Mom...
Pinky sudah tidur. Handphone-ku berbunyi, nomor yang tak kukenali muncul di layar, segara kuangkat agar tak membangunkan Pinky.
"Halo."
"... Hai Biancha. Senang melihat keluargamu sangat bahagia. Ternyata kau sudah punya satu putri lagi. Kalian sangat mesra ya. Keluarga yang sangat romantis dengan dua putri yang manis."
"Kamu... siapa?" tanyaku hati-hati berharap bukan dia yang aku takuti.
"Dia sangat cantik ya? Mirip denganmu, tapi... lebih mirip denganku..."
"... Tolong jangan ganggu putriku!" memejam mengetahui siapa yang bicara.
"Aku ingin menyayanginya--bukan mengganggu. Aku sangat kecewa kau mengembalikan kado dariku. Biar bagaimanapun aku ayah..."
Aku matikan segera karena Daddy baru saja keluar dari kamar mandi.
"Honey, telepon dari siapa?" todongnya.
"Salah sambung!"
" ... Benar, salah sambung?" selidiknya. Melihat layar handphone.
"Iya benar, aku nggak tau nomornya." Jawabku. Teringat Baby. "Kakak nggak ke kamar kita. Aku mau liat dia dulu."
"Daddy ikut." Meletakkan bantal guling di sisi kanan dan kiri Pinky.
Merangkul pinggulku yang menunggunya. "Tidurnya nyenyak."
"Udah bisa punya adek." Katanya lalu mengecupku.
"Daddy orang pertama yang akan tau kalau sudah ada tanda-tanda."
"Jadi, belum?"
"Belum, sabar dong... Daddy...!"
Dia tersenyum. Kami menaiki tangga menuju kamar Baby, lalu membuka pintu kamar Baby.
"Hai Kak...!"
"Mungkin di balkon." Kataku.
Menuju balkon yang tak tertutup. "Sudah malem kok masih di luar sayang?"
"Hai Dad, Mom. Aku lagi ngobrol sama Marco." Daddy meminta Handphone-nya. Ia berikan sambil senyum.
"Jam berapa ini masih nelpon anak gue...?!"
"Baru juga jam 10, Om."
Baby bersandar di lenganku yang bersandar di pagar balkon.
"Harusnya kamu tau dong..., jam berapa Baby tidur, jam berapa belajar." Dikte Daddy.
"Iya Om, maaf. Khilaf. Bentar lagi juga dia bakal tinggal sama Marco, kan?"
"Ah, kepedean kamu! Sebentar lagi apanya?! Memangnya Baby mau buru-buru nikah dengan kamu? Paling juga nanti, pas ulang tahun ke 25, ya kan sayang?"
Baby hanya tertawa.
"Mungkin!" jawab Baby akhirnya.
"Tuh, denger kan?!"
"Ah si Om, ngomporin aja! Nggak kepingin cepet punya cucu?"
"Nggak! Om, aja masih mau nambah anak. Belum mau jadi ka-kek!"
"Hei!" tiba-tiba yang terdengar suara Lala. "Ngapain lo marahin anak gue?! Hei Mart, bentar lagi itu aku yang bakal ketemu Baby di rumah ini. Kalian berdua yang mengunjungi Baby di sini, bukan lagi aku dan Andrew yang mengunjungunya di sana. Mau nggak mau kalian berdua harus terima itu!" katanya sambil tertawa.
Aku ambil alih pembicaraan. "Aduh La, kamu jangan bikin aku takut dari sekarang dong...! Itu hal terberat buat aku nanti." Baby memelukku dari belakang.
"Makanya aku ingetin dari sekarang Mommy...," suaranya bergetar karena tawa.
"Nggak bisa! Pokoknya harus buat jadwal, sebulan mereka di sana, dan sebulan mereka di sini, gitu seterusnya. Ya sayang, plis!" menoleh ke samping melihatnya menggelayuti pundakku.
"Iya... Mommy...! Daddy, ini gimana, Mama sama Mommy udah ribut dari sekarang?!"
"Biarkan saja sayang, biar seru."
"Hei, kalian berdua itu mendingan bikin anak lagi yang banyak. Baby buat aku aja di sini. Aku nggak ngurus bayi sendiri, ngurus cucu juga nggak papa deh."
"Lala!" sahutku.
"Udah-udah, kalian berdua kalo nggak dihentikan bisa sampe pagi. Eh, La, nggak usah buru-buru kepingin jadi Oma. Anak gue juga masih harus kuliah dan ngejar cita-cita dulu. Udah ya, assalamualaikum...!"
"Maen udahan aja nih orang, Wa'alaikummusalam...!"
Daddy memberikan handphone pada Baby.
"Ayo sayang, masuk." Aku lihat Daddy memperhatikan sekitar sebelum akhirnya masuk menutup pintu. Mengecek semua jendela.
"Aku ke kamar mandi dulu Mom."
Saat Baby ke kamar mandi aku mengecek Handphone-nya kalau ada nomor yang sama dengan yang meneleponku tadi.
"Mommy tau pasword kakak?"
"Taulah Dad." Aku lihat instagram-nya Baby memposting foto tadi pagi sebelum pergi kuliah. Aku jadi berpikir, David mungkin saja sudah tau dan melihat Baby di instagramnya. Itu sebabnya dia berkata seperti itu tadi.
"Mom, Dad, aku tidur ya." Keluar dari kamar mandi dia langsung naik tempat tidur. Dia nggak heran aku mengecek handphone-nya.
"Sayang, gimana dengan mobil dan Bobi?"
"Mobilnya nyaman dan lebih elegan Dad. Bobi yah..., seperti layaknya bodyguard, hampir nggak pernah bicara."
Daddy menarik selimut, mengecup keningnya, dan mengusap kepalanya beberapa kali. "Selamat malam, sayang."
"Malam Dad."
"Handphone kakak Mom taro sini biar deket." Meletakkan di meja tidur.
"Mungkin kita harus pindah ke kamar atas lagi deh Mom, kasian kakak sendiri.""Nggak usah Daddy..., aku takut Pinky lepas dari pengawasan kita, terus dia main di tangga. Aku nggak mau Pinky jatuh Daddy."
"Kakak bener, Dad."
"Ntar aku aja deh yang tidur di kamar Pinky, tidur sama dia. Biar Mommy sama Daddy berduaan lagi."
"Kakak tau aja maunya Daddy." Mengedipkan mata.
"Ih Daddy genit," aku menyiku perutnya.
"Daddy genit sama istri sendiri!" balasnya memeluk pinggulku.
"Iya Mommy, aku kan juga mau punya adek namanya... Morgan, ya nggak Dad!"
"Nah..., betul banget itu sayang!" makin erat memelukku.
"Daddy udah, Mommy mau cium kakak dulu!" Menciumnya. "Malam sayang, tidur yang nyenyak."
"Malam Mom..., Dad...!"
"Malam sayang."
"Dad, sukses ya!"
"Kakak...!" sahutku membelalak pada Baby-ku yang nyengir kuda. Daddy tak melepaskan tangannya dari pinggulku lalu menutup pintu kamar Baby.
Aku langsung melepaskan diri begitu sampai kamar. Mengecek Pinky apakah dia ngompol. Daddy mengunci pintu.
"Dia pipis?"
"Nggak. Tidurnya nyenyak banget."
"Tidur yang nyenyak sampai pagi ya sayang," Daddy menciumnya. "Daddy yang nggak mau tidur malam ini."
"Daddy..."
"Ayolah honey, mumpung Pinky tidur nyenyak. Nggak dengar tadi kakak udah pingin punya adek lagi. Namanya Morgan."
Aku hanya tersenyum dalam buaiannya. Dan tetap merahasiakan penelepon misterius tadi. Aku tak ingin semakin membuatnya resah. Setidaknya untuk saat ini. Tapi jika telepon itu terus berlanjut, pada siapa lagi aku mengadu jika bukan padanya, suamiku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby I Love You
Roman d'amourCerita dipindah di Dreame dengan lebih lengkap. Sequel dari novel My Mom and Me. Tentang Marco yang masih berjuang mengejar Baby. Marco mendekati tante Biancha untuk mendapatkan restu. Tapi Baby justru mengira Marco punya hubungan spesial dengan Mo...