. Aku... akan telepon orang tua Rasya, mungkin dia tau."

Aku duduk di sofa menelepon Mamanya Rasya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikummusalam...! Danti apa kabar?"

"Baik, kamu sendiri gimana Ca?"

"Alhamdulilah... baik juga. Terima kasih ya, kamu sudah menjamu Baby dan... yang lainnya."

"Ah, nggak apa-apa. Aku senang ada mereka. Mereka semua seperti saudara. Terimakasih juga sudah, perhatian sama Rasya di sana. Rasya selalu cerita tentang Baby, tentang Mommy."

"Iya, aku menganggap mereka semua seperti anakku. Biar mereka saling menjaga seperti saudara."

"Iya...iya..., benar sekali."

"Ehm, Dant--aku menganggap kita sudah seperti keluarga. Boleh aku bertanya sesuatu yang cukup pribadi buatku."

"Apa itu Ca, tanyakan saja jangan sungkan. Aku senang jika bisa membantumu."

"Oke, mm...," menatap wajah suamiku yang menatapku. "Aku... mau tanya sesuatu soal... David Swat, kau tau?"

"Oh, tentu saja tau!"

"Mm..., dia ... mantan suamiku, ayahnya Baby. Itu alasanku menyuruh mereka pindah ke rumahmu."

"Jadi itu alasanmu? Aku sama sekali tak menyangka."

"Aku harap kamu bisa menjaga rahasia ini dari anak-anak."

"Tentu. Apa yang bisa kubantu?"

"Kau tau, bagaimana dia tinggal di Bali. Karena setahuku, saat menceraikanku... dia kembali ke negaranya."

"Iya. Dia baru 2 tahun lebih di sini. Dia tinggal bersama istrinya, lalu mereka bercerai. Setelah istrinya keguguran, mereka belum juga punya anak, dia berubah jadi pemarah. Lalu mereka bercerai sekitar setahun yang lalu, dan istrinya kembali ke  negaranya."

"Jadi itu alasannya bercerai. Karena mereka tak punya anak."

"Ya. Kira-kira seperti itu. Hotel itu baru berdiri sekitar 6 bulanan. Setelah bercerai dia benar-benar fokus mengurus hotel. Dan setelah selesai pembangunannya, dia tinggal di sana."

"Yah, itulah ambisinya! Oke, Danti, terimakasih sudah mau mendengarkanku."

"Aku senang kita bisa mengobrol."

"Jangan ceritakan pada anak-anak ya. Aku sangat takut--mendengar alasannya bercerai, jadi semakin takut dia akan mengambil Baby  dariku."

"Tolong kabari aku kalau dengar sesuatu tentangnya."

"Baiklah Ca, aku senang bisa membantumu. Kau menganggap Rasya seperti putrimu, tentu saja Baby juga seperti putriku sendiri."

"Terimakasih ya."

"Sama-sama."

Pembicaraan berakhir.

"Daddy dengar? Setelah dia tau bagaimana rasanya tak bisa punya anak. Dia ... ingin mengambil Baby kita! Benar-benar tidak punya hati! Daddy, Mommy sangat takut."

"Tenang honey, kita akan lakukan apapun untuk mempertahankan putri kita. Jangan takut. Daddy akan selalu jaga kalian."

Aku hanya bisa diam di pelukannya. Bagaimana aku tanpanya.

***

Baby I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang