7

1.6K 234 43
                                    

Joohyun berlarian disepanjang koridor sebuah bangunan yang cukup tua. Ia tak sndiri karena dibelakangnya ada Yoongi yang turut setengah berlari menyamakan langkah dengan Joohyun. Wanita itu nampak terburu-buru setelah mendengar suatu kabar dari salah satu panggilan ponselnya.

"Joohyun," panggil seorang lelaki. Ia berlari mendekati Joohyun.

"Kak, bagaimana keadaannya? Kenapa dia mengamuk lagi?"

Yoongi yang berdiri dibelakang Joohyun hanya bisa menepuk bahu sahabatnya itu sekedar untuk menenangkan.

"Mama-mu tadi mungkin habis mimpi buruk. Tenanglah Joohyun. Ini bukanlah kondisi yang perlu dikhawatirkan. Hal seperti ini sudah biasa terjadi pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan."

"Bagaimana kalau kita lihat keadaan mama biar kau merasa tenang?" ajak Yoongi.

Joohyun mengangguk lalu lelaki yang bername tag Park Bogum itu menunjukkan jalan menuju ruang rawat dari seseorang yang sangat berarti bagi hidup Bae Joohyun. Orang yang telah melahirkan dirinya dan Bae Jinyoung ke dunia ini. Wanita rapuh yang hidupnya sudah tak seperti hidup lagi.

Pintu ruangan terbuka menampilkan sosok wanita berkulit pucat, tubuhnya kurus dan sedikit keriput karena menua. Namun, kecantikan wanita paruh baya itu tak berkurang meski usianya bertambah. Joohyun duduk di sebuah kursi yang diambilkan oleh rekannya, Min Yoongi. Ia hanya bisa terdiam mengingat kejadian beberapa waktu lalu setelah papa-nya pergi ia mendapatkan panggilan jika sang ibu kembali mengamuk setelah sekian lama tidak mengamuk.

"Ku dengar, papa mu akan maju untuk pemilu tahun depan?" tanya Bogum.

Joohyun mengangguk. "Dia akan menjadi presiden dan pastinya ia akan menyingkirkan siapapun yang dianggap menjadi batu sandungan seperti mama dan Jinyoung. Kak, aku mohon, jaga mama dan amankan dia. Sedangkan aku akan berusaha melindungi Jinyoung. Pria tua itu ambisinya sangat besar."

"Kau juga ambisius, nyonya," celetuk Yoongi membuat Joohyun terlihat kesal.

Joohyun terdiam memandangi tubuh kurus sang ibu. Ia hanya ingin ibu dan adiknya selamat dari ancaman sang ayah yang hanya bisa mementingkan dirinya sendiri. Meski ia menjadi pribadi yang dingin, sesungguhnya hati Joohyun tak sedingin itu. Ia tetap menjadi sosok yang penyayang dan perhatian. Hanya saja, tak banyak orang tau akan hal itu.

"Aku akan menunggu di luar. Gunakan waktumu disini sebaik mungkin karena besok kita banyak agenda dan kau tak bisa kemari," Yoongi menepuk bahu Joohyun sebelum menarik Park Bogum untuk keluar dari ruangan itu.

Kepergian Yoongi dan Bogum membuat bulir-bulir air mata yang sedari tadi ditahan langsung keluar tanpa bisa dicegah. Joohyun menggenggam kuat tangan sang ibu dengan tangisan yang cukup keras.

"Ma... Mama harus kuat. Ayo kembali ma, buktikan mama bukan wanita lemah. Joohyun tidak bisa melihat mama seperti ini terus menerus... Joohyun tidak bisa menjadi sosok ibu, ayah juga kakak sekaligus untuk Jinyoung. Selamanya Joohyun tak bisa...."

*

Seokjin menghampiri Jungkook yang nampak berkurang konsentrasinya. Calon ayah muda itu terlihat sering kali melamun. Seokjin meletakkan tumpukan kertas yang ia bawa dengan sedikit lebih keras dan memang berniat untuk mengagetkan Jungkook.

Brak

Jungkook tiba-tiba berdiri karena efek terkejut. "Kak?"

"Melamun saat bekerja?"

Seokjin segera menarik tangan Jungkook. "Rose, siapkan berkas yang harus aku pelajari. Aku akan keluar sebentar dengan Jungkook. Mau titip sesuatu?"

Rose nampak berpikir sejenak. "Mmm... es krim strawberry kalo boleh."

"Tentu. Ada lagi?"

"Es Krim vanilla?" ucap Rose ragu-ragu.

Sun & Moon [JINRENE] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang